JAKARTA - Film dokumenter Dirty Vote yang berusaha membongkar desain kecurangan pemilu 2024 mendapatkan reaksi keras dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran. Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Habiburokhman mempertanyakan keahlian tiga pakar hukum tatanegara, yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari, yang tampil dalam film tersebut.
“Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yg ada di film tersebut,” kata Habiburokhman dalam konferensi pers yang digelar tidak lama setelah Dirty Vote tayang di YouTube pada hari pertama masa tenang atau Minggu, 11 Februari 2024, pukul 11.11 WIB.
“Dan saya kok merasa sepertinya ada tendensi, keinginan, untuk mensabotase pemilu,” kata Habiburokhman, kemudian sedikit meralat. “Buka mensabotase lah ya, mendegradasi pemilu dengan narasi yang tidak berdasar,” katanya.
Lantas, seperti apa sih profil dan sepak terjang ketiga pakar hukum tatanegara yang tampil di Dirty Vote?
Baca Juga : TKN Prabowo-Gibran Tanggapi Film Dirty Vote: Fitnah, Narasi Kebencian, dan Tidak Ilmiah
Baru-baru ini Zainal Arifin Mochtar dikenal dengan idenya untuk memincangkan kekuasaan lembaga kepresidenan menjelang Pemilu. Gagasan tersebut merespons potensi penyalahgunaan kekuasaan presiden jelang pencoblosan.
Baca Juga : Ini Profil Tiga Pakar Hukum di Film Dirty Vote yang Kapasitasnya Diragukan TKN Prabowo-Gibran
Zainal merupakan dosen Hukum Tata Negara UGM sejak 2014. Pria kelahiran Makassar, 8 Desember 1978, ini pernah menjadi anggota Tim Task Force Penyusunan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (2007), Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT), dan menjadi anggota Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Penghobi lari ini merupakan lulusan Fakultas Hukum UGM pada 2003. Gelar masternya dia raih Northwestern University, AS, pada 2006. Sedangkan gelar doktor dia dapatkan dari UGM pada 2012.
Selain mengajar dan menjadi pegiat antikorupsi, pria yang akrab dipanggil Uceng ini juga pernah menjadi Anggota Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2015-2017 dan Komisaris PT Pertamina EP pada 2016-2019. Dia juga ditunjuk sebagai Anggota Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada 2022. Zainal juga menjadi Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan (2023-2026).
Bivitri Susanti merupakan salah satu ahli yang didengar Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pemeriksaan tentang gugatan batas usia capres dan cawapres. Perempuan kelahiran 5 Oktober 1974 itu merupakan pakar hukum dan tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera. Bersama sejumlah rekan, Bivitri mendirikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), sebuah lembaga penelitian dan advokasi reformasi hukum yang dipicu tragedi Mei 1998.
Bivitri Susanti adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1999. Dia lantas mendapatkan beasiswa Chevening dan meraih Master of Law dengan predikat with distinction pada 2002 dari Universitas Warwick, Inggris. Bivitri meraih gelar. Gelar doktornya dia rengkuh dari University of Washington School of Law, AS.
Pada 2018, dia menerima Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara. Bivitri berperan dalam penulisan Cetak Biru Pembaruan Peradilan, Tenaga Ahli untuk Tim Pembaruan Kejaksaan (2005-2007), dan Tenaga Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah (2007-2009). Bivitri juga aktif melakukan advokasi berbagai undang-undang.
3. Feri Amsari
Feri Amsari merupakan dosen hukum tatanegara di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Pria kelahairan Padang, 2 Oktober 1980 tersebut merupakan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) di almamaternya.
Lulus S1 dari Fakultas Hukum Universitas Andalas pada 2008, Feri meraih gelar magister dari kampus yang sama dengan predikat cumlaude. Feri kemudian meraih gelar master di William and Mary Law School, Virginia, AS.
Feri telah menuangkan pemikirannya dalam beberapa buku, antara lain, Perubahan UUD 1945: Perubahan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi, Perubahan UUD 1945, dan Pembaruan Partai Politik di Indonesia: Demokrasi Internal Partai Politik. (sof)
Editor : Sofyan Hendra