SURABAYA - Di tengah kesibukan Kota Surabaya, terselip kisah inspiratif tentang perjuangan dan semangat hidup seorang penyandang disabilitas fisik. Ade Candra Prastyo, seorang pemuda berusia 29 tahun dari Jl. Simo Jawar, Surabaya yang bangkit dari ambang kematian hingga menjadi fotografer profesional, meski harus memulai kariernya dengan meminjam kamera.
Beberapa tahun lalu, hidup Ade berubah drastis setelah kecelakaan tragis di kawasan Ngesong, Surabaya Barat. Dalam kejadian itu, tubuhnya tergeletak tanpa daya hingga dianggap meninggal. Namun, keajaiban muncul ketika seorang warga melihat tangannya bergerak di balik koran yang menutupi tubuhnya.
Ade segera dilarikan ke rumah sakit dan menjalani tujuh operasi besar, termasuk operasi pemotongan organ limpa dan perbaikan tulang paha. Meski penuh penderitaan, semangat hidupnya tak pernah padam. Ia terus berjuang melewati rasa sakit dan keterbatasan yang menantang.
Setelah pulih, Ade menemukan pelipur lara dalam dunia fotografi. Kamera menjadi medium baginya untuk merekam keindahan di tengah segala keterbatasan. Ia mulai dikenal ketika bergabung dengan PERSAS, klub sepak bola amputasi di Surabaya, sebagai fotografer resmi.
Pada tahun 2021, Ade mengikuti pelatihan dan memperoleh sertifikasi fotografer profesional dari BNSP, yang mengukuhkan keahliannya di bidang ini.
Saat ini, Ade bekerja sebagai fotografer lepas untuk berbagai acara, dari pernikahan hingga kegiatan sosial. Namun, perjuangannya belum berakhir. Ia masih mengandalkan kamera pinjaman milik PERSAS untuk bekerja, sebuah keterbatasan yang menjadi tantangan besar bagi kemandiriannya.
"Saya bermimpi memiliki kamera sendiri. Dengan kamera itu, saya bisa bekerja lebih mandiri dan mengembangkan karier saya," tutur Ade dengan harapan besar.
Dukungan moral datang dari berbagai pihak, termasuk Kapten PERSAS, Khusnul Yakin. "Ade adalah fotografer berbakat. Kualitas hasil jepretannya setara fotografer profesional. Jika diberi dukungan, saya yakin dia bisa mencapai kesuksesan yang lebih besar," ujar Khusnul.
Ade juga ingin menunjukkan kepada kedua orang tuanya, yang selalu mendampinginya, bahwa ia mampu mandiri dan berprestasi. Baginya, keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk meraih mimpi. (*)
Editor : Iwan Iwe