SIDOARJO - 18 tahun sudah tragedi semburan lumpur panas di desa Renokenongo kecamatan Porong Sidoarjo yang disebabkan pengeboran minyak dan gas bumi oleh PT Lapindo Brantas.19 desa di tiga kecamatan terendam lumpur dan ribuan warga terpaksa harus mengungsi di pasar Baru Porong.
Tragedi semburan lumpur panas Lapindo terjadi pada tanggal 29 mei 2006 yang lalu. Luapan lumpur penyebarannya sangat cepat menenggelamkan 10,426 rumah dan perusahaan. Ribuan warga yang berada di 19 desa di kecamatan Porong, Tanggulangin dan Jabon terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya ke tempat pengungsian yang berada di pasar baru Porong Sidoarjo.
Warga korban lumpur akhirnya melakukan aksi unjuk rasa ke pemerintah kabupaten Sidoarjo dan menutup seluruh jalan raya Porong dengan harapan PT Lapindo Brantas mendapatkan tekanan dari pemerintah untuk memberikan ganti rugi.
Pemerintah pusat akhirnya membuat kebijakan mengeluarkan Perpres, PT Lapindo Brantas harus memberikan ganti rugi kepada seluruh korban lumpur dengan cara pembayaran diangsur dua kali 20% dan 80%.
Pembayaran ganti rugi tersebut tidak semulus yang dibayangkan, terbukti hingga saat ini masih menyisakan tunggakan yang belum diselesaikan oleh PT Lapindo Brantas ada beberapa berkas warga yang hingga kini belum terbayar dan menurut Andi Susilo perwakilan pengusaha korban lumpur Lapindo, masih ada 32 perusahaan yang nilainya kurang lebih Rp. 1,2 Trilliun.
Perjuangan para korban lumpur untuk kendapatkan ganti rugi dari PT Lapindo Brantas sangat sulit karena warga harus menempuh jalan aksi unjuk rasa dan menutup akses jalan raya Porong.
PT Lapindo Brantas memberikan dua penawaran ganti rugi berupa ganti rugi uang tunai dan ganti rugi rumah plus uang tunai. Permasalahan ganti rugi tidak cukup disitu, PT Lapindo Brantas mengajukan pailit dan meminta dan mengajukan dana talangan kepada pemerintah pusat.
Lumpur panas Lapindo yang keluar dari pusat pengeboran sulit dikendalikan dengan berbagai macam metode sehingga lumpur penyebarannya semakian meluas. Pemerintah pusat teepaksa harus turun tangan menangani luapan lumpur tersebut.
Warga yang tinggal di luar peta areal terdampak menutut kepada pemerintah, agar sama sama mendapatkan ganti rugi karena juga tenggelam oleh lumpur. Ganti rugi yang ditanggung oleh pemerintah akhirnya teralisasi dengan cepat namun ganti rugi yang ditanggung oleh PT Lapindo Brantas masih menyisakan hutang milyaran rupiah.
Para warga korban lumpur berharap, pemimpin yang akan datang bisa memperjuangkan nasib warga korban lumpur yang hingga kini belum diselesaikan oleh PT Lapindo Brantas termasuk dari kalangan pengusaha, yang kini banyak perusahaannya sudah tenggelam.
Editor : Ferry Maulina