SURABAYA - Surabaya terus berbenah untuk memperkuat perlindungan terhadap anak menyusul statusnya yang telah diakui UNICEF sebagai Kota Layak Anak dunia.
Komitmen besar yang ditunjukkan Surabaya untuk membangun hal tersebut telah terbukti dengan adanya fasilitas-fasilitas pendukung untuk anak-anak.
Upaya terpenting dalam mewujudkan hal ini adalah dengan adanya kolaborasi yang melibatkan antara pemerintah dan masyarakat.
Menurut Isa Ansori, seorang pemerhati anak, solusi kolaboratif tersebut perlu diwujudkan dengan pendekatan bottom-up yang melibatkan peran masyarakat di lingkup RT/RW.
Baca Juga : Wujudkan Kota Layak Anak, Pemkot Surabaya Siapkan Ruang Bermain di Taman-taman Kota
Sejumlah langkah bisa diambil dalam lingkup kecil tersebut, dengan salah satunya adalah membentuk Satgas Padat Karya Perlindungan Anak.
Satgas ini bisa diisi oleh kader-kader yang telah diberdayakan, seperti dari posyandu, PKK, atau tokoh masyarakat.
"Peran mereka adalah melakukan pengawasan terhadap aktivitas anak-anak di lingkungan sekitar, memberikan edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya pengawasan anak, dan berkoordinasi dengan pemerintah setempat atau pekerja sosial untuk menangani kasus-kasus darurat," kata Ansori.
Baca Juga : Surabaya Raih Pengakuan Sebagai Kota Layak Anak Dunia, Jadi yang Pertama di Indonesia
Selain itu, Ansori juga menuturkan pentingnya pemanfaatan balai RT/RW untuk pusat edukatif kegiatan anak-anak. Beberapa di antaranya seperti Program Sinau dan Ngaji Bareng yang sudah dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya..
Di sisi lain, sekolah juga harus dilibatkan dalam mewujudkan hal tersebut. Ini bisa dilakukan dengan cara mendampingi ketika sampai di sekolah atau pulang dengan melibatkan guru-guru.
Sekolah juga diharapkan dapat menjadi wadah untuk mengembangkan bakat dan minat siswa. Guru juga bisa menjadi teman diskusi atau curhat anak-anak, khususnya pada usia menjelang remaja di jenjang SMP dan SMA.
Baca Juga : Siapkan Infrastruktur Pendukung Jadi Komitmen Surabaya Wujudkan Kota Layak Anak
Ansori mengungkapkan bahwa Pemkot Surabaya harus bisa berperan dalam memfasilitasi, seperti dibentuknya pekerja sosial.
Peran pekerja sosial terebut digunakan untuk pendamping satgas di masyarakat. Sinergi antara Pemkot Surabaya dengan Pemprov Jawa Timur juga harus bersinergi.
Kolaborasi bottom-up dalam perlindungan anak bukan sekadar gagasan, melainkan sudah mendesak mengingat potensi besar Surabaya.
Sebagai model Kota Layak Anak di Indonesia, Surabaya tak bisa hanya mengandalkan kebijakan dari atas, tetapi harus mulai memberdayakan masyarakat di akar rumput.
"Dengan sinergi antara masyarakat dan pemerintah, perlindungan anak yang paripurna dapat terwujud, memastikan bahwa setiap anak di Surabaya tumbuh dengan aman, sehat, dan bahagia," tutur Ansori.
Editor : Khasan Rochmad