SURABAYA - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) menggelar seminar nasional dengan tema 'Parpol Super Terbuka: Pendekatan Sosilologi dan Elektoral, Kamis (12/6/2025).
Seminar yang dihadiri sejumlah akademisi di Surabaya ini membahas terkait rencana Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menciptakan Parpol Super Tbk.
Dosen Fakultas Ilmu Politik Unair, Fahrul Muzaqqi mengatakan gagasan Parpol Super Tbk merupakan ide baru yang memiliki dua sisi mata uang.
"Gagasan ini sangat segar, terlepas dari siapa yang mencetuskan. Ini bisa menjadi antitesis dari kemapanan parpol yang ada sekarang. Artinya parpol sekarang mendapat kritik dari partai terbuka biar lebih sensitif terhadap perubahan zaman, termasuk tuntutan demokratisasi parpol yang semakin ke sini makin sedikit parpol yang demokratis di dalam internalnya," kata Fahrul.
Baca Juga : Jakarta-Surabaya Hanya 3,5 Jam dengan Kereta Cepat, Ini Bocoran Rutenya
Fahrul menilai ada dua sisi atas gagasan Parpol Super Tbk.
"Di satu sisi saya apresiasi, tapi di sisi lain ini menjadi alarm warning bagi parpol yang ada agar lebih sensitif terhadap demokratisasi di dalam internal mereka masing-masing," jelasnya.
Fahrul menyebut jika Parpol Super Tbk bisa menjadi hal positif jika tidak ada kepentingan oligarki di dalamnya. Sebab, Parpol Super Tbk bisa menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan serta menekankan kebijakan yang pro rakyat.
Baca Juga : Respons Jokowi Terkait Putusan MK dan Rencana Gibran Jadi Cawapres
"Di sisi lain wacana parpol super tbk jadi calon antitesa terhadap parpol yang cenderung semakin tidak demokratis. Apakah antitesa ini bagus ke depan? atau kita juga harus mewaspadai, jangan-jangan parpol super tbk ini malah nantinya jadi tesis itu yang akhirnya merugikan," terangnya.
"Saya bukan loyalis Jokowi, tapi saya lihat kehadiran Jokowi masih sangat diperlukan dalam konstruksi politik saat ini. Kita perlu mencermati, apa yang ada di masa lalu tidak boleh dilupakan, tapi yang ada di depan harus dipelajari dan diperbaiki," tambahnya.
Fahrul menilai kehadiran Parpol Super Terbuka bisa menjadi opsi bagi warga bergabung dengan partai yang memberi ruang setara kepada seluruh kadernya. Sebab, saat ini makin sedikit parpol yang menjunjung nilai demokrasi di internalnya.
Baca Juga : Jokowi Isyaratkan Dukung Gibran Rakabuming Jadi Cawapres Prabowo Subianto
"Asumsinya parpol pilar demokrasi, tapi kalau parpolnya tidak demokratis gimana? Rumahnya jadi rusak. Cara mendemokratiskan partai memang tidak semua partai tidak demokratis, ada sebagian sistemnya bagus. Posisi ketum ini juga harus dibatasi apapun partainya, harusnya masuk ke UU parpol dengan dibatasi 2 periode," jelasnya.
"Saya melihat Indonesia dalam situasi persimpangan apakah ke depan semakin bagus demokratis, atau jadi titik balik malah semakin suram. Saya lihat gagasan parpol super terbuka bisa jadi pintu masuk upaya mendemokratiskan sistem politik di partai. Menurut saya dengan fase bonus demografi, partai super terbuka ini bisa terealisasi. Karena kemungkinan peran anak muda cukup besar di sistem ini, jadi lebih banyak melibatkan banyak orang dan memberi angin segar di dunia politik yang isinya itu-itu saja tokohnya," lanjutnya.
Fahrul memprediksi Parpol Super Terbuka bisa menjadi partai baru atau gabungan dari parpol, terutama parpol non parlemen yang belum memiliki tokoh sentral.
Baca Juga : Peringati Hari Sumpah Pemuda, Presiden Jokowi Singgung Indonesia Emas 2045
"Ini bisa jadi alternatif partai non parlemen juga bergabung di partai terbuka, masih ada waktu yang cukup untuk mempersiapkan infrastruktur partai," jelasnya.
Sementara Direktur Eksekutif Populi Center, Afrimadona menyebut jika Parpol Super Terbuka bisa diterima masyarakat asalkan menjadi partai inklusif dan transparan ke masyarakat.
"Semangatnya ada dua, di mana melibatkan semua anggota, inklusif dalam keputusan partai dan yang diusulkan partai ke negara. Kedua kita menolak dominasi elit. Kita harus memastikan mereka-mereka yang diberi mandat bisa bekerja dengan baik dan merepresentasikan harapan kita. Karena selama ini keputusan di partai hanya ditentukan oleh sekelompok kecil anggota," jelas Afrimadona.
Baca Juga : Jokowi hingga Presiden FIFA akan Hadiri Pembukaan Piala Dunia U-17 2023
"Regulasi parpol juga harus disusun secara baik. Persoalan selama ini negara tidak terlalu detail dalam parpol. Yang jelas memang parpol tidak mau diatur, dan membuat aturan sendiri melalui politisi-politisi yang dihasilkan. Ke depan perlu ada tekanan publik bagaimana parpol bisa diatur, oleh sebab itu banyak parpol jadi makelar untuk kelompok-kelompok kaya yang ingin masuk kekuasaan. Karena mereka berkepentingan menjaga kekayaan mereka," tambahnya.
Afrimadona menambahkan jika Parpol Super Terbuka jadi terbentuk, harus dipastikan kader-kader yang muncul bisa mendapatkan dukungan dengan cara yang bersih.
"Partai super terbuka jangan sampai politisi saja yang memikir, tapi kita ikut memikirkan dan kita bisa push kebijakan. Itu yang harus dilakukan oleh akademisi juga dan civil society," jelasnya.
Sementara Sosiolog Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS), Umar Sholahudin menegaskan akademisi harus terlibat aktif dalam menyelamatkan demokrasi di Indonesia. Jangan sampai, Parpol Super Terbuka jadi kepentingan oligarki saja.
"Yang perlu kita lakukan bagaimana gagasan-gagasan parpol super terbuka ini seperti apa? Ini jadi PR kita, kita perlu merumuskan partai terbuka itu seperti apa? Kita harap UU parpol lebih inklusif, dan menggaransi partai yang lebih modern," jelasnya.
"Yang dikuatkan bukan orangnya tapi lembaganya. Seringkali kalau buat keputusan hanya merujuk 1-2 orang. Kita punya agenda 2029, kita bisa mengusulkan atau menggagas revisi UU parpol lebih mengakomodir isu-isu kekinian, termasuk digital society. Ini jadi tanggung jawab moral kita para akademisi harus aktif membangun atau memformulasikan sistem partai politik ke depan," tandasnya.
Editor : M Fakhrurrozi