BANYUWANGI - Masyarakat adat Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi menggelar ritual Puter Kayun, Rabu (9/4/2025).
Ritual ini merupakan napak tilas mengenang leluhur, dimana masyarakat adat akan berbondong-bondong dari kampung menuju Watu Dodol yang jaraknya sekitar 17,8 kilometer.
Dokar atau andong menjadi ikon dalam ritual ini. Biasanya ada belasan dokar yang digunakan menjadi sarana transportasi menuju watu dodol yang menjadi lokasi ritual.
Namun beberapa tahun belakang jumlah dokar yang digunakan dalam ritual terus berkurang. Bahkan kali ini hanya menggunakan satu dokar saja.
Ketua Adat Boyolangu, Slamet Darmadi mengatakan meski jumlah dokar terus berkurang, tapi tidak menganggu kekhidmatan prosesi ritual. Dokar hanyalah simbol sebab dulunya masyarakat Boyolangu banyak bekerja sebagai kusir.
"Di Boyolangu dokarnya hanya tinggal 2 saja. Menurunnya jumlah dokar ini dikarenakan hampir punahnya profesi kusir di sini," terang Slamet.
Selain karena faktor minimnya jumlah dokar, berkurangnya dokar yang digunakan juga karena faktor biaya. Biasanya meski di kampung minim dokar, panitia memilih menyewa dokar dari luar kampung.
"Di tahun 2023 itu sampai 17 dokar. Karena anggarannya minim jadi saat ini seadanay. Satu dokar itu harga sewanya Rp 750 ribu. Penyelanggaraan tahun ini anggarannya minim sehingga diputuskan tidak menyewa dari luar. Kita maksimalkan yang ada," tegasnya.
Meski tanpa dokar masyarakat tetap menjalani ritual selamatan ke Watu Dodol dengan mengendarai kendaraan pribadi masing-masing. Baik itu kendaraan minibus maupun roda dua.
"Meski begitu masyarakat tetap antusias dan khidmat menjalani ritual ini. Karena esensinya bukan berada pada dokar tapi napak tilasnya," terang Slamet.
Slamet menjelaskan ritual puter kayun merupakan tradisi napak tilas Masyarakat Boyolangu dengan cara beramai- ramai dari Kelurahan Boyolangu menuju Watudodol untuk menggelar selamatan.
Tradisi ini digelar setahun sekali tepatnya hari ke -10 bulan Syawal. Namun sejak 4 hari sebelumnya digelar rangkaian acara seperti khotmil quran, selamatan kampung, ziarah makam leluhur, pawai budaya dan diakhiri dengan napak tilas atau Puter Kayun.
Napak tilas ini, kata Slamet, bertujuan untuk mengenang leluhur setempat yakni Buyut Jakso atau yang dikenal Ki Martojoyo yang disebut berjasa dalam membuka akses jalan Banyuwangi Utara.
"Puter Kayun ini merupakan puncak dari rangkain tradisi itu. Ini merupakan sebagai wujud rasa syukur masyarakat Boyolangu kepada Allah SWT atas rizki dan kesehatan yang diberikan selama ini serta mengenang jasa para leluhur," tegasnya.
Slamet juga masih bersyukur hingga kini tradisi ini tetap lestari. Banyak anak muda dari Boyolangu yang masih antusias mengikuti ritual ini.
Handoko Khusumo
Editor : JTV Banyuwangi