PONOROGO - Di Desa Pluntur, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, para petani tembakau menghadapi tantangan besar di tengah musim penghujan. Hujan yang terus-menerus mengguyur menyebabkan kualitas tembakau menurun, dan petani terpaksa mengeluarkan biaya tambahan untuk operasional.
Suwarto, seorang petani tembakau, mengungkapkan kesulitan yang mereka hadapi dalam menjemur daun tembakau yang sudah dirajang. Biasanya, proses pengeringan hanya memakan waktu satu hari, namun kini bisa memakan waktu hingga tiga hari karena minimnya sinar matahari hingga menyebabkan banyak daun tembakau rawan membusuk.
"Karena sering hujan jadi susah untuk mengeringkan, bisa sampai 3 hari baru kering. Kondisi tembakau masih banyak, tapi hujan sudah turun, jadi memerlukan biaya operasional yang lebih banyak," ungkap Suwarto, Selasa (5/11/2024).
Untuk mengatasi cuaca yang tidak menentu, Suwarto dan sejumlah petani lainnya terpaksa mengeluarkan biaya tambahan. Mereka menggunakan green house untuk menjemur daun tembakau terlebih dahulu sebelum dikeluarkan saat cuaca terik.
Suwarto menjelaskan bahwa jika kualitas tembakau bagus, harga bisa mencapai 50 ribu rupiah per kilogram. Sebaliknya, untuk kualitas yang kurang baik, harga bisa turun di kisaran 30 hingga 40 ribu rupiah per kilogram.
Kateny, petani tembakau lainnya, juga merasakan kerugian akibat banyaknya daun tembakau yang membusuk selama musim hujan.
"Gara-gara hujan banyak yang busuk, sekitar 50 kilogram ini tembakau rusak karena terlalu disimpan dan tidak segera dijemur," keluh Kateny.
Kateny menambahkan bahwa tembakau yang busuk biasanya dijual murah, sekitar 700 ribu rupiah per ball, sementara tembakau berkualitas bagus dapat mendatangkan untung hingga 1 juta 500 ribu rupiah.
Dengan kondisi cuaca yang tidak menentu dan kerugian yang semakin meningkat, para petani tembakau di Ponorogo berharap ada solusi yang bisa mengatasi masalah ini agar mereka dapat mempertahankan hasil pertanian mereka dan menghindari kerugian lebih lanjut. (Ega Patria/Selvina Apriyanti)
Editor : Iwan Iwe