JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) meminta keterangan empat menteri, yakni Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Keempat pembantu Presiden Joko Widodo tersebut banyak menjelaskan program perlindungan sosial (perlinsos), termasuk di dalamnya bantuan sosial (bansos). Di sidang-sidang sebelumnya dibahas tentang bansos yang didalilkan pihak Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo – Mahfud MD sebagai program yang menguntungkan paslon Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
Para menteri menjelaskan bahwa bansos yang dikelola Kementerian Sosial hanya merupakan salah satu bagian dari perlinsos yang pelaksanaannya tersebar di sejumlah Kementerian Lembaga. Menkeu Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa tidak ada perubahan pola realisasi anggaran perlinsos di bulan Januari dan Februari. “Perlu kami sampaikan data penyerapan anggaran perlinsos selama Januari – Februari yang secara timeline dianggap merupakan masa pemilu,” kata Sri Mulyani saat memberikan keterangan di sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, Jumat (5/4/2024).
Menurut Sri Mulyani, kenaikan realisasi perlinsos pada Januari – Februari 2024 lebih disebabkan realisasi 2023 yang terlalu rendah karena terjadi penataan kerja sama dengan perbankan di Kemensos. “Jadi lebih karena baseline 2023 yang terlalu rendah,” kata Sri Mulyani.
Pada 2023, realisasi bansos sepanjang Januari – Februari hanya Rp 900 miliar. Sedangkan pada 2024 mencapai Rp 12,8 triliun. Sedangkan pada 2022 mencapai Rp 15,5 triliun, 2021 Rp 19,1 triliun, 2020 Rp 13,3 triliun, dan 2019 Rp 14,8 triliun.
Baca Juga : Jelaskan Bansos di Sidang MK, Risma Sebut Ada Cleaning Service yang Dijadikan Komisaris Perusahaan
“Anggaran perlinsos sudah dilaksanakan sesuai persetujuan DPR dan pola realisasinya tidak terdapat perbedaan dibandingkan periode enam tahun sebelumnya,” kata Sri Mulyani.
Dalam sesi tanya jawab, Ketua MK Suhartoyo lantas menanyakan perihal masalah penataan kerja sama perbankan tersebut kepada Mensos Tri Rismaharini. Risma menjelaskan bahwa ada daerah-daerah yang tidak semua terdapat jaringan bank yang bekerja sama dengan Kemensos. “Ada daerah seperti Aceh, dia harus nyeberang kalau ambil karena tidak ada ATM tidak ada PT Pos. Yang diterima Rp 450 ribu, nyeberangnya butuh Rp 600 ribu. Sehingga mereka tidak ambil atau diambil di akhir tahun,” kata Risma. Kemensos kemudian berkoordinasi dengan bank-bank BUMN yang tergabung dengan Himbara untuk menyelesaikan masalah ini.
Rendahnya penyerapan anggaran bansos di 2023, menurut Risma, juga disebabkan sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang harus diklarifikasi. Temuan tersebut antara lain adanya PNS yang menerima bansos. Menurut Risma, klarifikasi tersebut butuh waktu karena PNS tidak semua berasal dari daerah namun juga ada PNS dari instansi pusat.
Baca Juga : Di Sidang MK, Sri Mulyani Sebut APBN Tak Disusun untuk Capres Tertentu
Temuan BPK lainnya adalah penerima bansos yang tidak sesuai profil. Risma menyebut ada penerima basos yang datanya masuk data AHU (administrasi hukum umum) Kemenkumham. “DI Kumham, di situ ditulis sebagai komisaris Perusahaan A. Tapi ternyata setelah kita cek ke lapangan dia hanya cleaning service,” kata Risma.
Kemensos pun mengklairifikasi ke BPK bahwa sebenarnya penerima bansos tersebut memang orang miskin. Kalau namanya dipakai di sini (jadi komisasaris perusahaan) kan ya bukan salah orang ini,” kata Risma.
Ketua MK Suhartoyo lantas menanyakan apakah pada 2024 masalah-masalah tersebut sudah selesai. “Alhamdulillah normal,” kata Risma. (sof)
Editor : Sofyan Hendra