SURABAYA - Angka kemiskinan ekstrem di Jawa Timur dalam tiga tahun terakhir turun signifikan hingga 3,58 persen menjadi 0,82 persen. Sembilan kabupaten/kota bahkan mencatatkan angka kemiskinan ekstrem nol persen. Atas prestasi tersebut, Jawa Timur berhak mendapatkan insentif fiskal untuk lebih menggalakkan program pengentasan kemiskinan.
Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024 Khofifah Indar Parawansa mengatakan, penurunan angka kemiskinan ekstrem tersebut berdasarkan perhitungan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. “Alhamdulillah, kabar ini melengkapi kegembiraan saya dan Mas Emil Dardak di akhir kepemimpinan kami sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur. Artinya, apa yang kami upayakan dengan berbagai program efektif menurunkan angka kemiskinan ekstrem di Jawa Timur,” katanya pada Jum’at (15/3/2024).
Selain turun signifikan di untuk keseluruhan provinsi Jawa Timur, terdapat sembilan kabupaten/kota dengan persentase dan jumlah penduduk miskin ekstremnya nol. Surat Kemenko PMK tertanggal 26 Februari 2024 menyebutkan, sembilan daerah tersebut adalah Kota Batu, Kota Mojokerto, Kota Probolinggo, Kota Malang, Kota Blitar, Kabupaten Magetan, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Ponorogo.
Lebih rinci, sepanjang 2020-2023, angka kemiskinan di Jawa Timur turun 3,58 persen atau 1.480.140 jiwa. Yakni, dari 4,4 persen atau setara 1.812.210 pada 2020 menjadi 0,82 persen atau 331.980 jiwa pada Maret 2023. Atas prestasi tersebut, Jawa Timur pun diganjar dengan insentif fiskal senilai Rp 6,215 miliar.
“Insentif tersebut akan dimaksimalkan untuk berbagai program dengan sasaran masyarakat miskin,” kata Khofifah.
Khofifah mencotohkan program seperti padat karya tunai, pengadaan air bersih di desa rawan kekeringan, pasar murah untuk menekan inflasi, bantuan langsung tunai untuk penyandang disabilitas, dan bantuan permakanan bagi PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial) di Panti Sosial.
Khofifah menambahkan, berbagai program dan upaya telah dilakukan sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan ekstrem tersebut. Antara lain, inisiatif bantuan sosial bagi 22.186 keluarga miskin ekstrem yang tersebar di 15 kabupaten/kota. Lewat program itu, masing-masing keluarga akan mendapatkan bantuan senilai Rp 1,5 juta untuk modal usaha.
Agar kemiskinan ekstrem bisa ditekan hingga nol persen, juga ada program renovasi rumah tidak layak huni (Rutilahu). Penurunan angka kemiskinan ekstrem juga didorong peningkatan pendapatan penduduk miskin melalui kegiatan usaha produktif yang didukung adanya permodalan UMKM. Juga, adanya penyaluran BLT (bantuan langsung tunai) Dana Desa. Penyaluran PKH (program keluarga harapan) triwulan juga berkontribusi menekan kemiskinan ekstrem.
Berdasarkan Keputusan Menko PMK Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Program Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, kemiskinan ekstrem merupakan kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tetapi juga akses pada layanan sosial.
Berdasarkan perhitungan Bank Dunia, penduduk miskin ekstrem adalah yang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tidak lebih dari USD 1,9 PPP (purchasing power parity), atau setara dengan Rp 10.739/orang/hari atau Rp 322.170 per orang per bulan.
Garis kemiskinan di tiap kabupaten/kota berbeda-beda. Di Surabaya, misalnya, garis kemiskinannya adalah penduduk dengan pengeluaran per orang per bulan tidak lebih dari Rp 718.370,-. Meski kategorinya masih miskin, jumlah itu masih jauh lebih baik dari kelompok masyarakat miskin ekstrem yang pengeluaran per orang per bulan tidak lebih dari Rp. 322.170,-. (Siti Destiana)
Editor : Sofyan Hendra