Setiap kali Pilkada datang,deretan foto pasangan calon (paslon) terpajang di seluruh penjuru kota. Mulai dari senyum ramah hingga janji-janji muluk yang seakan-akan mampu menyulap kota menjadi surga. Tapi pertanyaannya, apakah kita, terutama generasi muda Gen Z masih percaya dengan parade janji-janji ini?
Paslon seringkali menawarkan program-program klise. “Perbaikan infrastruktur”, “peningkatan pendidikan”, dan “penyediaan lapangan kerja”. Semua terdengar bagus di atas kertas. Namun, janji ini sudah kita dengar bertahun-tahun. Gen Z yang kini menjadi bagian penting dalam daftar pemilih tidak hanya menuntut janji, tetapi aksi nyata. Kita tumbuh dalam era di mana informasi mudah diakses, dan setiap janji yang kosong bisa dengan cepat terungkap di media sosial.
Sebagai generasi yang kritis, kami yang disebut Gen Z ini mulai jenuh dengan pola kampanye yang terkesan hanya formalitas. Paslon berlomba-lomba hadir di media, tetapi tak jarang gagasan yang mereka usung terasa ‘basi’. Apakah paslon benar-benar mendengar suara kita, atau mereka hanya sekadar ingin menang?
Kita hidup di zaman teknologi, namun inovasi digital yang diusung paslon seringkali tidak lebih dari sekedar ‘slogan’. Kota pintar (smart city), pelayanan publik berbasis digital semua terdengar hebat, tapi mana pelaksanaannya? Masalah klasik seperti birokrasi lambat dan korupsi masih menghantui meskipun ada aplikasi canggih.
Baca Juga : Generasi Muda Lelah dengan Janji Kosong, Ingin Aksi Nyata di Pilkada
Kami para Gen Z paham betul bahwa teknologi bukan solusi instan jika tidak diiringi dengan perubahan cara kerja. Apa gunanya aplikasi pelayanan publik jika pegawai di belakang layar masih menganut pola pikir ‘lama’? Kita butuh paslon yang tidak hanya paham teknologi, tetapi mampu memimpin dengan mentalitas yang maju. Gen Z menuntut transparansi, kecepatan, dan efisiensi tiga hal yang sering kali hilang di antara retorika kampanye.
Paslon yang kita inginkan bukan hanya mereka yang menjanjikan perubahan, tetapi yang berani menantang status quo. Paslon yang bisa membuka ruang bagi anak muda untuk berkontribusi dalam proses pemerintahan, bukan hanya menganggap kita sebagai target kampanye semata. Gen Z memiliki ide-ide segar dan perspektif yang berbeda kita perlu dilibatkan dalam proses, bukan hanya diberikan janji.
Pilkada seharusnya menjadi ajang dimana paslon benar-benar menawarkan visi yang relevan dengan kebutuhan zaman. Terlalu sering kita melihat paslon yang sekadar mengikuti arus, tanpa menyadari bahwa mereka harus menghadapi tantangan baru yang tidak bisa diselesaikan dengan cara lama.
Baca Juga : Pilkada 2024: Penyandang Disabilitas di Persimpangan Omong Kosong dan Kotak Kosong
Lalu, Apakah Mereka Layak Dipilih?
Sebagai generasi yang akan mewarisi masa depan, kita harus lebih kritis dalam memilih. Pertanyaannya bukan lagi sekadar apakah mereka bisa menang, tapi apakah mereka layak dipilih? Kita harus menilai lebih dari sekadar janji-janji besar. Lihat rekam jejak mereka, evaluasi komitmen mereka, dan pastikan mereka tidak hanya hadir selama kampanye, tetapi juga selama masa jabatan.
Pada akhirnya, Pilkada bukan tentang siapa yang paling banyak memasang spanduk atau paling sering muncul di media sosial. Ini tentang siapa yang benar-benar memahami tantangan yang kita hadapi sebagai generasi muda dan siap untuk mengambil tindakan nyata.
Baca Juga : Saatnya Memilih Pemimpin Berintegritas untuk Masa Depan Jawa Timur
Jadi, kepada para paslon, jangan hanya menjual janji-janji. Gen Z bukan sekedar penonton, kami adalah bagian dari solusi. Pilihlah jalan yang berbeda, jangan hanya mengikuti jejak pendahulu yang sering kali melupakan apa yang sebenarnya penting masa depan kita. (*)
*) Akbar Giri, mahasiswa Unair yang hobi ngamatin manusia dan budaya, kayak nonton film tanpa popcorn. Nggak bisa nyelametin dunia, tapi bisa ngerti kenapa kita rumit!
Baca Juga : Pilkada dan Pentingnya Etika Politik: Tantangan Bagi Calon Pemimpin
**) Penulis adalah salah satu peserta magang JTV Digital periode Agustus-Desember 2024.
Editor : Iwan Iwe