Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Timur 2024 menghadirkan tiga calon perempuan yang dijuluki sebagai "3 Srikandi." Munculnya fenomena ini tidak hanya menarik perhatian publik, tetapi juga memicu perdebatan mengenai posisi perempuan dalam politik di Indonesia. Khofifah Indar Parawansa, Tri Rismaharini, dan Luluk Nur Hamidah adalah tokoh-tokoh perempuan yang kompeten dan berdaya saing dalam kontestasi ini. Namun, pertanyaannya: apakah kehadiran mereka sebagai pemimpin dapat memberikan kontribusi nyata bagi perubahan, atau sekadar gimmick politik?
Kehadiran tiga kandidat perempuan ini jelas memberikan harapan baru bagi banyak pihak yang memperjuangkan kesetaraan gender. Bagi masyarakat yang mendambakan perubahan dalam struktur politik yang cenderung konvensional, munculnya perempuan sebagai calon pemimpin daerah memberikan nuansa baru. Harapannya, perempuan dapat menghadirkan gaya kepemimpinan yang lebih inklusif, peka terhadap isu-isu sosial, serta mampu menghadapi tantangan dengan sudut pandang yang berbeda.
Membaca Rekam Jejak, Apakah Sudah Sesuai dengan Tuntutan Rakyat?
Rekam jejak menjadi indikator penting dalam menilai kredibilitas seorang calon pemimpin. Ketiga Srikandi ini memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari politisi berpengalaman, pemimpin daerah, hingga tokoh baru yang menarik perhatian publik. Mereka memiliki visi dan misi yang berfokus pada isu-isu strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Namun, yang menjadi pertanyaan: apakah mereka benar-benar memiliki rencana yang jelas dan kemampuan untuk melaksanakan program-program tersebut? Seberapa relevan pengalaman mereka dalam menghadapi tantangan ketika memimpin Jawa Timur nantinya?
Baca Juga : Generasi Muda Lelah dengan Janji Kosong, Ingin Aksi Nyata di Pilkada
Selama bertahun-tahun, pemilihan umum, termasuk Pilkada, sering kali hanya dilihat dari angka partisipasi. Para calon berusaha keras untuk meningkatkan dukungan dan popularitas. Namun, seringkali yang terlupakan adalah bahwa setiap angka tersebut merepresentasikan harapan masyarakat akan kehidupan yang lebih baik.
Ketiga calon ini tentu mewakili harapan rakyat Jawa Timur. Dalam masyarakat yang masih didominasi laki-laki, keberanian perempuan untuk maju dalam dunia politik adalah langkah monumental. Namun, penting untuk menganalisis lebih dalam apakah mereka memiliki kapasitas dan visi yang memadai untuk menjalankan tanggung jawab tersebut.
Pilkada seharusnya tidak hanya berfokus pada siapa yang paling dikenal atau paling menarik di media, tetapi pada siapa yang benar-benar dapat membawa perubahan signifikan. Keputusan ada di tangan rakyat: apakah kita akan memilih berdasarkan kerja nyata atau hanya terpengaruh oleh citra yang ditampilkan media? Sebagai masyarakat, kita harus tetap kritis dan tidak terjebak dalam euforia atau pencitraan paslon. Mari kita jadikan Pilkada ini sebagai momentum berharga bagi perempuan untuk menjadi agen perubahan sejati. (*)
Baca Juga : Pilkada 2024: Penyandang Disabilitas di Persimpangan Omong Kosong dan Kotak Kosong
*) Linda Srinita, mahasiswa yang suka nulis tentang Pop Culture di Medium. Hapal setengah isi alat di kantong doreamon dan berada di barisan tim Nobita-Shizuka. Paling anti dengan pemerintahan oligarki.
**) Penulis adalah salah satu peserta magang JTV Digital periode September-Desember 2024.
Baca Juga : Saatnya Memilih Pemimpin Berintegritas untuk Masa Depan Jawa Timur
Editor : Iwan Iwe