SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memberikan perhatian serius dalam upaya pencegahan bullying atau perundungan di lingkungan pendidikan. Karenanya, pemkot melalui Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya menyiapkan skema dan sejumlah strategi dalam memperkuat pendidikan karakter anak. Hal ini dilakukan agar para pelajar di Kota Pahlawan tidak mudah mencontoh atau mengikuti perilaku negatif yang dapat mengganggu jalannya keamanan dan ketertiban di sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya, Yusuf Masruh mengatakan bahwa hal pertama yang dilakukan adalah para guru di sekolah harus cepat dan tanggap dalam merespon lingkungan. Yakni, memperhatikan perilaku siswa jika kedapatan tengah berkerumun di jam istirahat. Para guru juga diminta memberikan respon cepat terhadap perubahan kondisi fisik anak.
“Kalau ada yang berkerumun maka mengerti penyebabnya, karena tidak ada kegiatan tanpa direncanakan. Ini adalah contoh dalam merespon lingkungan di sekolah,” kata Yusuf, Sabtu (30/9/2023).
Skema berikutnya adalah menerapkan manajemen kelas. Sekolah diminta memberikan batas waktu maksimal bagi guru yang untuk berpindah kelas pada jam pelajaran selanjutnya. Transisi perpindahan kelas yang cepat dapat mencegah terjadinya bullying
“Jadi anak tidak ada kesempatan untuk mengganggu atau memprovokasi temannya. Ada guru piket dan wali kelas yang bisa membantu jika guru tersebut berhalangan hadir mengajar. Ini melibatkan semua guru di lingkungan sekolah, manajemen kelas dikelola agar tidak ada kelas kosong,” ujar dia.
Bukan hanya itu saja, Dispendik Kota Surabaya juga menguatkan aspek religi, serta menanamkan jiwa nasionalisme kepahlawanan pada anak. Seperti, menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan lagu-lagu nasional di lingkungan pendidikan.
“Sekolah juga mengembangkan program LDKS (Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa) untuk melatih dan mengontrol emosi siswa dengan belajar kekompakan dan kemandirian. Lalu membuat game (permainan) edukasi dimulai dari guru-guru, kita siapkan guru BK atau olahraga untuk membuat game bertemakan nasionalis dan berkebangsaan,” terangnya.
Yusuf lantas menjelaskan, permainan atau game tersebut ditujukan untuk melihat sisi kebersamaan antar siswa, serta menguatkan ikatan emosional mereka. Tentunya program pendidikan karakter anak melalui bermain ini akan dikembangkan dengan mengajak peran serta orang tua siswa. Sebab, sinergi antara orang tua dan sekolah dinilai sangat bermanfaat dalam mendukung kegiatan belajar pada anak.
“Pendidikan kesadaran dan kebijakan anti perundungan lewat respon kondisi lingkungan juga memerlukan peran penting orang tua. Misalnya orang tua yang memiliki ide bisa disampaikan ke sekolah, konsep itu bisa diadopsi oleh sekolah. Jadi tidak melulu berbicara anggaran dan biaya, konsepnya bisa diadopsi dan dilakukan oleh sekolah,” jelasnya.
Meski demikian, Yusuf menegaskan bahwa sekolah tiada henti-hentinya memberikan edukasi terkait pemahaman pada ragam bentuk bullying dan kekerasan seksual pada anak. Pemahaman ini dibedakan, baik dari sisi media sosial maupun dari kebiasaan anak sehari-hari.
“Kami sudah koordinasi dengan DP3A-PPKB Surabaya terkait hal itu, karenanya guru juga wajib untuk bisa mengatasi bullying. Kita juga perkuat organisasi anak, mulai dari FAS, ORPRES, dan OSIS. Kita gerakkan semuanya agar mereka bisa menjadi sahabat pendamping teman-temannya ketika di sekolah,” kata dia.
Yusuf menambahkan, melalui penguatan pada pendidikan karakter anak, diharapkan mereka dapat memilah perilaku-perilaku negatif agar tidak mengganggu jalannya keamanan dan ketertiban di sekolah. Sebab, tindakan perundungan dapat membawa dampak buruk bagi anak-anak.
“Kecenderungan anak-anak adalah mencontoh sesuatu hal, maka kita kuatkan karakter mereka agar bisa memfilter. Anak-anak diberikan dasar akhlakul karimah, kalau dasarnya kuat meskipun media sosial dan lingkungan seperti itu, tapi karakternya sudah terbentuk dan tidak mudah dibawa kemana-mana,” pungkasnya. (Selvi Wang)
Editor : M Fakhrurrozi