SIDOARJO - Musim hujan datang, banjir pun menggenang. Di kawasan perkotaan, banjir dan genangan pun mengusik ketenangan. Permasalahan banjir dan genangan di perkotaan, bahkan memasuki kawasan pedesaan ini tak kunjung tuntas dicari solusinya.
Kita pun bertanya-tanya, apakah penyebabnya, mengapa belum teratasi dan apa solusinya?
Meski telah terpola bahwa hampir selalu muncul banjir 5 tahunan, 10 ataupun 20 tahunan, banyaknya studi tentang drainase telah muncul sejak lama, namun masalah ini terus berulang.
Banjir atau genangan akibat curah hujan yang tinggi kerap muncul pada perkotaan, bahkan beberapa kota di Jawa timur, mengalami banjir karena badai tropis, kelembaban udara, dan kecepatan angin.
Baca Juga : Dua Pengendara Motor Tertimpa Pohon Tumbang di Jalan Nasional KM 10 Trenggalek-Ponorogo
Sejumlah kawasan di Kota Surabaya, tak luput dari genangan disaat curah hujan tinggi. Membenahi sistem drainase pun belum mampu menuntaskan genangan, karena kondisi kontur tanah rendah, pendirian bangunan di atas saluran drainase, tersumbatnya saluran akibat sampah warga, hingga sedimen atau endapan lumpur dalam saluran.
Seperti yang terjadi pada januari 2024 lalu. Kawasan Dukuh Kupang Barat yang terletak di kawasan kontur tanah menurun, mengalami banjir setelah diguyur hujan lebat. Bahkan genangan mencapai 50 sentimeter, setelah hujan lebat selama 20 menit. Penyebabnya adalah saluran drainase utama terletak lebih tinggi dan lebar, tak seimbang dengan saluran air di pemukiman Dukuh Kupang Barat yang sempit.
Untuk mengatasi genangan ini, sebanyak 2 unit tempur pemadam kebakaran dikerahkan ke lokasi untuk penyedotan genangan agar cepat surut. Namun apakah upaya sementara itu akan terus dilakukan selama hujan terus mengguyur?
Baca Juga : Hujan Deras di Madiun, Ratusan Rumah Terendam Banjir dan Akses Jalan Terputus
Kondisi serupa, Kabupaten Gresik yang merupakan kawasan rawan banjir kerap dilanda dampak buruk tingginya curah hujan. Kondisi ini berulang dan segala strategi mitigasi banjir telah dilakukan, namun belum menemukan solusi yang efektif.
Senin 19 februari 2024, 18 desa di Kabupaten Gresik, tergenang banjir akibat hujan deras dan luapan kali Lamong. Ketinggian air mencapai satu meter di kawasan Ngablak, Benjeng.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gresik, ada 18 desa yang terdampak banjir akibat hujan deras dan luapan kali Lamong. Belasan desa yang tergenang banjir di Kecamatan Driyorejo, Menganti, dan Balongpanggang, Benjeng dan Cerme.
Baca Juga : Puluhan Rumah di Kediri Rusak Diterjang Angin Kencang, Warga Terpaksa Mengungsi
Banjir di wilayah Driyorejo dan Menganti diakibatkan karena curah hujan yang tinggi. Sedangkan banjir yang melanda wilayah Balongpanggang, Benjeng dan Cerme, dikarenakan luapan kali Lamong.
Akibat banjir ini, ratusan rumah warga di Benjeng Gresik tergenang banjir, bahkan arus luapan kali Lamong semakin tinggi. Jalan Raya Benjeng dan Morowudi Cerme yang tergenang, terjadi kemacetan lalu lintas. Sedangkan bus Trans Jatim yang melayani rute Mojokerto, Balongpanggang hingga Terminal Bunder, rutenya terpaksa dialihkan jalur lain.
Bagaimana banjir di Kabupaten Sidoarjo yang terjadi di bulan yang sama?
Baca Juga : Puluhan Rumah di Nganjuk Terendam Banjir Akibat Drainase Tersumbat Material Proyek Pabrik
Penyebab Banjir dan Genangan Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo jadi sorotan. Sepekan lalu, hujan sempat mengguyur beberapa wilayah di Sidoarjo. Sesuai perkiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG Juanda, curah hujan di Sidoarjo akan tinggi pada Februari.
Beberapa wilayah yang rawan bencana saat musim hujan, diantaranya Kecamatan Tanggulangin, Porong, Waru, dan kecamatan lainnya yang ada di sekitar Daerah Aliran Sungai atau DAS.
Baca Juga : Calon Wali Kota Batu Firhando Gumelar Siapkan Mitigasi untuk Reduksi Banjir
Meluapnya air kali Buntung ini membuat kawasan pemukiman di kawasan Bungurasih Waru ini nyaris lumpuh dan memaksa sejumlah warga mengungsi ke kerabat dekat, karena rumah mereka terendam banjir.
“Banjir ini sering terjadi di saat hujan deras. Saluran airnya buruk dan sungai Buntung yang dangkal. Karena selama ini, warga sudah menunggu untuk dikeruk. Tapi sampai banjir musim hujan, pihak pemerintah belum ada upaya normalisasi kali,”ungkap Muhammad Asyari, pengurus desa Bungurasih.
Kawasan Terminal Purabaya, Kecamatan Waru, Sidoarjo pada 6 februari lalu. Akibat guyuran hujan hingga beberapa jam, Terminal Purabaya, mengalami banjir yang menggenang dengan ketinggian 10 hingga 60 sentimeter ini.
Akibat genangan air itu, aktivitas kedatangan dan keberangkatan di Terminal purabaya menjadi terganggu. Debit air dengan ketinggian air mencapai 50 cm juga terjadi di Selasar keberangkatan bus dan membuat para penumpang yang hendak naik menuju armada, terganggu karena air tidak kunjung surut.
“Ini parah banjirnya. Karena kondisi di Terminal Purabaya baru terjadi dan paling parah,”ujar Fikry, salah seorang awak bus Terminal Purabaya.
Tingginya debit air di tiga desa di Kecamatan Waru, mulai berangsur angsur-angsur turun mencapai mata kaki orang dewasa. Meskipun debit air di pemukiman Waru mulai berkurang, namun sebagian warga memilih untuk bertahan tinggal di penampungan. Pasalnya, tempat untuk tidur masih basah akibat terendam genangan air.
Bahkan sejumlah warga lanjut usia(lansia) masih dievakuasi oleh tim BPBD Jatim dan relawan, karena hujan dengan intensitas tinggi masih berpotensi terjadi banjir.
“Dari data BPBD Jatim, jawa Timur masih berpotensi terjadinya banjir dan genangan di wilayah tapal kuda. Maka kami berharap agar masyarakat tetap waspada,” imbau Kalaksa BPBD Jatim, Gatot Subroto.
Selanjutnya, ketinggian genangan air di tiga desa yaitu Waru, Bungurasih, dan Pepelegi, masih terendam dengan ketinggian 50 sentimeter. Ketinggian genangan maksimal mencapai 70 sentimeter di Desa Waru dengan rincian 400 kepala keluarga, terdampak banjir.
“Selain evakuasi warga, tim BPBD Jatim juga membuka empat dapur umum untuk mempermudah penyaluran logistik warga terdampak. kami juga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo untuk memberikan pelayanan kesehatan secara gratis di masjid milik BPBD yang juga sebagai lokasi penampungan warga,” imbuh gatot Soebroto.
Wakil Bupati Sidoarjo, Subandi yang melihat kondisi Desa Waru, langsung berkoordinasi melakukan normalisasi sungai serta membantu kebutuhan sehari-hari warga terdampak. “Pemkab Sidoarjo sudah berkoordinasi dengan pihak pihak terkait untuk normalisasi sungai Buntung,”jelas Wabup Sidoarjo, Subandi.
Upaya normalisasi akhirnya dilakukan. Selain membersihkan enceng gondok di muara sungai Buntung, tim BPBD juga melakukan mengangkat tumpukan sampah rumah tangga yang menumpuk di sungai kawasan Desa Bungurasih, Waru, Sidoarjo.
Pelaksana Harian(Plh) Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono menjelaskan bahwa normalisasi sungai Buntung merupakan tindakan darurat Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Di sepanjang bantaran sungai Buntung sudah terhambat dengan tumpukan sampah rumah tangga yang sengaja dibuang ke sungai oleh warga. Kami berharap agar normalisasi sungai Buntung ini diharapkan mampu mengurangi potensi banjir yang akan menggenang di tiga desa di Waru Sidoarjo,”tukas Adhy Karyono, Plh Gubernur jatim.
Proses normalisasi sungai akan terus dilakukan, meskipun terkendala alat berat yang sulit masuk karena bangunan semi permanen yang didirikan warga. Pembersihan tumpukan sampah ini dilakukan menggunakan perahu boot.
Dari peristiwa banjir ini disimpulkan jika efek buruk tersebut berasal dari tumpukan sampah rumah tangga warga di sungai, sedimentasi atau pendangkalan sungai, dan upaya normalisasi sungai pun dianggap hal darurat dan nyaris terlambat.
Upaya tindakan darurat dari Pemerintahan Provinsi Jatim akhirnya dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air atau PU-SDA Provinsi Jawa Timur.
Satu unit excavator, dua dump truk , satu unit crane, dan dua perahu pencacah enceng gondok, diturunkan untuk membersihkan tumpukan sampah dan eceng gondok di sungai kali Buntung.
“Beberapa titik tumpukan sampah dan eceng gondok yang menyumbat aliran kali buntung ini menyebabkan banjir di kelurahan Waru Sidoarjo. Kami lakukan upaya normalisasi sungai secara maksimal agar tak terulang,” jelas Bayu Trihaksara, Kepala Dinas PU-SDA Jatim.
Untuk memastikan kembali titik tumpukan sampah dan eceng gondok yang tersisa di kali Buntung, BPBD bersama Dinas PU-SDA Jawa Timur, kembali melakukan susur sungai dengan menggunakan perahu karet.
Titik awal susur sungai dilakukan mulai dari hilir yakni di kawasan Tambak Oso perbatasan Surabaya dan Sidoarjo, mendekati hulu sungai. Perahu karet petugas akhirnya tidak bisa mencapai hulu sungai, karena jalur sungai telah tertutup eceng gondok sejauh 300 meter.
“Hamparan eceng gondok yang menutup sungai inilah yang menjadi salah satu penyebab air tidak bisa langsung terbuang ke muara. Kondisi ini menyebabkan banjir di kawasan Waru Sidoarjo beberapa waktu lalu,” Mohammad Wazirudin, Kabid Sungai Waduk dan Pantai PU-SDA Jatim.
“Kami mengimbau agar masyarakat yang tinggal di sekitar sungai, turut menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah di aliran sungai Kali Buntung,”jelas Satrio Nurseno, Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Jatim yang mengikuti susur sungai.
Sebagai pemangku wilayah, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) akhirnya menggandeng puluhan tenaga dari Dinas PU-SDA jatim dan BPBD. Upaya ini untuk pembersihan dan mengangkat kembali eceng gondok dari sungai Buntung serta tumpukan sampah penyebab banjir.
Pembersihan eceng gondok yang ketiga kali ini, langsung dikoordinasi Adhi Karyono, Plh Gubernur Jawa Timur yang didampingi Bayu Trihaksoro, Kepala Dinas PU-SDA Jatim. pembersihan ini melibatkan tiga excavator amphibi.
Dengan pembersihan secara tuntas ini diharapkan aliran sungai Buntung di kawasan Tambak Sawah ini kembali lancer. Sehingga banjir yang sempat merendam kawasan Waru yang berbatasan dengan Surabaya tidak kembali terjadi.
Tidak hanya itu, Pemprov jatim juga kembali menemukan sejumlah titik tumpukan sampah rumah tangga di hilir Sungai Buntung, tepat di depan Terminal Purabaya. Proses normalisasi Sungai Buntung akan terus dilakukan, terutama di depan terminal Purabaya.
Pemprov jatim menargetkan pembersihan Sungai Buntung di wilayah Waru Sidoarjo, selesai dalam kurun waktu satu bulan.
Tak hanya di Kecamatan Waru, hujan deras yang terjadi beberapa minggu terakhir mengakibatkan sejumlah kawasan di Kabupaten Sidoarjo terendam banjir. Salah satunya banjir di Perumahan Pejaya Anugerah Trosobo, Kecamatan Taman yang tak kunjung surut.
Di perumahan ini, genangan air masuk ke dalam rumah dan sulit surut. Menurut warga, banjir di perumahan ini baru dua tahun terjadi. Sebelumnya, kondisi genangan air paska hujan deras, cepat surut. Namun, tahun ini adalah yang terparah sejak tahun 1985. Bahkan, debit air semakin naik saat hujan deras.
Sebelum hujan, ketinggian air di perumahan ini hanya sebatas mata kaki. Namun, ketinggian genangan air terus naik hingga lutut orang dewasa setelah diguyur hujan deras.
Untuk mengantisipasi banjir tak semakin tinggi, warga melakukan pembersihan area sungai di depan perumahan yang dipenuhi tumpukan sampah dan enceng gondok. Meski telah dilakukan pembersihan dan aliran sungai kembali lancar, namun akibat pendangkalan sungai membuat debit air meluber saat hujan deras. Warga berharap pemerintah Kabupaten Sidoarjo turut mengatasi dangkalnya sungai agar banjir tak terjadi di kawasan Trosobo dan sekitarnya.
“Penyebab banjir di wilayah Kecamatan Taman Sidoarjo, berasal dari luapan sungai Buntung. Kami bersama BPBD serta Dinas PU-SDA jatim sudah melakukan pembersihan tumpukan sampah dan tanaman eceng gondong yang ada di sungai Buntung.
“Banjir dan genangan air yang terjadi saat ini, karena intensitas hujan yang tinggi. Sehingga debit air sungai juga ikut meninggi. Selain itu, pasangannya air laut membuat kawasan tersebut tergenang air,” urai Yudhia Abrianto, pelaksana Bagian Hukum dan Komunikasi BBWS Brantas.
Tak Hanya Pemerintah Daerah, Masyarakat wajib Sadar Lingkungan
Kabupaten Sidoarjo menjadi salah satu kabupaten di Jatim, memiliki potensi bencana banjir yang cukup tinggi. Sebagian besar wilayah Kabupaten Sidoarjo merupakan daerah rentan banjir, yaitu sebesar 49,41 persen dari keseluruhan luas wilayah di Kabupaten Sidoarjo.
Indeks risiko bencana banjir Kabupaten Sidoarjo mengalami kenaikan yang cukup tinggi sejak tahun 2020. Dari total 18 Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo, 13 Kecamatan memiliki indeks resiko bencana banjir dengan status tinggi. Kecamatan rawan banjir ini meliputi Kecamatan Balongbendo, Prambon, Tanggulangin, Krian, Wonoayu, Tulangan, Taman, Sidoarjo, Candi, Buduran, Porong dan Sedati.
Kondisi ini disebabkan tingginya curah hujan, perubahan jumlah tutupan lahan, serta perubahan kondisi geografis secara bertahan setiap tahun. Kondisi ini berkepanjangan dan mempengaruhi sektor vital ekonomi, kesehatan, maupun sosial masyarakat.
Melihat banjir di sejumlah kawasan Sidoarjo, Bupati Sidoarjo bersama Dinas PU Binamarga dan BPBD Sidoarjo, tengah mengoptimalkan fungsi DAS dan memaksimalkan penggunaan pompa air meskipun saat ini belum efektif.
“Kita sudah melakukan koordinasi dengan Dina PU Binamarga dan BPBD Sidoarjo, agar upaya mitigasi banjir ini bias maksimal. Saat ini Pemkab Sidoarjo sudah berupaya memaksimalkan pemanfaatan rumah pompa agar genangan segera surut,” terang Ali Muhdlor, Bupati Sidoarjo.
“Curah hujan tinggi, kondisi sistem drainase yang belum terkelola baik dan tidak optimal karena masalah penumpukan sampah yang dibuang sembarangan oleh masyarakat, serta tingginya sedimentasi memperlambat aliran air. Saat ini masih berkoordinasi agar banjir dan genangan tidak terjadi lagi,” ujar Dwi Eko Saptono, Kepala Dinas PU Binamarga saat mendampingi Bupati Sidoarjo.
Secara ideal, upaya pertama yang harus dilakukan pemerintah Kabupaten Sidoarjo adalah pendekatan fungsi koordinasi dalam pengelolaan air, tanah dan sumber daya terkait, dengan pola yang tidak mengorbankan keberlangsungan ekosistem vital.
Kedua, pemerintah Kabupaten Sidoarjo bersama BPBD Sidoarjo, melakukan pengendalian banjir secara non infrastruktur, yaitu kembali memberikan sosialisasi peningkatan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah dan perusahaan membuang limbah secara sembarangan. Selain itu, upaya menambah daerah resapan dan penanganan limbah ke sungai.
Dan yang ketiga, pemerintah Kabupaten Sidoarjo disegerakan proses pembangunan infrastruktur meski harus membutuhkan biaya besar. Dengan upaya ini, diharapkan penataan ulang mitigasi banjir di Sidoarjo ini mampu dilaksanakan secara efektif tanpa mengorbankan keberlangsungan ekosistem.
Masalah banjir hingga genangan di Sidoarjo ini bukanlah tanggung jawab sepenuhnya pemerintah daerah, namun dibutuhkan tanggung jawab masyarakat yang sadar agar turut menjaga lingkungan di tanah Delta.(tim Sorot)
Editor : A.M Azany