SURABAYA - Tragedi ambruknya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, menyiratkan duka bagi semua, termasuk Dr. Lia Istifhama, anggota DPD RI.
Bahkan, duka mendalam ini diungkapkan senator asal Surabaya lewat puisi. Dan, berikut puisi yang diciptakan senator yang akrab disapa Ning Lia ini.
Duhai anak anakku sayang
Kalian pelita kehidupan
Pencari ilmu penuh kesantunan
Duhai anak anakku sayang
Teruslah kalian menjadi pijaran cahaya
Cahaya ilmu penuh kemuliaan
Tetaplah bersinar kalian yang kini menginjak surga
Bisikkan dalamnya cinta
Tuk ayah bunda yang kau tinggalkan
Hadiahkan atas kerinduan mereka
Lambaian tangan di pintu surga
Yang kelak menyantukan kalian
Dan kalian yang kini tengah berjuang
Mencari ilmu dalam nuansa penuh beda
Maka tetaplah terjaga senyum muliamu
Anak anakku sayang yang mungkin kini tampak beda
Ketahuilah bahwa kalian begitu tangguh nan hebat
Kalian manusia pilihan tuk sampaikan pesan kehidupan
Bahwa kalianlah pemenang atas ketegaran
Sedangkan kami hanyalah penabur doa penuh harapan
Tuk kalian pelita bangsa penuh kebanggaan dan kebahagiaan
Maka tetaplah bahagia
Anak anak santri pelita kehidupan
Karena setiap senyummu selalu kami nantikan
Puisi penuh haru tersebut, disampaikan senator Lia atas inspirasi yang ia dapatkan saat mengunjungi korban serta melihat secara langsung situasi wali santri di RS Bhayangkara saat menunggu hasil identivikasi korban.
“Begitu banyak kisah penuh haru dengan hikmah yang begitu besar, yang menjadi bentuk nyata, bahwa para santri dan wali santri adalah orang-orang pilihan. Mereka memiliki jiwa begitu besar, ketegaran yang hanya sedikit orang memilikinya,” jelas ning Lia, Jumat (10/10/2025).
“Kebetulan, saya saat meihat situasi di RS Bhayangkara, disana para wali santri menunggu proses identivikasi dari setiap temuan jenazah yang mana sudah lebih satu minggu ditemukan, mengingat proses evakuasi baru terhenti di hari kesembilan. Jadi kita sama-sama bisa berpikir, sejauh mana sulitnya proses identivikasi jenazah syuhada’ yang tertimbun reruntuhan.”
“Tentu kesedihan begitu mendalam para wali santri, bukanlah kesedihan yang dapat terobati, melainkan melalui pertolongan Allah SWT, yaitu ketegaran dan keihklasan. Dan mereka memang terlihat begitu tegar, masya Allah. Saya sangat mengagumi para wali santri. Mereka orang tua hebat. Bahkan sama-sama kita ketahui, ada dari mereka yang menolak santunan karena mereka memiliki jiwa yang begitu besar untuk menggapai sebuah keikhlasan,” tambahnya.
Keharuan yang dirasakannya pun belum berkesudahan tatkala hingga berita ini ditulis, masih terdapat 19 jenazah belum teridentifikasi.
“Saya sebagai sama-sama orang tua yang juga memiliki anak tinggal di Pondok Pesantren, hingga kini masih merasakan empati besar, sekalipun saya tidak bisa melakukan sesuatu hal untuk menghapus duka yang begitu mendalam para wali santri korban ambruk tersebut. Terlebih saat ini masih proses identifikasi 19 jenazah, maka kita tentu berdoa para wali santri yang menunggu hasil dari tim DVI terkait putra-putra tercintanya, senantiasa dalam ketegaran.”
Ning Lia pun memberikan ungkapan kekaguman dari para santri yang selamat setelah tertimbun beberapa hari.
“Saya mengunjungi beberapa korban, diantaranya Ananda Haikal, yang berhasil dievakuasi setelah tiga hari tertimbun. Ada begitu banyak kisah haru yang saya kira setiap manusia yang memiliki sisi humanisme, menitikkan air mata. Dimana Ananda tersebut sampai kini masih dalam perawatan dokter, serta harus diamputasi kaki kiri. Dan bukan hanya Haikal, masih ada santri lainnya, seperti Nur Ahmad yang diamputasi di tengah runtuhan, yang mana semuanya harus tetap tangguh pasca musibah. Mereka semua insan pilihan,” pungkasnya. (*)
Editor : M Fakhrurrozi