SURABAYA - Pengadilan Negeri Surabaya kembali mendapat sorotan dari masyarakat pencari keadilan. Kali ini, sorotan terkait masih digelarnya sidang secara online. Padahal, pandemi Covid 19 telah berakhir dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor : 24 Tahun 2023 status pendemi Covid-19 telah berakhir, sehingga tidak diwajibkan memakai masker dan tidak menjaga jarak.
Yusron Marzuki, salah satu praktisi hukum di Surabaya menilai kebijakan masih digelarnya sidang secara online di PN Surabaya memang aneh. Hal ini dikarenakan pandemi sudah berakhir. Yusron menilai kebijakan sidang online ini merugikan terdakwa.
“Sidang online ini lahir berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor: 4 tahun 2020 saat terjadinya pandemi COVID-19. Dan pada Tahun 2023 terbit Kepres Nomor : 17 tahun 2023 tentang status pendemi Covid-19 telah berakhir," terang Yusron.
Yusron menambahkan, kebijakan sidang online di PN Surabaya tidak hanya dikeluhkan masyarakat pencari keadilan, tapi juga kuasa hukum, Jaksa dan Hakim. Padahal, lanjut Yusron, sidang di PN Gresik dan Sidoarjo sudah berlangsung offline.
Baca Juga : PN Surabaya Masih Gelar Sidang Online, Praktisi Hukum Sebut Merugikan Terdakwa
"Untuk penerapan sidang offline, sudah dilakukan di beberapa Pengadilan Negeri seperti Gresik, Lamongan dan Sidoarjo, bahkan di Jakarta sendiri sudah menerapkan itu. Kalau di PN Surabaya saya tidak menyebutkan hanya melakukan sidang online, tapi hybrid atas permintaan khasa hukum," tambahnya.
Dosen Fakultas Hukum Universita Narotama Surabaya tersebut menambahkan, dengan bermakhirnya Pandemi dan dikeluarkannya Keppres Nomor : 17 Tahun 2023, seharusnya kembali pada Undang undzng. Nomor 48 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung sidang terbuka untuk umum.
"Dalam UU Nomor : 48 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung itu, sidang digelar secara terbuka, terdakwa dihadirkan dimuka persidangan itu wajib sebagaimana perintah dalam Kuhap," tegasnya.
Melalui sidang online, menurut Yusron terdakwa sangat dirugikan karena tidak dapat membantah keterangan dari saksi yang dapat menyudutkan atas keterangan yang tidak berkesesuaian sesuai fakta.
"Saat keterangan saksi, terdakwa hanya bisa mendengarkan yang bisa saja suaranya kurang jelas. Sementara dalam sidang offline, terdakwa bisa berdiskusi denga. Kuasa hukum saat adanya keterangan yang tidak berkesesuaian, jadi yang sangat dengan sidang online sangat merugikan kepentingan hukum terdakwa," jelasnya.
Disinggung apakah Perma Nomor : 4 Tahun 2020 harus dicabut untuk menggelar sidang secara offline , Yusron menegaskan Perma tersebut secara otomatis gugur dengan keluarnya Keppres.(Ayul Andhim)
Editor : M Fakhrurrozi