SITUBONDO - Mahalnya harga beras di Indonesia mendapat perhatian HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, pengusaha NU asal Situbondo sekaligus Pendiri dan CEO Badan Pangan Nusantara (Bapantara) Grup.
Menurutnya, harga beras di Indonesia berbanding jauh dengan harga beras di Vietnam. Perbandingan harga antara beras kualitas terbaik di Indonesia dan Vietnam sangat mencolok.
“Beras kualitas terbaik di Vietnam yang setara dengan beras terbaik di Indonesia hanya dibanderol Rp 9.000 per kilogram. Sementara di Indonesia, harga beras kualitas serupa bisa mencapai Rp 18.000 hingga Rp 20.000 per kilogram,” ujar Owner Bandar Laut Dunia (BALAD) Grup, Senin, (28/7/2025).
Pengusaha yang akrab disapa Gus Lilur ini menjelaskan bahwa harga beras tinggi disebabkan adanya mafia pupuk yang merajalela di Indonesia.
“Di Vietnam, para petani dimanja dengan segala fasilitas dari pemerintahnya. Mereka bebas dari cengkeraman mafia pupuk,” ungkap Gus Lilur saat melakukan kunjungan bisnis ke Limbung Beras Vietnam di Distrik Sa Dec, Provinsi Dong Thap, Vietnam, pada Minggu (27/7/2025).
Sebaliknya, di Indonesia, lanjut Gus Lilur, para petani harus berjibaku menghadapi kelangkaan pupuk dan dominasi mafia yang mengatur distribusinya. Hal ini berimbas langsung pada biaya produksi yang tinggi dan berdampak ke harga jual beras di tingkat konsumen.
Melihat kenyataan tersebut, Gus Lilur menyatakan kesiapannya membuka jalur perdagangan beras berkualitas tinggi dari Vietnam, termasuk ke Indonesia. Langkah ini diambil agar masyarakat punya alternatif yang lebih adil dan terjangkau.
“Kalau negara tak bisa melindungi petaninya, maka rakyat berhak mencari alternatif. Saya siap datangkan beras terbaik dari Vietnam ke Indonesia, demi keadilan harga dan kualitas beras nasional,” jelasnya.
Menurutnya, langkah ini bukan sekadar bisnis, melainkan misi kemanusiaan untuk menyelamatkan martabat petani dan memperbaiki rantai distribusi pangan yang timpang.
“Bismillah. Ini bukan soal dagang semata. Ini soal menyelamatkan harga diri petani dan martabat pangan kita,” pungkasnya. (*)
Editor : M Fakhrurrozi