SURABAYA - Section Head Communication and Relations Pertamina Patra Niaga Jatim Balinus, Taufiq Kurniawan membeberkan alasan di balik kebijakan pembelian tabung gas LPG 3 kilogram menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Seperti diketahui, mulai 1 Januari 2024, pemerintah melalui Kementerian ESDM membuat kebijakan baru terkait pembelian LPG 3 kilogram. Masyarakat harus terdaftar untuk menikmati elpiji bersubsidi tersebut.
Menurut Taufiq, kebijakan tersebut sebenarnya untuk melindungi hak masyarakat. Mengingat LPG 3 kilogram hanya untuk warga miskin.
Hal itu disampaikan Taufiq Kurniawan ketika menjadi narasumber dalam program JTV Gak Cumak Cangkruk'an, Jumat (5/1/2024) malam. Acara tersebut mengangkat tema 'Beli LPG 3 Kg Wajib pakai KTP, Efektif Kah?
"Semangatnya di sini adalah melindungi yang berhak, supaya tidak diambil jatahnya oleh yang tidak berhak," ungkap Taufiq Kurniawan.
Menurutnya sudah bukan rahasia umum LPG 3 kilogram banyak dinikmati masyarakat yang tidak berhak. Bahkan, yang punya mobil mewah pun masih menggunakan elpiji bersubsidi.
"Masyarakat sudah resah, ada yang pakai Fortuner, ngambil yang LPG 3 kilogram, mau sampai kapan pemandangan seperti itu," tegasnya.
"Kalau kita enggak mulai sekarang, kalau enggak kita akhiri sekarang, akan terus menerus seperti itu," lanjut pria yang sebelumnya bertugas di Sulawesi Selatan tersebut.
Dengan pembelian menggunakan KTP tersebut, pemerintah bisa mengetahui kebutuhan di lapangan. Sehingga kouta yang diberikan bisa disesuaikan dan subsidi bisa tepat sasaran.
"Kita di lapangan mengamankan supaya anggaran subsidi tidak jebol tapi melindungi masyarakat yang berhak," tegas Taufiq Kurniawan.
Sementara Ketua YLPK Jatim, Said Sutomo yang turut menjadi narasumber mengakui bahwa elpiji bersubsidi banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak berhak. Itu pula yang membuat kebutuhan LPG 3 kilogram membengkak.
Namun, dia tetap mempertanyakan kebijakan pembelian menggunakan KTP. Utamanya terkait pengawasan dalam praktiknya di lapangan, sehingga benar-benar tepat sasaran dan tak diselewengkan.
"Kalau ada pelanggaran siapa yang menindak, kalau pangkalan ada main dengan orang yang tidak berhak bagaimana, siapa yang menindak?," tanya Said.
Artinya, jika tidak ada tempat mengadu dan tindakan yang konkret terhadap para pelanggar, tentu kebijakan tersebut menjadi sia-sia.
Editor : A.M Azany