Saya ingin berbagi cerita tentang masalah keluarga yang sudah bertahun-tahun belum menemukan titik terang. Sejak kecil, saya dirawat oleh ayah tiri dan ibu tiri, sedangkan hubungan saya dengan ayah kandung jarang sekali dekat. Namun, suatu peristiwa beberapa tahun lalu membuat saya sangat kecewa dan marah.
Waktu itu, saya mendengar desas-desus bahwa ayah kandung saya sedang pacaran dengan seseorang. Saya tidak tahu siapa, tapi saya berusaha untuk mengabaikannya. Namun, suatu hari saya mendapat kabar bahwa wanita yang bersama ayah kandung saya itu ternyata adalah ibu tiri saya sendiri – sosok yang merawat saya sejak kecil bersama ayah tiri saya. Kabar ini tentu sangat mengejutkan dan menyakitkan.
Suatu sore, saya mencoba menghubungi ibu tiri saya dan mengajaknya ke rumah ayah kandung untuk membicarakan masalah ini. Namun, saat saya tiba di rumahnya, beliau menghilang dan tidak bisa dihubungi. Akhirnya saya langsung pergi ke rumah ayah kandung dan langsung bertanya, apakah benar beliau memiliki hubungan dengan ibu tiri saya. Awalnya, ayah menyangkal dan bersikap kasar. Tapi akhirnya, saat saya melihat kontak ibu tiri saya di teleponnya dengan nama lain, emosi saya pun meledak.
Kami berkelahi hebat hingga melibatkan warga sekitar yang melerai kami. Sejak saat itu, saya dan ayah kandung tidak pernah bertegur sapa, dan beliau bahkan menganggap saya tidak ada. Warga yang mengetahui situasinya mendukung saya, dan mengatakan bahwa ayah saya lah yang salah.
Kini, sudah lima tahun berlalu sejak kejadian itu. Saya masih merasa kecewa dan tidak ingin meminta maaf terlebih dahulu karena merasa tidak bersalah. Tapi di sisi lain, saya juga bertanya-tanya, apakah saya harus mengalah dan meminta maaf demi keutuhan keluarga?
-- Afandi, Jember
Dear Mas Afandi, terima kasih atas kepercayaan untuk berbagi cerita yang tentunya tidak mudah. Ketegangan yang terjadi di keluarga dapat membuat kita merasa kecewa dan terluka, apalagi melibatkan orang tua yang dekat dengan kita. Emosi yang muncul, seperti amarah dan kekecewaan, adalah hal yang wajar, terutama dalam situasi yang Mas Afandi alami.
Mengenai apakah perlu meminta maaf terlebih dahulu atau tidak, ini kembali pada bagaimana Mas Afandi memandang masa depan hubungan dalam keluarga ini. Kadang, meminta maaf bukan soal siapa yang benar atau salah, tetapi tentang mengambil langkah untuk berdamai dengan situasi. Dengan meminta maaf, Mas Afandi bukan berarti “mengalah” atau “rugi,” tetapi menunjukkan ketulusan untuk memulai kembali dan memperbaiki hubungan.
Jika merasa hubungan keluarga dan kedamaian hati lebih penting, tidak ada salahnya untuk menjadi yang pertama mengulurkan tangan. Namun, jika Mas Afandi merasa belum siap, luangkan waktu untuk menenangkan diri dan memikirkan apa yang terbaik bagi diri dan keluarga. Semoga waktu bisa membantu meluruhkan amarah dan membuka ruang bagi hubungan keluarga yang lebih harmonis. (*)
Jony Eko Yulianto, S.Psi., M.A., Ph.D.
School of Psychology, Universitas Ciputra Surabaya
https://www.ciputra.ac.id/psy/
Jika Anda warga Jawa Timur yang memiliki pertanyaan atau ingin berkonsultasi melalui rubrik Curhat Warga di Portal JTV, kami akan mencarikan pakar untuk menjawab permasalahan Anda. Silakan kirimkan curhatan Anda via DM Instagram @portaljtvcom atau klik link ini: bit.ly/CurhatWargaJTV.
Kami akan menampilkan solusi dari pakar yang sesuai dengan masalah yang Anda hadapi. Tetap semangat, dan jangan ragu untuk berbagi cerita!
Editor : Iwan Iwe