Monumen Kresek di Kabupaten Madiun menjadi pengingat kelamnya sejarah kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1948.
Sejumlah perajurit TNI, aparat pemerintah, ulama, tokoh masyarakat, hingga wartawan menjadi korban pemberontakan yang dipimpin oleh Muso dan Amir Syarifudin.
Sebelum insiden Gerakan 30 September PKI (G30S/PKI) pada tahun 1965, pemberontakan PKI di tahun 1948 juga sempat mengguncang Madiun.
Keberadaan Monumen Kresek di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, menjadi saksi bisu keganasan PKI.
Baca Juga : Monumen Kresek, Saksi Bisu Kekejaman PKI 1948 di Madiun
Bermula dari kepulangan Muso dari Uni Soviet pada tahun 1948, mereka berhasil menguasai Madiun dan membentuk negara Republik 'Soviet' Madiun pada 18-26 September 1948.
Monumen Kresek memiliki ikon patung besar di puncak bukit yang menggambarkan Muso, seorang gembong PKI, sedang mengayunkan pedang ke seorang lelaki tua yang nampak pasrah.
Lelaki tua ini adalah representasi Kiai Husen, seorang ulama berpengaruh dan anggota DPRD Kabupaten Madiun yang menjadi korban kekejaman PKI.
Di sekitar monumen, terdapat relief yang menggambarkan kekejaman PKI saat membinasakan tokoh dan ulama di Madiun.
Di samping itu, terdapat prasasti batu yang bertuliskan nama-nama korban yang gugur dalam pertempuran melawan PKI di Desa Kresek, berjumlah 17 orang.
Pada tanggal 30 September 1948, pasukan Tentara Nasional Indonesia turun untuk menumpas pemberontakan di Madiun.
Pasukan Divisi Siliwangi dari barat dan Divisi Sungkono dari timur mengepung wilayah Madiun.
Muso akhirnya ditembak mati oleh Brigjen Sudarsono di Sumoroto, Ponorogo dan Amir Syarifudin ditangkap di Karanganyar, Jawa Tengah.
Monumen Kresek kini sering dijadikan sebagai tempat pembelajaran sejarah bagi siswa, khususnya wisata edukasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Diana Masruroh, seorang guru sejarah, menekankan pentingnya mengenalkan sejarah kepada generasi muda agar mereka mengerti perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan.
"Menurut saya sekarang itu sejarah sudah banyak yang dikurangi dalam muatan pelajaran itu, maka kita harus mengenalkan sejarah,” ujar Diana.
“Biar tahu bagaimana perjuangan bangsa Indonesia bisa merdeka dan bagaimana perjuangan para pahlawan mempertahankan sampai detik ini bisa merdeka itu seperti apa," ungkap Diana.
Menurut Heri Purwadi, juru sejarah Monumen Kresek, monumen ini dibangun di Kresek karena tempat tersebut menjadi lokasi pertempuran terakhir pemberontakan PKI setelah mereka terkepung.
"Monumen pemberontakan PKI 1948 Madiun ini dibangun di Kresek bukan berarti pelakunya orang Kresek," ujar Heri.
"Ketika ada perintah penumpasan oleh presiden, akhirnya terkepung. Mungkin itu mau lari ke arah Gunung Wilis, akhirnya sampai di Kresek ini karena sudah terjepit, dibantai, dimasukkan rumah di Desa Kresek ini," jelas Heri.
Rumah tersebut, menurut Heri, kini telah dibangun menjadi monumen, namun bentuknya tetap dipertahankan seperti rumah Jawa tempo dulu.
Monumen ini juga menjadi tempat penguburan korban kekejaman PKI. Nama-nama korban yang teridentifikasi tercatat di monumen tersebut berjumlah 17 orang, namun Heri menyebut sebenarnya ada ratusan korban lain yang tidak teridentifikasi.
“Nama-nama orang yang dibantai secara keji, yang teridentifikasi namanya tercatat di monumen ini berjumlah 17 orang. Sebenarnya ada ratusan, cuma yang lain tidak teridentifikasi,” tutur Heri.
Monumen Kresek kini sering menjadi destinasi wisata edukasi sejarah bagi pelajar. Monumen ini juga menjadi pengingat akan pentingnya memperkuat ideologi Pancasila demi menjaga keutuhan NKRI, terutama bagi generasi muda.
Hingga kini, Monumen Kresek menjadi salah satu destinasi utama wisata edukasi sejarah, baik bagi pelajar maupun pelancong dari berbagai daerah.(Tova Pradana /Miftakhu Alfi Sa'idin)
Editor : Iwan Iwe