JOMBANG - Meskipun pendaftaran sekolah SMPN di Jombang sudah selesai namun sejumlah wali murid masih belum terima. Mereka mendatangi kantor kepala desa setempat untuk protes. Pasalnya anak-anak mereka gagal masuk smp negeri yang berlokasi di desanya gara-gara aturan zonasi sehingga anak-anak mereka diterima di sekolah yang jauh dari rumahnya.
Puluhan wali murid warga desa Kepatihan kecamatan Jombang kota, Kabupaten Jombang ramai-ramai mendatangi kantor kepala desa kepatihan Senin siang (01/07/2024). Mereka melakukan protes kepada kepala desa karena anak-anak mereka gagal masuk di SMP Negeri 1 Jombang yang berlokasi di desa Kepatihan.
Kegagalan masuk ke SMPN 1 Jombang lantaran aturan zonasi. Rata-rata tempat tinggal mereka lebih dari 1.300 meter dari lokasi SMPN 1 Jombang. Mereka tak terima dengan kegagalan ini karena SM Negeri 1 tersebut berlokasi di desa Kepatihan.
Aksi protes wali murid salah satunya dilakukan Rahayu Widiastuti ini memang telah terlambat karena saat ini seluruh murid baru yang diterima telah tuntas daftar ulang. Kini aksi para wali murid ini lebih pada kekecewaaan saja terhadap kebijakan zonasi yang dinilai tidak adil bagi warga desa yang sama dengan lokasi sekolah.
Baca Juga : Jelang Penetapan, Bakal Calon Bupati Jombang Terus Bergerilya Cari Dukungan
Erwin Pribadi kepala desa Kepatihan menyayangkan adanya kebijakan zonasi yang diterapkan Kemendikbud. Sebab terbukti merugikan warga desa Kepatihan dimana SMPN 1 Jombang berlokasi.
Satu desa Kepatihan hanya diterima dua anak di SMPN 1 Jombang dengan tempat tinggal yang berjarak kurang dari 1.300 meter. Yang lainnya diterima di SMPN yang jauh dari rumah dengan jarak 5 hingga 6 kilometer.
Selain protes kebijakan zonasi, anak-anak warga desa Kepatihan juga mengeluhkan kebijakan PPDB SMA Negeri yang tidak meloloskan pendaftar dari jalur prestasi. Meskipun telah mengajukan sertifikat olahraga yang dikeluarkan koni kabupaten Jombang. Akibatnya anak lulusan SMP tersebut gagal masuk SMA Negeri 2 Jombang yang juga berlokasi di desa Kepatihan. (Syaiful Mualimin).
Editor : Ferry Maulina