JAKARTA - Pada 9 Januari 2024 lalu, Presiden telah meneken Keputusan Presiden (Keppres) No. 6/2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 1445 Hijriah/2024 Masehi. Sesuai dorongan Komisi VIII DPR RI, porsi biaya yang harus dibayar jamaah hanya 60 persen, sementara sisanya diambil dari nilai manfaat pengelolaan dana haji.
Sejak awal Komisi VIII DPR RI memang telah mendorong agar pemerintah bisa menekan biaya haji serta porsi biaya yang harus dibayar oleh jamaah. “Alhamdulillah, atas desakan DPR, biaya haji tahun 2024 akhirnya bisa ditekan, dari semula Rp105 juta sebagaimana yang diusulkan pemerintah, menjadi Rp93,4 juta,” ujar Abdul Wachid, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI.
Menurut Wachid, yang juga merupakan Ketua Panja (Panitia Kerja) BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) Komisi VIII DPR RI, upaya untuk menekan biaya haji serta porsi yang dibayar jamaah ini, sehingga tidak memberatkan jamaah haji kita, merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi budgeting DPR. “Usulan pemerintah kan tadinya porsi yang harus dibayar jamaah mencapai 70 persen. Kami menilai angka porsi itu terlalu besar. Sehingga, akhirnya disepakati porsi yang harus dibayar jamaah hanya 60 persen saja. Sementara sisanya ditanggung oleh nilai manfaat pengelolaan dana haji,” imbuhnya.
“Kita sudah memanggil semua stakeholder ibadah haji, mulai dari BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, pengelola bandara, maskapai penerbangan, dan berbagai pihak terkait lainnya. Semua sepakat bahwa biaya haji masih bisa ditekan. Karena tahun lalu BPIH mencapai Rp90 juta, maka kalau tahun ini angkanya jadi Rp93,4 juta, kenaikannya masih wajar, tidak terlalu memberatkan,” ungkapnya.
Baca Juga : Puan Maharani Terpilih Kembali Sebagai Ketua DPR RI Periode 2024–2029
Sejak terbitnya Undang-undang (UU) No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, kita memang tidak lagi menggunakan istilah ONH (Ongkos Naik Haji) yang dulu populer, melainkan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji). BPIH terdiri dari dua komponen. Pertama, adalah Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), yang harus dibayar oleh jamaah haji. Dan kedua, nilai manfaat pengelolaan dana haji. Nilai manfaat adalah keuntungan yang diperoleh dari hasil investasi dana haji yang dikelola oleh BPKH. Porsi antara BPIH dengan nilai manfaat ini setiap tahunnya berubah, namun dijaga tetap proporsional.
Untuk tahun 2024, Indonesia mendapat tambahan kuota jamaah haji dari pemerintah Arab Saudi. Jika tahun 2023 lalu kita hanya mendapat kuota 221 ribu jamaah, maka untuk tahun 2024 ini kuotanya adalah 241 ribu. “Ini adalah kuota haji terbesar sepanjang sejarah,” ucap Ace Hasan Syadzily, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI. “Kuota ini terbagi dua, yaitu 221 ribu jamaah haji reguler, serta 20 ribu jamaah haji khusus,” imbuhnya.
Baca Juga : Ratusan Pendukung Achmad Ghufron Sirodj Geruduk KPU Jember, Tuntut Pembatalan Keputusan KPU RI
Perbaiki Layanan Haji
Menurut Ace, kerja Komisi VIII DPR RI ikut menentukan sukses dan tidaknya penyelenggaraan ibadah haji tiap tahun. Setidaknya ada tiga peran penting yang dimainkan DPR terkait haji. Pertama, DPR berperan penting dalam menyusun undang-undang tentang haji dan pengelolaan keuangannya. Kedua, dengan Hak Budet yang dimilikinya, DPR juga berperan penting dalam menentukan penganggaran biaya haji. Dan ketiga, DPR berperan sangat vital dalam melakukan pengawasan pelaksanaan ibadah haji.
“Terkait pengawasan, kami menggarisbawahi pengalaman penyelenggaraan haji tahun 2023 lalu. Saat itu, jumlah jamaah lansia calon haji cukup besar, sebanyak 61 ribu orang. Ini adalah rekor. Namun, pada saat yang sama, jumlah calon haji kita yang meninggal juga sangat besar, mencapai 772 jamaah. “Itu sebabnya untuk pelaksanaan tahun ini DPR mendorong adanya screening kesehatan yang memadai,” ujar Ace.
Baca Juga : Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Banyuwangi Demo Kawal Putusan MK dan Tolak Revisi UU Pilkada
Ia meminta kepada Kementerian Agama untuk terus meningkatkan layanan haji, terutama bagi jamaah haji yang telah lanjut usia. Sebab, ia menilai layanan haji bagi jamaah lansia ini masih cukup minim. “Mereka perlu pendampingan khusus, tidak boleh disamakan dengan jamaah lain yang masih bugar,” tandasnya.
Baik Abdul Wachid maupun Ace Hasan Syadzily sama-sama meminta agar Kementerian Agama terus melakukan perbaikan dan evaluasi mendalam terkait pemberian layanan serta fasilitas untuk jamaah haji Indonesia. “Penambahan kuota itu baru bisa dianggap sebagai prestasi jika diiringi dengan peningkatan pelayanan dan kepuasan dari jamaah haji kita,” papar Abdul Wachid.
Ia mengakui memang masih banyak kekurangan dari pelayanan ibadah haji tahun sebelumnya. Terutama yang paling mengundang perhatian tahun lalu adalah soal konsumsi dan penginapan jamaah haji. “Itu adalah dua isu yang harus jadi prioritas perbaikan tahun ini. Penambahan jamaah haji harus disertai perbaikan manajemen yang lebih bagus, agar tidak jadi musibah,” tegas Wachid.
Baca Juga : Ratusan Mahasiswa Aksi Kawal Putusan MK
Waspada Bencana
Selain urusan haji, Komisi VIII DPR RI juga menyoroti sejumlah isu lainnya yang berada dalam ruang lingkup kerja komisi. Di tengah musim penghujan ini, misalnya, sejumlah daerah rawan terhadap bencana, mulai dari banjir hingga tanah longsor. “Pemerintah, terutama daerah, harus menyiapkan diri untuk memitigasi bencana tahunan yang biasa muncul di musim hujan,” ungkap Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi. Menurutnya, hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki potensi rawan bencana, meski level berbeda- beda.
Baca Juga : Buntut Tewasnya Dini Sera Afrianti, DPP PKB Nonaktifkan Ayah Gregorius Ronald Tannur
Terkait dengan isu kemiskinan, Komisi VIII DPR RI memberi perhatian terhadap kemiskinan yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Menurut data BPS, Jawa Tengah adalah provinsi kedua termiskin di Pulau Jawa. Persentase penduduk miskinnya mencapai 10,77 persen atau sekitar 3,9 juta jiwa. Ini adalah persentase penduduk miskin tertinggi kedua di Jawa sesudah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang mencapai 11,5 persen.
Untuk mengatasi masalah kemiskinan ini, Provinsi Jawa Tengah telah menerima bantuan anggaran dari Kementerian Sosial senilai Rp5,8 triliun. Bantuan tersebut secara simbolis diterima oleh Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana saat menerima kunjungan kerja reses Komisi VIII DPR RI pada 6 Desember 2023 silam, yang dipimpin oleh Abdul Wachid. Anggaran tersebut akan disalurkan untuk membiayai sejumlah program bantuan sosial, meliputi Program Keluarga Harapan (PKH), program bantuan sembako, bantuan korban bencana dan disabilitas, serta berbagai program pengentasan kemiskinan lainnya. (tn)
Editor : Iwan Iwe