MOJOKERTO - Sidang dugaan penggelapan dalam jabatan di CV Mekar Makmur Abadi (MMA) senilai Rp12 miliar dengan terdakwa Herman Budiyono kembali digelar di Pengadilan Negeri Mojokerto, Selasa (19/11/2024).
Agenda sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ida Ayu Sri Adriyanthi Widja ini mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan Penasehat Hukum terdakwa.
Dua ahli yang dihadirkan adalah Ahli Hukum Perdata Prof Dr Indrati Rini, S.H., M.S, dan Ahli Hukum Pidana Dr. M. Sholehuddin S.H M.H.
Di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ahli Hukum Perdata Prof Dr Indrati Rini, S.H., M.S. Ahli menerangkan bahwa penggelapan dalam jabatan harus bisa dibuktikan secara rill dan konkrit kerugian yang dialami perusahaan.
Baca Juga : Customer CV MMA Beri Keterangan Meringankan Terdakwa Penggelapan Rp12 Miliar
"Jika tidak bisa dibuktikan ada penyimpangan maka tidak bisa dikatakan melawan hukum," ujarnya.
Ahli juga menyebut bahwa dalam perkara yang menjerat terdakwa Herman Budiyono, tak mestinya perkara tersebut dilaporkan secara pidana karena ranah yang betul adalah dengan upaya hukum keperdataan.
"Harusnya diselesaikan keperdataan dulu, harus di clearkan dulu karena hukum perdata memberikan ruang untuk menyelesaikan persoalan ini," katanya.
Baca Juga : Saksi Tegaskan Tak Ada Uang Yang Digelapkan Terdakwa Herman Budiyono
Sementara Ahli Hukum Pidana, Dr. M. Sholehuddin S.H M.H mengatakan dalam perkara penggelapan dalam jabatan harus dilihat perbuatan melawan hukumnya. Menurutnya hal tersebut harus hati-hati dan tidak boleh ada pemenggalan cerita dalam peristiwa, jadi harus jelas peristiwa pidananya.
"Melihat dulu peristiwa yang terjadi, hubungan hukum kepidanaan (memaksa)," katanya.
Dalam sebuah perselisihan apabila tidak bisa diselesaikan secara baik-baik atau musyawarah maka bisa diselesaikan dengan melakukan gugatan perdata bukan serta merta melaporkan pidana.
Baca Juga : Kuasa Hukum: Kami Bisa Buktikan Terdakwa Tak Lakukan Penggelapan Rp12 Miliar
Karena menurutnya, perpindahan uang dari rekening CV MMA ke rekening pribadi terdakwa tidak bisa serta merta dikategorikan tindak pidana atau melawan hukum dalam pidana.
"Apalagi terdakwa tidak merugikan CV dan tidak menikmati hasil perpindahan uang itu untuk kepentingan pribadi," tegasnya.
Usai dua ahli memberikan keterangan, sidang dilanjut dengan keterangan terdakwa. Dalam keterangannya, terdakwa mengatakan, jika ia menanam modal di CV MMA pada tahun 2020 sebesar Rp1 miliar, modal itu kemudian ditambah Rp2 miliar pada tahun 2021 sehingga total uang pribadi yang ia tanamkan ke perusahaan sebesar Rp3 miliar.
Baca Juga : Eksepsi Ditolak, Pengacara Herman Budiyono Kecewa Majelis Hakim
"Pada Juli 2021 papa meninggal dunia, sebelum papa meninggal semua aman, tidak ada masalah. Betul (adanya perpindahan uang setelah meninggalnya sang ayah) beberapa kali sebesar Rp9 miliar dan Rp600 juta. Perpindahan uang tersebut merupakan pesan amanah papa sebelum meninggal dunia. Tujuannya untuk memastikan perusahan tetap berjalan," jelasnya.
Alasan memindahkan uang tersebut karena khawatir rekening diblokir sehingga agar perusahaan tetap bisa jalan, maka terdakwa memindahkan uang yang ada di rekening atas nama CV MMA ke rekening pribadinya. Selama ini, lanjut terdakwa, dialah yang mengelola perusahaan dan tidak ada satupun saudaranya yang ikut mengelola lantaran berada di luar kota dan luar negeri.
Setelah mendengar penjelasan kedua saksi dan keterangan terdakwa, Ketua Majelis Hakim, Ida Ayu Sri Adriyanthi Widja mengatakan, jika sidang dilanjutkan Senin (25/11/2024) pekan depan dengan agenda tuntutan.
"Sudah ya, sidang dilanjutkan minggu depan. Senin dengan agenda tuntutan, sidang dengan demikian ditutup," ucapnya.
Usai sidang, kuasa hukum terdakwa Michael SH MH CLA, CTL, CCL mengatakan, dari keterangan dua ahli dapat disimpulkan bahwa perkara yang menjerat kliennya murni masuk ranah keperdataan. Dari keterangan ahli seharusnya yang dilakukan adalah gugatan bukan melapor karena ini menyangkut hak kepemilikan.
"Siapa yang menguji hak kepemilikan?," Yakni persidangan dengan gugatan perdata. Apakah perbuatan melanggar hukum atau perbuatan wanprestasi tadi disampaikan jika ada kesepakatan. Sudah jelas dalam persidangan bahwa selama ini terdakwalah yang memiliki modal dalam perusahaan. Sementara saudaranya tak ada satupun yang mengeluarkan modal," tambahnya.
Sehingga jika bicara hak keperdataan atau hak waris, lanjutnya, otomatis harus diuji dulu berapa nilai warisan dari CV tersebut. Terdakwa punya hak terhadap modal yang disetor di awal yang mencapai Rp3 miliar. Kuasa hukum mempertanyakan keuntungan modal yang ditanam kliennya sebesar Rp3 miliar dalam beberapa tahun lantaran perusahaan terus untung.
"Di tahun 2021-2022 nilai itu (modal Rp3 miliar) apa tidak berubah? Kan ini usaha, tidak pernah rugi, jadi mestinya bisa dihitung berapa keuntungan untuk terdakwa. Dari keterangan ahli sudah jelas bahwa penyelesaian perkara ini dengan diuji keperdataan. Apabila keperdataan sudah diuji dan masing-masing sudah ditetapkan haknya namun dilakukan pelanggaran maka bisa dikatakan melanggar hukum," pungkasnya.
Sementara itu, selama proses persidangan, puluhan massa yang mendukung terdakwa menggelar aksi di depan kantor PN Mojokerto di Jalan RA Basuni Kecamatan Sooko. (*)
Editor : M Fakhrurrozi