SURABAYA - Penerapan QRIS sebagai pembayaran parkir di Surabaya kini jadi polemik. Penolakan juru parkir atau jukir kini menjadi permasalahan baru di tema lama yang tak kunjung tuntas.
Sosialisasi penerapan pembayaran parkir sistem non-tunai atau QRIS serta parkir berlangganan tak lagi searah dengan keinginan para juki. Program retribusi parkir tepi jalan pemerintah kota bersistem digital dianggap para jukir justru menurunkan pendapatan harian mereka.
Para jukir surabaya dalam Paguyuban Jukir Surabaya atau PJS menginginkan regulasi yang jelas sebelum sistem diberlakukan. Mereka khawatir penggunaan QRIS justru menurunkan pendapatan.
Realita terjadi saat para juru parkir di sepanjang jalan Tunjungan, Surabaya menolak sistem parkir tersebut. Bahkan konflik antara juru parkir di Jalan Tunjungan dengan Dinas Perhubungan Kota Surabaya mendadak viral di media sosial saat sistem parkir digital itu disosialisasikan.
Baca Juga : Wali Kota Surabaya Terbitkan Surat Edaran Kewaspadaan Penyebaran Mpox
”Banyak yang enggak setuju, alasannya karena pendapatan (berkurang),” kata Supardi, salah satu juru parkir.
Saat ditemui media ini, Supardi mengaku baru mendapatkan 60 ribu dari biasanya Rp 100 ribu. Sementara dia harus menyetor ke Dinas Perhubungan Kota Surabaya sebanyak Rp 160 ribu.
Hal senada juga diungkapkan oleh Jaya. Ia juga tidak setuju dengan kebijakan karena pendapatannya juga berkurang. Terlebih dia harus membagi dengan rekannya.
Baca Juga : Eri Cahyadi Ngevlog di IKN, Bicara Surabaya Jadi Hub Bagi Ibukota Baru
Sementara itu, Pemerintah Kota Surabaya, justru menganggap penerapan sistem parkir berlangganan dan nontunai ini mengoptimalkan pendapatan asli daerah dan mencegah parkir liar.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi bahkan meminta dinas perhubungan mengevaluasi dan mendata titik-titik lokasi parkir. Di samping menerapkan parkir melalui pembayaran QRIS, Eri meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan PAD Surabaya.
Hasil rekomendasi BPK adalah semua restoran atau tempat makan di Surabaya harus menyediakan tapping atau alat pembayaran untuk parkir.
Baca Juga : Jelang Kick Off, Wali Kota Eri Ajak Masyarakat Ramaikan AFF U-19
“Saya melakukan parkir dengan QRIS, atau parkir berlangganan untuk menaikkan pendapatan mereka secara jelas,” kata Eri Cahyadi.
Wali Kota Eri telah meminta Dishub Surabaya memastikan tidak ada lagi juru parkir alias jukir yang menarik retribusi parkir di atas ketentuan yang telah ditetapkan.
Bahkan di tahun 2024, Dinas Perhubungan akan menerapkan parkir zona di 97 ruas jalan yang terbagi dalam 14 kawasan zona.
Baca Juga : Wali Kota Eri Siapkan Sanksi Tegas ASN Terlibat Judi Online
Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah
Pemerintah Kota Surabaya menerapkan sistem parkir berlangganan dan nontunai ini bertujuan agar pendapatan asli daerah bisa optimal dan kebocorannya karena parkir liar.
Namun, program retribusi parkir tepi jalan pemerintah Kota Surabaya bersistem digital QRIS justru ditolak para juru parkir dengan alasan mereka anggap sistem ini menurunkan pendapatan.
Baca Juga : Para Tokoh Jatim Galakkan Stadion Bersih-Indah
Masyarakat pun masih beranggapan jika dibutuhkan adanya tindakan tegas sekaligus perubahan sistem yang dianggap kurang tepat untuk menuntaskan masalah parkir di Surabaya yang tak pernah kunjung tuntas.
Akan tetapi parkir digital ini tidak sepenuhnya mendapat penolakan, juru parkir di Taman Bungkul mengaku setuju dengan sistem pembayaran parkir non tunai karena dianggap lebih cepat dan praktis.
“Saya senang sekali karena mengurangi tunai dan mempermudah pengguna parkir,” ungkap Sugeng, Juru Parkir di Taman Bungkul.
Dinas perhubungan telah memberikan pembagian laba pendapatan sebesar 20 persen hingga 35 persen untuk para jukir surabaya. Dishub juga diminta melaporkan jumlah retribusi yang diterima dan kekurangan dari target yang belum tercapai.
Harapannya, ada perbaikan untuk mencapai target retribusi parkir pada keesokan harinya.
Bahkan di tahun ini, dinas perhubungan akan menerapkan parkir zona di 97 ruas jalan yang terbagi dalam 14 kawasan zona. Permasalahan ini dibutuhkan audiensi antara para jukir dengan pemerintah Kota Surabaya, untuk mencari solusi terbaik terkait sistem retribusi parkir di kota pahlawan.
Menanggapi permasalahan parkir di kota surabaya yang tak kunjung tuntas, wakil Ketua DPRD Surabaya, A. Hermas Tony menanggapi lebih positif.
Pembayaran parkir non tunai ini dianggap mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan catatan, jika teknis pelaksanaannya juga jelas. Edukasi terhadap jukir di Surabaya kurang maksimal dilakukan karena tidak semua melek digital.
Politisi Gerindra ini menilai pendapatan asli daerah dari sektor parkir selalu minim dari target. Di tahun lalu, dari target Rp 60,4 miliar, realisasi pendapatan hanya di angka 30 milyar rupiah. Sehingga diharapkan adanya pembayaran parkir non tunai bisa membantu menambah pendapatan daerah.
Digitalisasi parkir hanya salah satu instrumen yang bisa dijadikan pilihan. Namun penegakan sistem ini tentu saja bisa tak berjalan sendiri.
Dua jenis parkir yakni parkir di pinggir jalan dan dalam gedung, hanya parkir pinggir jalan dianggap sebagai penyumbang pendapat asli daerah.
Parkir pinggir jalan juga dianggap penyumbang kemacetan, namun di sisi lain dinilai berpotensi menambah potensi pad tinggi. Maka dari permasalahan ini, butuh kesiapan dari aspek teknis dan terutama penegakannya.
Namun Tony meminta agar teknis pelaksanaan parkir non tunai harus diperjelas. Karena sesuai pelaporan, besaran tarikan hingga prosentase pembagian dengan jukir.
”Kita harus mensosialisasikan sistem ini kepada masyarakat. Masyarakat dan petugas harus memahami bahwa sistem ini adalah salah satu yang mutlak berlaku di Surabaya,” kata Hermas Tony.
Pelaksanaan parkir non tunai menunjukkan pelaksanaan peraturan daerah oleh Satpol PP dan dishub sangat lemah. Sehingga, jika pelaksanaannya lancar maka diharapkan mampu memberantas jukir liar yang kerap merugikan masyarakat.
Senada dengan Hermas Tony, keberadaan parkir non tunai juga disambut baik masyarakat. Pembayaran non tunai ini memudahkan tanpa mengeluarkan tunai.
Parkir tepi jalan melibatkan interaksi atau transaksi langsung antara juru parkir dengan pengguna jasa parkir, hal ini dianggap atau diduga memberi ruang terjadinya kebocoran. Transaksi non tunai menjadi salah satu opsi untuk menghindari permasalahan tersebut.
Paguyuban Jukir Surabaya Membantah
Merasa disudutkan warga surabaya dengan keluhan juru parkir jukir liar yang mematok tarif parkir di luar ketentuan, Paguyuban Jukir Surabaya atau PJS membuat bantahan.
Ketua PJS, Izul Fiqri membantah adanya jukir liar di Surabaya. Menurutnya, semua jukir di Surabaya dinyatakan legal dan membayar retribusi parkir.
Kritik pun dilayangkan ke Pemerintah Kota Surabaya yang tidak melibatkan PJS dalam penyesuaian aturan perparkiran. Aturan baru penggunaan QRIS dalam pembayaran parkir maupun metode langganan.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi tidak pernah meminta PJS untuk duduk bersama untuk mendengarkan aspirasi para jukir. Izul juga menekankan bahwa perparkiran merupakan sektor yang memberikan kontribusi besar bagi pendapatan asli daerah di Surabaya.
Bahkan tak ada edukasi tentang penerapan sistem pembayaran parkir non tunai terhadap para jukir di Surabaya yang tak semua melek digital.
”Sebenarnya apa yang tercantum di Perda, itu tidak pernah diterapkan oleh dinas perhubungan,” kata Izul Fiqri.
Pentingnya Edukasi Terhadap Juru Parkir
Menanggapi permasalahan parkir di Surabaya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia akhirnya bersuara. Sistem parkir dan edukasi terhadap juru parkir yang menjadi tugas Dinas Perhubungan Kota Surabaya kurang maksimal penegakannya.
Penerapan sistem pembayaran parkir non tunai tak semua dimiliki oleh masyarakat. Mereka yang belum siap dengan non tunai belum sepenuhnya terakomodasi.
Bahkan dari 1.300 titik parkir di Surabaya masih dianggap sama atau gebyah uyah oleh dinas perhubungan dalam penerapan digitalisasi parkir. Bahkan penolakan juru parkir dengan penerapan pembayaran parkir non tunai, kini melahirkan masalah baru.
”Pembayaran itu adalah salah satu proses transaksi, yang paling penting hak konsumen adalah pada saat transaksi, pada awal parkir itu seharusnya mendapat struk bukti pembayaran,” jelas Ketua YLPK Jatim, Said Sutomo.
Permasalahan parkir sekaligus keluhan konsumen pengguna parkir akan menjadi warna perparkiran di kota surabaya. Komitmen untuk duduk bersama antara Pemerintah Kota Surabaya, Dinas Perhubungan Kota Surabaya dengan Paguyuban Jukir Surabaya.
Jika teknis penerapan, penegakannya telah tepat dan mampu memberikan layanan dan nyaman warga surabaya, maka tak ada lagi yang dituding sebagai pihak yang disalahkan.
Editor : A.M Azany