MOJOKERTO - Kasus dugaan penggelapan di CV Mekar Makmur Abadi (MMA) Kabupaten Mojokerto senilai Rp 12 Miliar dengan terdakwa Herman Budiyono (42) mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Mojokerto, Selasa (1/10/2024).
Sidang digelar di ruang Cakra dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ayu Sri Adriyanthi Widja, Jenny Tulak dan Jantiani Longli Naetasi. Sidang yang digelar terbuka untuk umum ini beragendakan pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Dalam dakwaannya, JPU Rizka Apriliana menyatakan, bahwa terdakwa Herman Budiyono pada tanggal 9 Juli 2021 sampai dengan tanggal 30 Desember 2021 telah melakukan penggelapan.
"Bambang Sutjahjo selaku Direktur mendirikan CV Mekar Makmur Abadi pada tanggal 6 Desember 2019. Selanjutnya Bambang Sutjahjo dan terdakwa selaku Persero Diam (Komanditer Pasif), dengan modal awal pendirian CV sepenuhnya berasal dari saudara Bambang Sutjahjo sebesar Rp3.524.024.000 dan usaha tersebut bergerak di bidang perdagangan ban truck, semua pengelolaan CV dijalankan oleh saudara Bambang Sutjahjo," ungkapnya.
Baca Juga : Terdakwa Penggelapan Rp12 Miliar Dituntut 4 Tahun Penjara, Pengacara: Jaksa Lucu
Pada tanggal 8 Juli 2021, Bambang Sutjahjo meninggal dunia. Sebelumnya, Bambang Sutjahjo memberikan token BCA beserta nomor pin nya milik CV MMA kepada terdakwa yang merupakan salah satu anak dari Bambang Sutjahjo yang pada saat itu berada di Mojokerto. Sedangkan empat anak Bambang Sutjahjo lain di luar kota.
"Saksi Juliati Sutjahjo di Jerman, Hadi Poenomo Sutjahjo, Lidiawati Sutjahjo tidak berada di Mojokerto. Sehari setelah Bambang Sutjahjo meninggal dunia, terdakwa tanpa seijin dan sepengetahuan saksi serta saksi Hartatiek yang merupakan ibu kandung terdakwa mentransfer uang dari rekening perusahaan ke rekening pribadi dari Juli sampai Desember 2021 total Rp12.283.510.000," ujarnya.
Saksi meminta terdakwa untuk bermusyawarah dengan keluarga terkait pembaruan akta pendirian CV MMA, namun terdakwa selalu menolak. Tanggal 13 November 2023, saksi mengirim tiga kali surat somasi kepada terdakwa terkait pertanggungjawaban transaksi keuangan CV MMA. Namun terdakwa tidak mau dan tetap menjalankan perusahaan.
Baca Juga : Kuasa Hukum Herman Budiyono: Keterangan Ahli Kuatkan Perbuatan Terdakwa Bukan Perkara Pidana
"Terdakwa tetap menjalankan perusahaan menggunakan rekening pribadi dan menguasai usaha tersebut serta tidak membagi dengan saudara-saudaranya dan ibu kandung terdakwa sehingga saksi mengalami kerugian sebesar Rp12.283.510.000. Perbuatan terdakwa sebagaimana diancam pidana Pasal 374 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP," tegasnya.
"Tadi sudah dibacakan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, terserah saudara menangganinya seperti apa dalam eksepsi saudara. Tadi sudah dibacakan dakwaan, ada keberatan. Silahkan dituangkan dalam eksepsi saudara. Sidang ditunda tanggal 8, hari Selasa," tutup Ketua Majelis Hakim, Ayu Sri Adriyanthi Widja yang juga Ketua PN Mojokerto ini.
Menanggapi dakwaan JPU, Kuasa Hukum terdakwa Michael SH, MH, CLA, CTL, CCL menilai jika dakwaan JPU prematur alias kabur. Pihaknya keberatan atas hukum acara pidana yang dilanggar oleh JPU sehingga sangat merugikan hak-hak terdakwa dalam pembelaannya.
Baca Juga : Kuasa Hukum Terdakwa Penggelapan CV MMA Sebut Dakwaan Jaksa Kabur
"Perkara waris belum ada putusan perdata terkait CV yang dibekukan, CV bukan merupakan warisan karena di dalam CV itu, kepengurusan hanya ada dua. Papa terdakwa dan terdakwa," jelasnya.
Terkait transfer uang dari rekening CV ke pribadi terdakwa tersebut menurutnya digunakan untuk kepentingan CV. Tidak ada audit atau hasil audit yang menyatakan kerugian tersebut. Menurutnya jika ada penggelapan maka harus ada hasil audit. Terdakwa justru mengajukan audit kepada penyidik termasuk melampirkan bukti-bukti.
"Namun tidak ada berkas perkara. Perkara ini, P21 setelah penahanan 60 hari artinya hari terakhir masa tahanan baru dinyatakan P21. Tahap dua dilakukan pada jam 8 malam, ada kepentingan apa? Ini yang kami pertanyakan. Seharusnya dibuktikan dulu keperdataaannya dan audit itu menentukan apakah untuk kepentingan pribadi atau perusahaan," urainya.
Baca Juga : Saksi Bongkar Skema Transfer Gelap dalam Sidang Viki Yossida, Mantan Direktur PT. MAI dan PT. MII
Meski terdakwa sebagai Komanditer Pasif namun terdakwa juga menyetor modal untuk perusahaan. Terkait penahanan menurutnya tidak seharusnya dilakukan penahanan karena perkara tersebut merupakan masalah keluarga. Kuasa hukum menjelaskan jika terlapor adalah kakak kedua terdakwa.
"Selama ini, terdakwa dan istri tinggal di sana dan merawat mama-papanya. Itu yang harus diingat, kakak-kakaknya tidak ada yang tinggal di Mojokerto. Masak setoran dianggap sebagai penggelapan, masak dia menggelapan uangnya sendiri. Dari mana Rp12 miliar ini? Nanti akan kita buktikan di pengadilan," paparnya.
Kuasa hukum menegaskan ada tiga poin yang menjadi keberatan kliennya yakni masalah penahanan, keperdataan dan audit. Sehingga pihaknya akan membuktikan terkait tuduhan yang dilayangkan pelapor dengan bukti-bukti yang ada. Untuk mengajukan eksepsi atau tidak pihaknya akan mempelajari berkas perkara terlebih dahulu.
Baca Juga : Anak Kandung Teguh Kinarto Ungkap Terdakwa Dwi Shanti Gelapkan Uang Perusahaan Rp 900 Juta
"Kita akan lihat lagi kedepan karena dakwaan cuma tiga lembar, kami baru mendapatkan dakwaan jam 2 kurang 15. Kami fokus masalah keberatan penahanan, tidak dilakukan audit dan menanyakan apakah CV MMA itu merupakan warisan atau gono-gini. Ada nggak bukti perdatanya, seharusnya ini masalah perdata. Akhirnya no viral, no justice," pungkasnya.(*)
Editor : M Fakhrurrozi