JOMBANG - Rencana Kementerian Agama Republik Indonesia untuk meliburkan siswa selama bulan Ramadhan secara penuh mendapatkan penolakan dari sejumlah kiai pesantren di Jombang. Tokoh agama menilai, membebaskan siswa dari kegiatan pendidikan sebulan penuh akan membawa dampak negatif. Mereka mengusulkan agar selama Ramadhan, siswa tetap masuk sekolah dengan muatan materi keagamaan yang diperbanyak.
Salah satu pengasuh pondok pesantren yang menolak rencana Kementerian Agama tersebut adalah KH. Junaidi Hidayat. Pengasuh Pondok Pesantren Aqobah Internasional School (AIS) yang terletak di Desa Jombok, Kecamatan Ngoro, Jombang ini menilai dampak negatif dari meliburkan anak-anak akan semakin besar.
"Bulan Ramadhan sebaiknya dimanfaatkan untuk belajar dan beribadah, bukan diliburkan. Jika tidak, waktu siswa akan terbuang sia-sia karena kebingungan mencari kegiatan. Pengaruh gadget dan media sosial juga akan membuat mereka tidak terkendali. Kami lebih setuju jika kegiatan belajar diganti dengan program peningkatan kualitas keimanan, seperti pesantren kilat atau kegiatan keagamaan lainnya yang bermanfaat," jelas KH. Junaidi Hidayat selaku Pengasuh Pondok Pesantren AIS yang juga alumni Pondok Pesantren Tebuireng ini.
Menurutnya, pendidikan di sekolah seharusnya tetap berlangsung dengan penambahan materi keagamaan. Istilah 'libur' juga tidak seharusnya digunakan, karena akan membangun konotasi bahwa anak-anak hanya akan berlibur, bukan melanjutkan pendidikan.
Baca Juga : Warga Trenggalek Geruduk Kantor Desa, Tuntut Penuntasan Kasus Persetubuhan Santriwati
Hal senada juga disampaikan oleh KH. Zulfikar As’ad, Pengasuh Pondok Pesantren Darul ‘Ulum Rejoso, Peterongan, Jombang. Menurutnya, konotasi kata 'libur' akan membuat imajinasi anak-anak beralih untuk berlibur dan mengabaikan pendidikan. Apalagi jika mereka diliburkan selama sebulan penuh, KH. Zulfikar khawatir mereka akan kebingungan mencari kegiatan dan bisa memicu tindakan yang kurang bermanfaat.
"Saya harap peraturan tersebut masih wacana, karena libur selalu diartikan sebagai waktu berhenti belajar. Jika tetap masuk, kegiatan bisa disesuaikan dengan nuansa Ramadhan. Namun, jika diliburkan, kami akan mencari alternatif kegiatan berbasis Ramadhan, agar tetap mendukung kepentingan siswa." jelas KH. Zulfikar As'ad.
Para pengasuh pesantren ini lebih setuju jika bulan Ramadhan digunakan untuk kegiatan pendidikan. Terkait pengurangan materi umum, mereka berpendapat itu adalah masalah yang berbeda. Mereka meminta agar rencana pemerintah untuk meliburkan siswa selama Ramadhan benar-benar ditelaah dengan cermat demi kemanfaatan siswa.
Baca Juga : Konferwil XVIII NU Jatim, LPNU Tingkatkan Pendampingan Ekonomi Keumatan
Hingga saat ini, seluruh pengasuh pondok pesantren memastikan bahwa pendidikan dan pengajaran tetap berlangsung normal selama Ramadhan. Mereka tidak akan meliburkan siswa dan justru memanfaatkan bulan suci tersebut untuk memperbanyak pendalaman kegiatan keagamaan. (Saiful Mualimin/Intan Putri)
Editor : Iwan Iwe