SIDOARJO - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Surabaya membebaskan seorang terdakwa kasus korupsi yang sudah ditahan kejaksaan selama 5 bulan, Jumat (2/1/2024).
Terdakwa itu bernama Tjitro Wirjo Hermanto. Ia adalah pemilik Grosir Sankuko, salah satu tempat kulakan sembako terbesar di Kota Pasuruan. Dalam kasus tersebut Tjitro Wirjo Hermanto dituding membuat negara rugi sebesar Rp 5,124 miliar.
Putusan tersebut dibacakan di ruang Cakra. Terdakwa menghadapi sidang secara daring dari tempatnya ditahan, Lapas II B Pasuruan. Sedangkan yang hadir di tempat sidang tim pengacara serta putra terdakwa.
Moch. Chusnul Manap dan Indah Wahyuni, dua di antara empat pengacara terdakwa mengaku senang mendengar putusan tersebut.
Satu sisi juga merasa kaget. Pasalnya, hari itu setelah selesai membacakan pembelaan untuk kliennya, tiba-tiba ketua majelis hakim yang diketuai Halimah Umaternate meminta sidang diskor. Selang 15 menit kemudian, majelis hakim menyatakan kliennya lepas dari segala tuntutan.
"Ini membuktikan masih ada keadilan di negeri ini. Juga memberikan suatu peringatan tidak selamanya orang yang didakwa korupsi itu korupsi. Alhamdulillah, majelis hakim mengembalikan nama baik klien kami dan kami tekankan putusan ini tidak ada rekayasa," ujar Chusnul Manap.
Irwan Tjitro, anak terdakwa saat itu juga terlihat girang. Semula selama sidang berlangsung ia duduk di pojokan kursi pengunjung. Dua tangannya kerap dikepalkan lalu ditempelkan di kepala. Setelah mengetahui bapaknya bisa pulang ke rumah berkali-kali dua tangannya digertakan.
Jaksa penuntut umum dalam kasus itu sebelumnya menuntut terdakwa agar menjalani hukuman selama 8,5 tahun . Terdakwa dituding telah membuat negara rugi sebesar Rp 5,124 miliar karena mendirikan bangunan usaha di atas lahan 1.700 milik pemerintah Pasuruan, namun membayar sewa yang terlampau murah.
Setahun hanya membayar Rp 25,5 juta. Sedangkan ketika jaksa melakukan penyelidikan dengan mengamati Peraturan Daerah (Perda), biaya sewa lahan di lokasi tersebut seharusnya per 1 meter setiap tahun wajib membayar Rp 100 ribu.
Namun, majelis hakim memiliki pandangan terdakwa yang sudah menginjak usia 72 tahun itu tidak bersalah.
Pasalnya, dalam perjanjian sewa terdapat tanda tangan wali kota yang intinya pemerintah setempat setuju setiap tahun terdakwa membayar sewa Rp 25,5 juta.
Hasil konsultasi dengan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) bila terdakwa dikenakan biaya sewa sesuai ketentuan perda, seharusnya terlebih dahulu membuat adenddum (surat perjanjian kontrak) baru.
"Ada mal administrasi, tidak ada niat jahat terdakwa melakukan tindak pidana korupsi," ucap Hakim Ketua, Halimah Umaternate.
Dua jaksa mendengar putusan tersebut tidak berkomentar banyak. Ainur, salah seorang jaksa mengatakan akan mengajukan kasasi. Setelah itu, mereka bergegas pergi meninggalkan tempat sidang.(Ayul Andhim)
Editor : M Fakhrurrozi