JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengurusan dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2019–2022. Empat tersangka dari pihak pemberi suap langsung ditahan seusai pemeriksaan.
Empat tersangka tersebut adalah Jodi Pradana Putra, swasta asal Blitar; Hasanuddin, anggota DPRD Jatim sekaligus pihak swasta asal Gresik; Sukar, mantan kepala desa dari Tulungagung; serta Wawan Kristiawan, swasta asal Tulungagung. Sementara satu tersangka lain, A. Royan, tidak ditahan karena alasan kesehatan. Mereka akan menjalani penahanan selama 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih, Jakarta.
“Terhadap keempat keempat tersangka tersebut dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 2 Oktober tahun 2025, hari ini, sampai dengan 21 Oktober 2025 di Rutan cabang KPK Merah Putih,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Jakarta, Kamis (2/10) malam.
Atas perbuatannya, tersangka Jodi Pradana Putra, Hasanudin, Sukar, dan Wawan Kristiawan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Baca Juga : KPK Tetapkan 21 Tersangka Kasus Dana Hibah Jatim, Empat Orang Ditahan
Asep menjelaskan, dari total 21 tersangka, empat orang merupakan penerima suap yang berasal dari penyelenggara negara dan staf. Mereka adalah mantan Ketua DPRD Jatim Kusnadi, Wakil Ketua DPRD Jatim Anwar Sadad dan Achmad Iskandar, serta staf Anwar Sadad bernama Bagus Wahyudiono.
Sementara itu, 17 tersangka lain diduga sebagai pemberi suap, terdiri dari 15 pihak swasta dan dua penyelenggara negara. Mereka adalah Mahud, Anggota DPRD Jatim 2019–2024; Fauzan Adima, Wakil Ketua sekaligus anggota DPRD Kabupaten Sampang 2019–2024; Jon Junaidi, Ketua sekaligus anggota DPRD Kabupaten Probolinggo 2019–2024; serta pihak swasta dari Kabupaten Sampang atas nama Ahmad Heriyadi, Ahmad Affandy, dan Abdul Motollib.
Kemudian pihak swasta di Kabupaten Probolinggo yang saat ini menjadi anggota DPRD Jatim 2024-2029 atas nama Moch Mahrus; pihak swasta dari Tulungagung atas nama A. Royan dan Wawan Kristiawan, mantan Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung Sukar; pihak swasta dari Kabupaten Bangkalan atas nama Ra Wahid Ruslan dan Mashudi.
Baca Juga : Rapat Paripurna Pemkab dan DPRD Banyuwangi Pastikan Tidak Ada Kenaikan Tarif PBB
Lalu M. Fathullah dan Achmad Yahya, pihak swasta dari Kabupaten Pasuruan; Ahmad Jailani, pihak swasta dari Kabupaten Sumenep; Hasanuddin, pihak swasta dari Kabupaten Gresik yang sekarang menjadi Anggota DPRD Jatim 2024-2029; serta pihak swasta dari Kabupaten Blitar atas nama Jodi Pradana Putra.
Asep mengungkapkan, perkara ini berawal dari penyimpangan mekanisme kegiatan pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD yang seharusnya menyerap aspirasi masyarakat.
“Pokok-pokok pikiran itu seharusnya aspirasi masyarakat yang dititipkan kepada anggota legislatif untuk diusulkan dalam APBD. Namun dalam perkara ini, ternyata dana pokir dikutip oleh oknum tertentu,” kata Asep.
Baca Juga : Kanwil Kemenkum Jatim dan DPRD Jatim Bersinergi Bentuk Produk Hukum
Menurutnya, dana hibah pokir justru disalahgunakan melalui praktik ijon.
“Yang seharusnya pokok-pokok pikiran itu berdasarkan dari masyarakat atau bottom up, ternyata tidak demikian. Justru dana ini setiap tahun sudah tersedia, lalu kelompok-kelompok masyarakat berlomba-lomba mendapatkannya dengan cara memberikan sejumlah uang. Terjadi ijon agar proposal bisa disetujui,” ungkapnya.
KPK juga menemukan adanya pembagian jatah dana hibah berdasarkan kesepakatan pimpinan DPRD dan fraksi. Dana hibah tersebut kemudian didistribusikan melalui koordinator lapangan dengan proposal, anggaran, hingga laporan pertanggungjawaban yang direkayasa.
“Program ini seharusnya sangat bagus, bottom up, anggota dewan turun ke daerah reses bertemu masyarakat. Tetapi kenyataannya, justru disimpangkan. Kualitas program tidak optimal dan spesifikasi pembangunan tidak sesuai standar,” ujar Asep.
KPK menegaskan, penyidikan kasus ini akan terus dikembangkan mengingat sebaran dana hibah pokir mencakup hampir seluruh wilayah Jawa Timur. (*)
Editor : A. Ramadhan



















