MEKKAH - Tepat di perayaan Hari Raya Idul Adha, Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa mengajak seluruh umat Islam untuk belajar mengambil keteladaan dari Nabi Ibrahim as tentang makna ketaqwaan pada Allah SWT.
Dari Nabi Ibrahim, umat muslim selayaknya belajar tentang arti ketaqwaan melalui keikhlasan yang tinggi mengorbannya apa yang paling dicintai dan disayangi demi menjalankan perintah Allah dan meraih keridhaan-Nya.
“Nabi Ibrahim adalah seorang hamba yang patuh. Dimana ia mendahulukan perintah Allah dengan cara menaati perintah-Nya. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah yang meminta untuk menyembelih anaknya sendiri, yaitu Ismail. Padahal Ismail adalah keturunan yang ia tunggu-tunggu selama puluhan tahun,” kata Khofifah, dalam keterangannya, Senin (17/6/2024).
Gubernur Jatim periode 2019-2024 ini menjelaskan, Allah menurunkan perintah menyembelih Ismail melalui mimpi. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran Surat Ash Shaffat ayat 102, Allah Ta’ala berfirman, yang artinya ;
“Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku sedang menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar””.
Tokoh Nahdliyin Inspiratif versi Forkom Jurnalis Nahdliyin itu mengatakan, keikhlasan yang tinggi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail memberikan gambaran bahwa yang bagaimana derajat ketaqwaan sesungguhnya harus dilakukan seorang hamba Allah SWT.
“Dan saat Nabi Ibrahim membaringkan Nabi Ismail dan bersiap menyembelihnya anaknya sebagai perintah dari Allah SWT, maka Allah SWT menggantikan tubuh Nabi Ismail dengan seekor domba besar putih bersih dan tidak ada cacatnya,” ucap Khofifah.
Hal itu sebagaimana dijelaskan di Alquran Surat Ash-Saffat:107 وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ Yang artinya _”Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kisah Nabi Ibrahim menyembelih anaknya Nabi Ismail inilah yang menjadi dasar ibadah kurban yang dilakukan pada Hari Raya Idul Adha yaitu 10 Dzulhijah dan hari tasyrik 11-13 Dzulhijah.
“Setiap kita adalah ‘Ibrahim’ dan dan setiap Ibrahim punya ‘Ismailnya’. Ismailmu mungkin berwujud harta, mungkin jabatan, juga jabatan. Ismail kita adalah sesuatu yang kita sayangi di dunia. Ikhlaskan Ismail kita dengan berkurban demi meraih ketaqwaan di hadapan Allah,” tegasnya.
Di siai lain, Khofifah menjelaskan bahwa berkurban di Hari Raya Idul Adha memiliki banyak keutamaan. Salah satu keutamaan berkurban adalah dapat menambah amal kebaikan untuk bekal kehidupan di akhirat. Dalam keutamaannya, Allah akan memberikan pahala yang berlipat-lipat bagi setiap umat Muslim yang menggunakan sebagian hartanya untuk berkuban.
Bahkan dalam riwayat hadit disebutkan bahwa setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan. Dan hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat sebagai saksi dengan tanduk, bulu, dan kukunya.
“Dan Ibadah kurban tidak hanya bermanfaat untuk orang yang berqurban tapi secara tidak langsung juga bisa membantu fakir miskin dari kelaparan. Daging yang dibagikan dapat menghubungkan rasa kasih sayang dan kepedulian antara fakir miskin dengan pemberi kurban. Yang mana ini akan meningkatkan tingkat kesalehan sosial kita,” tegasnya. Akhirnya dari Makkatul Mukarromah saya mengucapkan Selamat Idul Adha 1445 H. (*)
Editor : M Fakhrurrozi