Menu
Pencarian

Negeri Para Oplosan

Arif Junaidi - Minggu, 2 Maret 2025 16:16
Negeri Para Oplosan
Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan. (Foto: Istimewa)

SURABAYA - Kasus Pertamax oplosan cukup menghebohkan. Berseliweran di fyp tiktok. Begitu juga di timeline X dan media mainstream. Masyarakat banyak yang merasa ditipu. Bukan lagi ditipu mentah-mentah, tapi ditipu matang-matang.

Pertamax yang mereka beli ternyata dioplos Pertalite. Keduanya tentu beda. Beda harga, sekaligus beda komposisi RON-nya. Pertamax RON 92, lebih tinggi dibandingkan Pertalite yang hanya RON 90.

Di pasaran, harga Pertalite dijual Rp 10 ribu perliter. Sisanya disubsidi pemerintah. Sementara, Pertamax sebagai BBM non subsidi dijual antara Rp 12 ribu hingga Rp 13.500 per liter, tergantung wilayahnya.

Ironisnya, aksi curang ini sudah dilakukan bertahun-tahun sejak tahun 2018. Kabarnya kerugian negara jika ditotal bisa mencapai hampir Rp 1.000 Triliun, atau tepatnya Rp 968,5 Triliun. Jika dikumpulkan bisa segunung.

Baca Juga :   Dukung Pengembangan Energi Terbarukan Bea Cukai Sidoarjo Berikan Fasilitas Pembebasan Cukai Etil Alkohol

Kasus ini terbongkar setelah Kejaksaan Agung mengumumkan nama para tersangka pada Senin, 24 Februari 2025 di Jakarta. Awalnya penyidik menetapkan 7 orang tersangka, namun bertambah 2 orang sehingga totalnya 9 tersangka.

Mereka diantaranya Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK), VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga. Edward Corne (EC), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina International Shipping , Yoki Firnandi (YF), Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International, Agus Purwono (AP), Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo (GRJ), Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin (SDS), dan Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati (DW).

Posisi dan jabatan para tersangka bukan kaleng-kaleng. Rata-rata mereka adalah direktur dan komisaris perusahaan. Bukan perusahaan kelas tempe, tapi perusahaan besar yang isinya ‘daging semua’. Lahan basah yang tentunya bergelimang harta.

Baca Juga :   Pertamina Tegaskan Tidak Ada Pengoplosan dan Kualitas Pertamax Sesuai Spesifikasi

Bagaimana tidak, berdasarkan laporan keuangan Tahun 2023 PT Pertamina Patra Niaga, kompensasi untuk manajemen kunci, seperti dewan direksi dan komisaris bahkan bisa mencapai US$ 19,1 juta dollar AS. Jumlah ini setara Rp 312 miliar (asumsi kurs Rp 16.370 per dolar AS).

Tahun 2023, Pertamina Patra Niaga memiliki 7 anggota dewan komisaris dan 7 anggota dewan direksi. Jika kompensasi manajemen kunci itu dibagi rata, maka setiap individu diperkirakan menerima penghasilan sekitar US$ 1,36 juta atau sekitar Rp 21,8 miliar per tahun. Setara dengan gaji Rp 1,8 miliar per bulan.

Nilai yang fantastis bagi seseorang yang hidup di Indonesia. Bisa dibuat modal biaya hidup 9 turunan dengan gaya hidup biasa-biasa saja. Asal tidak main judi, apalagi ditambah main wanita dan gaya hidup hedon. Tentu gaji segitu dianggap kurang. Sehingga hal itu bisa memicu perbuatan curang aksi main oplos-oplosan.

Baca Juga :   Sambut Bulan Ramadhan, Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus Salurkan Santunan Rangkaian HUT ke-28

Tapi di negeri ini, sepertinya hal yang berbau oplosan itu sudah dianggap biasa. Tak jarang kita mendengar atau membaca berita tentang miras oplosan, minyak goreng oplosan, skin care oplosan, hingga cat oplosan. Namun yang perlu diwaspadai adalah beras oplosan. Mendekati ramadhan dan lebaran, biasanya praktek curang beras oplosan ini semakin marak karena memang permintaannya cukup tinggi.

Sebenarnya tidak masalah jika penjual beras oplosan jujur dan menjualnya dengan harga wajar. Yang jelas harganya harus dibawah harga beras premium. Celakanya, pedagang seperti ini hanya bisa dihitung jari. Alih-alih menjualnya dengan harga murah, beras oplosan tadi tetap dijual dengan harga premium. Tentu hal ini merugikan. Masyarakat cenderung ditipu. Entah pelakunya pedagang sendiri atau justru agen besar.

Tak perlu kaget. Budaya oplos mengoplos ini tampaknya juga dilakukan para elit-elit pemimpin di negeri ini. Mulai koalisi partai politik oplosan hingga membentuk kabinet oplosan. Semua demi apa coba kalau bukan demi kepentingan (atas nama rakyat). Entah itu kepentingan diri sendiri, kepentingan partai politik hingga kepentingan keluarganya. Jangankan aturan hukum yang sudah ada, etika dan moral saja dilanggar demi koalisi oplosan.

Baca Juga :   Pemuda Dikeroyok di SPBU Terima Hadiah Pertamax Gratis dari Pertamina

Tapi sudahlah, kabinet oplosan juga sudah dibentuk. Koalisi oplosan pun mendukung. Yang terbaru Danantara juga sudah dilahirkan. Bayi kebanggaan pemimpin ‘kabinet oplosan’ itu diyakini bisa membuat negeri ini makmur. Apalagi, lahirnya juga dibarengi dengan terbongkarnya kasus Pertamax oplosan yang merugikan negara hampir seribu triliun. Semoga kasus-kasus oplosan yang lain segera menyusul. (*)

Editor : M Fakhrurrozi






Berita Lain



Berlangganan Newsletter

Berlangganan untuk mendapatkan berita-berita menarik dari PortalJTV.Com.

    Cek di folder inbox atau folder spam. Berhenti berlangganan kapan saja.