SURABAYA - Terus mendukung pengembangan energi terbarukan, tim riset dari Laboratorium Instrumentasi Pengukuran dan Identifikasi Sistem Tenaga (LIPIST) di Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menginovasikan pembuatan alat penghasil es ramah lingkungan. Menggunakan fotovoltaik atau panel surya, alat ini digunakan untuk mengonversi cahaya matahari menjadi listrik.
Salah satu anggota tim, Irgi Israr Altamis mengungkapkan bahwa proyek sosial yang dilakukan timnya tersebut sementara ini bertujuan untuk membantu meningkatkan produksi nelayan di Desa Bringsang, Sumenep, Jawa Timur. Memiliki potensi bahari yang besar, kelompok nelayan di desa tersebut masih kesulitan dalam pemenuhan ketersediaan bahan pengawet berupa es.
“Permasalahan yang dihadapi adalah daya listrik yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan suplai listrik untuk lemari es,” ungkapnya.
Terletak di kawasan pesisir, Desa Bringsang cenderung mendapatkan intensitas cahaya matahari yang tinggi sepanjang tahun. Hal ini memungkinkan cahaya matahari menjadi sumber energi listrik baru selain Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang penggunaannya terbatas di desa tersebut. Di samping itu, pemakaian fotovoltaik dinilai efektif untuk mengurangi emisi karbon, serta upaya untuk menjaga konsentrasi oksigen di udara.
Mahasiswa Departemen Teknik Elektro itu menjelaskan, alat yang digunakan merupakan lemari es low watt ramah lingkungan yang terintegrasi dengan fotovoltaik. Cahaya matahari yang ditangkap oleh panel surya kemudian diubah menjadi arus listrik searah atau Direct Current (DC). Berdimensi 2x1,64 meter, panel surya 300 watt-peak (wp) yang digunakan dapat memenuhi kebutuhan listrik lemari es hingga 20 jam per hari.
Lebih lanjut, arus listrik yang dihasilkan kemudian dibawa ke Solar Charge Controller (SCC) untuk memastikan panel surya menghasilkan daya maksimum dan mentransfernya ke baterai dengan efisiensi tinggi. “Baterai berfungsi untuk menyimpan energi sehingga alat ini tidak hanya beroperasi saat terkena sinar matahari, tetapi juga saat malam hari,” tambah mahasiswa asal Jember itu.
Sebelum dapat digunakan pada lemari es, arus listrik DC harus diubah menjadi Alternating Current (AC) dengan menggunakan inverter. Sedangkan inverter yang terhubung ke lemari es akan memastikan ketersediaan listrik harian agar produksi es dapat terpenuhi. Dapat menampung hingga 150 liter air, produksi es dilakukan tiga kali sehari dan dapat digunakan secara komunal oleh kelompok nelayan di Desa Bringsang.
Selain pengembangan alat penghasil es, Irgi dan rekan-rekannya juga melakukan pembinaan digitalisasi pasar untuk nelayan melalui pengenalan e-commerce. Sosialisasi ini bertujuan untuk mendukung peningkatan produktivitas masyarakat. Tidak hanya menjual tangkapan laut secara langsung, masyarakat juga dapat memanfaatkan berbagai platform untuk menjual dan mendistribusikan olahan makanan ke luar pulau.
Mengusung prinsip berkelanjutan, penelitian ini telah diajukan untuk kompetisi Innovillage 2023 yang diadakan oleh PT Telkom Indonesia dan Telkom University, yang dimulai sejak 25 Oktober 2023 lalu dan akan berakhir pada 9 September 2024. Tim riset ITS sendiri sekarang sudah masuk 150 besar dan berhasil mendapat pendanaan untuk pengembangan produk.
Setelah implementasi tahap akhir, Irgi berharap penelitian ini nantinya dapat menjadi solusi yang aplikatif bagi nelayan lain yang mempunyai permasalahan serupa.
“Semoga penelitian ini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan di Indonesia,” tutur mahasiswa angkatan 2021 ini penuh harap. (*)
Editor : M Fakhrurrozi