LAMONGAN - Kelangkaan pertalite dan tingginya harga yang terjadi di beberapa kecamatan di Kabupaten Lamongan, seperti Pucuk, Babat, Sugio, Kembangbahu, dan Sukodadi. Membuat para petani terpaksa beralih ke LPG 3 Kg sebagai bahan bakar diesel untuk mengairi sawah.
Menurut para petani, penggunaan LPG dirasa lebih murah dan menghemat biaya operasional, terutama di tengah kemarau panjang saat ini.
Dalam wawancara yang dilakukan pada Selasa (10/9/2024), Suharto, seorang petani dari Desa Kadung Rembug, Kecamatan Sukodadi, mengatakan bahwa harga pertalite yang tinggi membuatnya terpaksa beralih ke LPG. "Jika menggunakan pertalite, biayanya sangat mahal, apalagi pertalite sedang langka. Jadi terpaksa, kami harus menggunakan pertamax yang harganya jauh lebih tinggi. Kalau pakai LPG, kami bisa menghemat biaya," jelasnya.
Penggunaan LPG untuk diesel menjadi solusi efektif bagi petani. Dalam 24 jam, hanya dibutuhkan tiga tabung LPG ukuran 3 kg, yang masing-masing seharga Rp 20 ribu. Total biaya yang dikeluarkan hanya Rp 60 ribu.
Baca Juga : Harga Pertamax dan BBM Non Subsidi Turun Per 1 November 2023
Sedangkan, jika menggunakan pertalite, dalam waktu yang sama bisa menghabiskan 14 liter, dengan total biaya mencapai Rp 160 ribu. Hal ini membuat petani bisa menghemat hingga lebih dari Rp 100 ribu per hari.
Selain itu, para petani juga mengeluhkan sulitnya mendapatkan air akibat kemarau yang berkepanjangan. Mereka berharap pemerintah daerah bisa memanfaatkan embung dan lahan kosong untuk menampung air, guna mengantisipasi kekeringan di masa mendatang.
Inovasi penggunaan LPG sebagai bahan bakar diesel menjadi bukti adaptasi petani di Lamongan dalam menghadapi tantangan kelangkaan bahan bakar dan perubahan iklim. Para petani berharap ada solusi jangka panjang dari pemerintah untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar dan akses air di musim kemarau.
Editor : Iwan Iwe