Olahraga lari kini berevolusi menjadi gaya hidup baru bernama “Pelari Kalcer” yaitu gabungan antara culture dan lari cepat yang menggambarkan tren pelari urban memadukan olahraga, fashion, dan media sosial sebagai identitas digital.
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, lari bukan lagi sekadar soal kebugaran, tetapi juga tampilan dan eksistensi sosial, menghadirkan semangat hidup aktif sekaligus tekanan gaya hidup konsumtif.
Pelari kalcer adalah sebutan bagi pelari yang menjadikan olahraga lari bukan sekadar aktivitas fisik, tetapi juga bagian dari gaya hidup dan ekspresi diri. Mereka memiliki ciri khas yang membedakan dari pelari biasa, di antaranya:
Fenomena pelari kalcer tidak hadir begitu saja. Ada sejumlah faktor yang mendorong tren ini berkembang pesat di kalangan masyarakat urban, yaitu
Baca Juga : Tingkatkan Gaya Hidup Sehat, Bank Jatim Gelar JConnect Run 2024
- Perubahan Budaya Olahraga Menjadi Gaya Hidup
Aktivitas lari kini bukan sekadar olahraga atau rutinitas fisik, melainkan bagian dari identitas sosial dan simbol status di perkotaan.
- Pengaruh Media Sosial dan Digitalisasi Aktivitas
Platform seperti Instagram, TikTok, hingga Strava mengubah cara orang memaknai lari. Aktivitas ini tidak lagi hanya soal jarak dan kecepatan, tetapi juga tentang tampilan visual dan gaya personal.
- Tumbuhnya Kelas Menengah Urban
Peningkatan daya beli mendorong masyarakat untuk berinvestasi dalam perlengkapan olahraga premium serta mengikuti tren gaya hidup yang dianggap modern dan aspiratif.
- Peran Komunitas dan Event Lari
Beragam event lari dan komunitas running crew menjadi wadah ekspresi diri, memperkuat rasa kebersamaan, sekaligus memperluas jejaring sosial para pelari.
Fenomena ini tentu punya dua sisi. Dampak positifnya, banyak orang terdorong untuk mulai berlari dan hidup aktif. Komunitas lari tumbuh pesat, dan ekonomi kreatif di sekitarnya ikut bergerak.
Namun, di sisi lain, muncul kritik bahwa penampilan mulai menggeser esensi olahraga. Beberapa pelari lebih fokus pada outfit dan dokumentasi ketimbang latihan yang konsisten. Tekanan untuk tampil keren pun bisa memicu gaya hidup konsumtif.
Pelari kalcer menunjukkan bagaimana olahraga kini melebur dengan estetika dan identitas digital. Asal tetap seimbang antara “gaya” dan “gerak”, tren ini bisa jadi jalan baru menuju gaya hidup aktif yang menyenangkan bukan sekadar tren sesaat untuk konten. (Nevenia)
Editor : M Fakhrurrozi



















