JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai bahwa kepemipinan global menunjukkan tren usia yang lebih muda. Dengan demikian secara kompetensi usia muda dinilai sudah siap memangku jabatan kepala negara/pemerintahan.
“Secara komparatif dengan negara lain, tidak sedikit presiden atau wakil presiden dan perdana Menteri yang berusia di bawah 40 tahun ketika dilantik atau menjabat,” kata hakim MK Guntur Hamzah dalam pembacaan putusan di Mahkamah Konstitusi, Senin (16/10/2023). “Tren kepemimpinan global semakin cenderung ke usia yang lebih muda,” tambah Guntur.
Mahkamah lantas menyebut sederet pemimpin global yang mulai menjabat di usia muda. Antara lain, Presiden Cile Gabriel Boric (menjabat di usia 35 tahun), Presiden Kosovo Vjosa Osmani (menjabat di umur 37), Presiden Prancis Emmanuel Macron (menjabat di usia 39 tahun).
“Dengan demikian dalam batas penalaran yang wajar, secara rasional, usia di bawah 40 tahun dpaat saja, incertus tamen, menduduki jabatan baik sebagai presiden maupun wakil presiden sepanjang memenuhi kualifikasi tertentu yang setara,” ujar Guntur.
Baca Juga : MK: Capres-Cawapres Boleh di Bawah 40 Tahun, Asalkan Pernah Jadi Kepala Daerah
Sebelumnya, MK menyatakan batas usia capres dan cawapres tetap 40 tahun kecuali sudah berpengalaman di jabatan yang dipilih lewat pemilu. Termasuk kepala daerah. Dengan putusan ini, Gibran Rakabuming Raka, wali kota Solo, putra presiden Jokowi, yang disebut-sebut akan menjadi bacawapres, bisa lolos menjadi calon.
Kepastian tersebut terjadi setelah Mahkamah mengabulkan sebagian mahasiswa UNS Bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Secara lebih tegas, MK menuliskan norma hukum baru sehingga pasal 169 huruf q UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk kepala daerah”.
“Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RI sebagaimana mestinya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, Senin (16/10/2023).
Gugatan mahasiswa UNS ini sebenarnya mirip dengan yang diajukan Partai Garuda yang sebelumnya ditolak Mahkamah. Namun Mahkamah menilai ada ambiguitas pada gugatan Partai Garuda yang menyebutkan syarat alternatif berpengalaman sebagai penyelenggara negara.
Dalam gugatan versi mahasiswa UNS, yang dimohonkan dianggap lebih jelas karena terkait dengan jabatan yang juga sama-sama dipilih melalui pemilu.
Dalam putusan ini, ada dua hakim yang memberikan alasan berbeda, yakni hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. Terdapat pula empat hakim yang memberikan pendapat berbeda (disseting opinion), yaitu hakim konstitusi Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo. (sof)
Editor : Sofyan Hendra