JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya memvonis mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, dengan hukuman pidana mati. Sambo dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir N Yosua Hutabarat, dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Vonis pidana mati tersebut dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/23).
Sidang yang berjalan lima jam lebih tersebut. Awalnya, majelis hakim menjelaskan rangkaian peristiwa mulai dari rumah Sambo di Magelang hingga rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan, yang menjadi TKP pembunuhan Yosua pada 8 Juli 2022. Lalu, Sambo memanggil ajudannya, Bharada Richard Eliezer, untuk menyampaikan skenario pembunuhan, dan memberikan sekotak peluru ke Eliezer.
Hakim mengatakan Sambo telah mengutarakan niatnya membunuh Yosua kepada Eliezer. Hakim pun menyatakan unsur perencanaan telah terbukti. Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, juga mengetahui rencana pembunuhan Brigadir Yosua sejak awal.
Baca Juga : Konser Pembukaan Porkab Tuban Diwarnai Tawuran Antar Penonton
Keyakinan hakim mengacu pada bukti permulaan pembunuhan Yosua yang diawali kesaksian Putri. Salah satunya mengacu pada tindakan Bripka Ricky Rizal yang mengamankan senjata milik Yosua. Tindakan itu, menurut hakim, diketahui oleh Putri lalu dilaporkan kepada Ferdy Sambo.
Hakim menjelaskan meeting of mind atau kesamaan kehendak para terdakwa. Hal ini dimulai dari sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf. Yaitu, terkait ucapan Kuat Ma'ruf agar korban Yosua tidak menjadi duri dalam rumah tangga, dan meminta Putri mengadukan perbuatan Yosua ke Sambo. Kemudian berlanjut dengan pengamanan senjata Yosua pada 7 Juli 2022 malam.
Momen Putri Candrawathi berada di lift bersama sopirnya, Kuat Ma'ruf, naik ke lantai 3 rumah Saguling untuk menemui Ferdy Sambo, majelis hakim menilai momen itu menguatkan adanya skenario pembunuhan berencana kepada Brigadir Yosua.
Baca Juga : Lina Ditemukan Tewas Diduga Korban Pembunuhan
Hakim juga menyatakan pernyataan Ferdy Sambo yang hanya menyuruh Eliezer mem-back up dan mengatakan 'Hajar Chad' hanyalah bantahan kosong semata. Hakim meyakini Sambo menghendaki kematian Yosua karena adanya perencanaan pembunuhan yang rapi dan sistematis.
Ferdy Sambo diyakini ikut menembak Yosua menggunakan senjata glock 17 miliknya dengan menggunakan sarung tangan. Keyakinan hakim ini, di persidangan penuntut umum telah menyita di lantai 1 ditemukan sarung tangan yang sudah terbuka, satu buah box yang sudah terbuka, satu buah box yang belum terbuka yang menunjukkan terdakwa memiliki ketersediaan sarung tangan warna hitam.
Selain barang bukti, hakim juga telah mengumpulkan keterangan saksi dari penyidik anggota Polres Jakarta selatan dan ahli. Dalam pemeriksaan, ditemukan selongsong peluru yang identik dari senjata Sambo. Pemeriksaan itu dilakukan saat penyidik memeriksa selongsong peluru yang ditembakkan ke Yosua.
Baca Juga : Tak Hanya Luka Fisik, Venna Melinda Alami Trauma Psikis
Lalu bagaimana dengan klaim Putri Candrawathi, yang mengaku sebagai korban kekerasan seksual. Menurut pertimbangan hakim sangat tidak masuk akal. Karena putri tidak terlihat stres akibat trauma pelecehan yang dialaminya. Hal itu, menurut majelis hakim, bertentangan dengan kondisi korban pelecehan.
Bahkan, berdasarkan keterangan saksi Ricky pada saat saksi menemui Putri di Magelang, Putri malah meminta Ricky memanggil Yosua, kemudian Yosua bertemu dengan Putri di dalam kamarnya untuk berbicara.
Tindakan Putri yang menemui Yosua usai dugaan pelecehan seksual dinilai hakim terlalu cepat. Biasanya, korban kekerasan seksual membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan dirinya. Karena itulah, hakim menyatakan Putri yang mengaku sebagai korban kekerasan seksual sangat tidak masuk akal.
Baca Juga : Venna Melinda Korban KDRT, Tidak Diberi Nafkah Oleh Ferry Irawan
Selain itu, tidak ada bukti valid Putri mengalami pelecehan seksual oleh ajudannya, Brigadir Yosua, seperti visum atau rekam medis. Karena itu, majelis hakim menyebut kecil kemungkinan Yosua melakukan pelecehan.
Hakim juga menyinggung soal dominasi atau relasi kuasa dalam kasus pelecehan seksual sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung. Hakim menyatakan dalam relasi kuasa, Putri yang berstatus istri Kadiv Propam Polri memiliki posisi dominan atas Yosua.
Menurut hakim, latar belakang Putri sebagai dokter gigi juga lebih dominan dibanding Yosua yang cuma lulusan SMA, berstatus ajudan, serta berpangkat brigadir. Atas dasar itu, hakim menyatakan kecil kemungkinan Yosua melakukan pelecehan terhadap Putri.
Baca Juga : Seorang Pria Mencuri STB dan Kotak Amal Masjid Sambil Membawa Sajam
Oleh karena itu, majelis hakim menilai pengakuan Putri telah diperkosa oleh Yosua tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Menurut hakim, ada perbuatan Yosua yang membuat Putri sakit hati mendalam, tapi bukan pelecehan seksual. Sehingga, maka terkait motif patut dikesampingkan. Motif juga bukan bagian dari delik pembunuhan berencana.
Reporter:Tim Portaljtv
Editor: Vita Ningrum