PROBOLINGGO - Pulau Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, menjadi saksi keberhasilan warga setempat dalam membudidayakan ikan kerapu menggunakan metode keramba. Selain sebagai nelayan, mereka kini mampu meraih omzet hingga setengah miliar rupiah setiap kali panen.

Di sisi timur pulau ini, ratusan keramba menghiasi perairan dengan kedalaman sekitar 7 meter. Setiap petak keramba berukuran 12 x 12 meter, terdiri dari 6 kolam yang diisi sekitar 5.000 bibit kerapu berukuran 12 sentimeter. Rata-rata warga memiliki satu hingga tiga petak keramba.

Namun, budidaya ikan kerapu bukan tanpa tantangan. Ikan ini mudah terserang virus dan bersifat kanibal, sehingga memerlukan perawatan ekstra. Dengan pemberian pakan rutin dan perhatian yang telaten, hasil panen dapat dirasakan dalam waktu 8 bulan.

Setiap tahun, nelayan di Pulau Gili Ketapang mampu memanen hingga 15 ton ikan kerapu. Harga jualnya pun menggiurkan: kerapu super dihargai Rp 105 ribu per kilogram, ukuran sedang Rp 95 ribu per kilogram, dan ukuran kecil Rp 85 ribu per kilogram.

Keberhasilan ini tak hanya membawa kesejahteraan bagi warga setempat, tetapi juga menggerakkan perekonomian daerah. Ikan kerapu hasil budidaya dijual di berbagai wilayah dalam negeri, seperti Bali, bahkan diekspor ke negara tetangga seperti Malaysia.

"Perkiraan panen dalam waktu sekitar 8 hingga 9 bulan, sementara kesulitannya biasanya ada pada perawatan dan kematian ikan yang rentan, dan juga kalau disini ada sekitar 350 kolam karena lebih menguntungkan." ungkap Saiful, pembudidaya kerapu. 

Para nelayan di Pulau Gili Ketapang bertekad menjadikan wilayah mereka sebagai sentra penghasil ikan kerapu keramba terbesar di Jawa Timur. Dengan potensi yang besar dan pengelolaan yang baik, Pulau Gili Ketapang telah membuktikan bahwa budidaya ikan kerapu dapat menjadi sumber penghidupan yang menjanjikan. (Farid Fahlevi/Intan Putri)