SURABAYA - Kongres ke-2 Indonesia Thyroid Association (inaTA) berlangsung di Hotel Sheraton Surabaya pada 11–12 Oktober 2025. Kegiatan tersebut menghadirkan pakar endokrinologi dari seluruh Indonesia dan delegasi Korea Selatan. Salah satu isu utama yang dibahas adalah penyakit gondok, yang dinilai masih diremehkan masyarakat meski dampaknya sangat serius terhadap kesehatan.
Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. Dante Saksono Harbuwono, dalam sesi ilmiah menyampaikan bahwa gondok merupakan masalah sosial yang perlu perhatian lebih.
“Setiap tahun angka kejadian meningkat. Gondok bisa memicu diabetes, kolesterol tinggi, gangguan kesuburan, bahkan penyakit jantung,” ujarnya.
Gondok Bukan Gondongan
Masyarakat kerap keliru membedakan antara gondok dan gondongan. Gondok adalah gangguan hormon tiroid (T3 dan T4) akibat defisiensi yodium, sedangkan gondongan atau parotitis epidemika adalah pembengkakan di pipi akibat infeksi virus.
Kelenjar tiroid, atau gondok, merupakan salah satu organ endokrin terbesar di tubuh manusia. Terletak di leher bagian depan, tepat di bawah jakun, bentuknya menyerupai dasi kupu-kupu. Dalam kondisi normal, beratnya hanya 2–4 gram dan tidak tampak dari luar.
Fungsi utama kelenjar tiroid adalah menghasilkan hormon T3 dan T4 yang mengatur metabolisme tubuh, penggunaan vitamin, serta pertumbuhan jaringan. Gangguan pada tiroid terbagi menjadi tiga kondisi: eutiroid (normal), hipertiroid (berlebihan), dan hipotiroid (kurang).
Hipotiroid: Metabolisme Lambat, Kolesterol Tinggi
Hipotiroid terjadi ketika aktivitas tiroid menurun, biasanya karena kekurangan yodium atau faktor genetik. Gejalanya meliputi tubuh dingin dan lembab, berat badan naik meski makan sedikit, suara serak, rambut dan kulit kering, serta gangguan konsentrasi dan daya ingat. Kolesterol darah juga cenderung sangat tinggi meski sudah diet.
Kondisi ini menyebabkan metabolisme melambat, tubuh mudah lelah, sering mengantuk, dan bisa terjadi pembengkakan di beberapa bagian tubuh. Penumpukan kolesterol jahat akibat hipotiroid meningkatkan risiko serangan jantung.
Hipertiroid: Kurus, Gelisah, dan Mata Menonjol
Sebaliknya, hipertiroid adalah kondisi kelebihan hormon tiroid. Penderita biasanya hiperaktif, gelisah, berkeringat berlebihan, dan sulit tidur. Gejala khas lainnya adalah bola mata menonjol, tangan gemetar, dan berat badan turun meski makan banyak.
Efek lanjut dari hipertiroid bisa sangat serius, seperti oftalmopati Graves, keguguran, eklampsia, gangguan jantung, osteoporosis, dan bahkan hipotiroidisme sekunder. Pemeriksaan medis sangat dianjurkan jika mengalami gejala tersebut.
Yodium Rendah, Gondok Tinggi
Di Indonesia, banyak daerah pegunungan dan dataran tinggi mengalami defisiensi yodium. Akibatnya, pembesaran kelenjar gondok menjadi endemik. Angka nasional gondok masih berada di 9,8%, jauh di atas standar WHO yang menetapkan batas maksimal 5%. Di beberapa provinsi seperti Maluku, NTT, dan Sumatera Barat, prevalensinya bahkan mencapai 30%.
Operasi Gondok: Perlu atau Tidak?
Pembesaran gondok yang tidak terlalu besar dan tidak mengganggu sebaiknya tidak dioperasi. Operasi berisiko merusak saraf pita suara dan mengangkat kelenjar anak gondok, yang bisa memicu kejang berbahaya jika tidak ditangani dalam waktu enam jam.
Jangan Keliru Diagnosa
Kesalahan umum dalam membedakan hipertiroid dan hipotiroid adalah hanya melihat kadar T3 dan T4. Padahal, indikator utama adalah hormon TSH. TSH tinggi menandakan hipotiroid, sedangkan TSH rendah menunjukkan hipertiroid.
Kedua kondisi sama-sama berbahaya dan dapat memengaruhi kesuburan, fungsi otot, daya pikir, serta kesehatan jantung. Karena itu, kelenjar gondok sebagai organ vital harus dijaga. Jika mengalami gejala, segera konsultasikan ke dokter. (*)
Editor : A. Ramadhan