Pencabulan terhadap anak merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak. Tidak ada argumentasi yang dapat membenarkan terhadap tindak kekerasan seksual pada anak, baik dari segi moral, etika maupun agama. Secara perspektif hukum terhadap tindak pidana tersebut, dibutuhkan pandangan hukum normatif yang berperan penting dalam melindungi anak, sanksi bagi pelaku, perlindungan dan rehabilitasi bagi korban.
Beberapa kasus pencabulan atau kekerasan seksual terhadap anak di Jawa Timur, terjadi di tahun 2023. Di Kabupaten Probolinggo, empat kasus kekerasan seksual akhirnya ditangani polisi.
Dimulai dari kasus kakek pensiunan guru berusia 71 tahun, Warga Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo. Pelaku tega mencabuli SR (12) tetangganya sendiri, dengan iming-iming menawarkan wifi gratis di rumah tersangka.
Modus yang digunakan tersangka adalah meminta pijat oleh korban sebagai imbalan wifi gratis. Tidak sampai di situ, dengan alasan menunjukkan cara memijat yang benar, tersangka justru memberikan contoh memijat dengan meremas payudara korban, hingga akhirnya terjadinya pemerkosaan. Korban pun mengadukan kejadian yang menimpanya ke pihak orang tuanya.
Baca Juga : Fenomena Gunung Es Kasus Pencabulan Anak di Jawa Timur
Mendapat aduan dari anaknya, keluarga korban melapor ke Polres Probolinggo. Usai menerima laporan, anggota Satreskrim langsung melakukan penangkapan. Dalam pemeriksaan, tersangka mengaku khilaf telah mencabuli tetangganya yang ternyata masih kerabatnya.
Menyusul kasus serupa, tersangka Liyasin (33), Warga Tongas, menyelinap masuk ke rumah SY(17) tetangganya yang tengah sendiri di rumah. Tersangka berhasil masuk ke dalam kamar langsung memperkosanya. Ironisnya, pemerkosaan itu dilakukan sebanyak 6 kali dan korban diancam akan dibunuh jika berani melapor.
Kasus ketiga, tersangka Abdul Sambang (18), warga Kecamatan Sumberasih yang tega mencabuli pacarnya, SS (17) di dalam rumahnya.
Kasus keempat, tersangka Abdullah (23) warga Kecamatan Sumberasih, menyelinap ke asrama sebuah pondok pesantren dan meraba-raba payudara salah satu santriwati. Tersangka mengaku aksi tersebut dilakukan akibat pengaruh minuman beralkohol.
Tak kalah miris. Nasib malang menimpa gadis 17 tahun di Desa Kertobanyon, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun. Seorang ayah kandung, kakek dan pamannya sendiri, tega mencabuli hingga memperkosa korban berinisial KM berulangkali.
Gadis KM diperkosa oleh tiga orang laki-laki yang masih keluarganya. Kondisinya baru diketahui setelah warga menemukan KM yang terlantar dan tinggal di salah satu masjid di Desa Kertobanyon. Saat ditanya warga, KM mengaku sengaja minggat karena telah diperlakukan tak senonoh oleh ayah kandung, kakek, dan pamannya sendiri.
Pengakuan KM itu terdengar oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang akhirnya mendampinginya melakukan pelaporan ke Satreskrim Polres Madiun.
“Sesuai pengakuannya, korban sudah minggat karena tak kuat atas perlakuan ayah kandung, kakek dan pamannya. Kami dampingi untuk melapor ke polisi,” terang Budi Santoso, koordinastor LSM.
Dalam hasil pemeriksaan, peristiwa tragis ini dialami KM sejak tanggal 1 hingga 5 Agustus 2023 lalu. Selama itu pula, KM mengalami tindak pencabulan dan pemerkosaan oleh tiga pria yang semestinya sebagai pelindung. Korban yang hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini akhirnya memilih kabur dari rumah dan tidur secara berpindah-pindah.
Korban juga mengaku telah tinggal bersama ayah kandung yang telah bercerai dengan ibunya, setelah KM dilahirkan. Menerima laporan itu, korban akhirnya menjalani visum ke RSUD Dolopo. Hingga kini, kasus dugaan pencabulan tiga orang kerabatnya masih dalam penanganan Satreskrim Polres Madiun.
Mensos RI Desak Usut
Maraknya kasus pencabulan terhadap anak di sejumlah daerah Jawa Timur, menarik perhatian Menteri Sosial Republik Indonesia, Tri Rismaharini. Mantan Walikota Surabaya ini datang ke Madiun untuk menemui KM, korban dugaan pemerkosaan yang dilakukan ayah kandung, kakek dan pamannya.
Dengan keterangan korban, Risma meminta agar kasus tersebut untuk diusut tuntas. Jika terbukti, Risma mendesak Polres Madiun untuk mejerat para pelaku dengan hukuman berat sesuai Undang-undang Perlindungan Perempuan dan Anak.
“Dalam Undang-undang Perlindungan Perempuan Anak telah diatur, jika pelaku adalah orang yang mempunyai hubungan darah, ataupun yang semestinya melindungi korban, akan mendapatkan hukuman maksimal,” jelas Tris Rismaharini, Menteri Sosial RI.
Menanggapi komentar Tri Rsimaharini, Kasatreskrim Polres Madiun AKP Magribi Agung Saputra menyatakan bahwa kasus ini masih dalam penyidikan. “Sudah belasan orang diperiksa, kasus ini masih kami dalami,” terangnya.
Untuk memulihkan kondisi psikis korban, Kementerian Sosial RI akan membawa korban untuk menjalani rehabilitasi. Hal ini dilakukan karena orang tua korban telah bercerai dan korban harus menjalani terapi kejiwaannya.
Bahkan kasus pencabulan terhadap anak di Kabupaten Sidoarjo ini lebih memprihatinkan. Diduga terpengaruh narkoba dan dicerai oleh istri, seorang kuli bangunan tega memperkosa anak kandungnya yang masih duduk di kelas 5 Sekolah Dasar (SD).
Sesuai laporan dan keterangan korban, Polres Sidoarjo akhirnya mengamankan AF (52), warga Taman Sidoarjo. Dari pengakuannya, AF tega menyetubuhi anak kandungnya yang masih berusia 11 tahun, karena stres dicerai istri dan diduga terpengaruh narkoba. Mirisnya, tersangka AF mengaku tiga kali menganiaya anak kandungnya sebelum diperkosa.
Kasus ini terungkap setelah korban yang depresi akhirnya mengadu ke ibu kandungnya. Dari pengaduan itu, ibu korban langsung melaporkan mantan suaminya ke Polresta Sidoarjo. "Tersangka sudah diamankan dan ditahan. Sedangkan korban telah diserahkan ke ibu kandungnya untuk pemulihan psikis akibat perlakuan ayah kandungnya,” terang Kapolres Sidoarjo, Kombespol kusumo Wahyu Bintoro.
Bagaimana dengan kasus yang terjadi di Kota Surabaya yang mendapat penghargaan sebagai kota yang ramah anak?
Surabaya Kota Ramah Anak?
Bagaimana dengan Kota Surabaya? Kasus kekerasan, terutama seksual pada anak ini diibaratkan seperti fenomena gunung es. Sistem hukum terutama perlindungan perempuan dan anak, semestinya menyediakan mekanisme perlindungan efektif, pemberian bantuan hukum, kerahasiaan identitas, dan pendampingan korban selama proses hukum berlangsung,
Namun sejumlah kasus kekerasan seksual di Kota Surabaya tak mampu dicegah. Tak kalah miris, pelaku pencabulan terhadap bocah 4 tahun, terjadi di kawasan Jalan Wonosari Lor, Surabaya. Tersangka ditangkap Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Tersangka berinisial BM (51) warga Babatan Permai Utara, Kecamatan Kenjeran akhirnya diamankan Satreskrim Polres Pelabuhan tanjung Perak. Tersangka ditangkap setelah aksinya terekam video milik warga, tengah memaksa bocah untuk melakukan masturbasi di salah satu gang rumahnya yang lengang, 23 November 2023.
Dalam pemeriksaan, tersangka mengaku terangsang saat melihat korban bermain di depan rumahnya.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat pasal 82 ayat 1 juncto pasal 76, huruf e Undang undang RI nomor 17 tahun 2016, tentang Peraturan Pemerintah Penganti Undang undang nomor 1 tahun 2016, tentang Perubahan Kedua atau Undang-undang nomor 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak, dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun penjara.
Belum usai kasus pencabulan terhadap anak di tahun 2023, Januari 2024 kasus sodomi menimpa dua bersaudara di wilayah Karang Asem Surabaya. Korban laki-laki merupakan kakak beradik yaitu UU (8) dan BB (13) yang sekolah di salah satu Sekolah Dasar Negeri kawasan Rangkah dan SMP swasta di Surabaya, disodomi oleh sepupu dan satpam sekolah.
Kasus sodomi ini dilaporkan oleh ayah kandung korban ke Komisi C DPRD Surabaya. Kejadian ini telah terjadi selama 4 tahun terakhir. Pelaku merupakan sepupu korban yang saat ini masih dalam pengejaran.
Upaya mereka untuk menghindari pelaku dengan cara pindah tempat tinggal dan sekolah dari salah satu SDN di Ploso ke Rangkah, ternyata tak bisa membuat para pelaku berhenti berperilaku keji.
Para pelaku akhirnya mengetahui kepindahan para korban dan kembali melancarkan aksi nistanya dengan meminta tetangga kos korban, untuk melakukan aksi yang sama.
Pada 2021, tetangga kos korban telah ditangkap dan divonis 10 tahun penjara. Namun pelaku utama yang merupakan sepupu korban, belum tertangkap dan kembali melakukan aksi bejatnya pada Desember 2022. Bahkan Januari 2023, satpam SDN di kawasan Ploso, justru turut melakukan sodomi ke korban dan dipergoki oleh gurunya.
Menerima pengaduan itu, Baktiono, Ketua Komisi C DPRD Surabaya meminta agar kasus ini tidak ditutupi oleh Dinas Pendidikan dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB).
Kasus ini bermula pada 2020 lalu. Korban yang tinggal serumah dengan pelaku, mengalami kejadian yang membuat kakak beradik menanggung luka psikis. Dalam pengakuannya, kedua korban dipaksa oral seks oleh pelaku. Dengan peristiwa yang berulang dilakukan oleh komplotan teman pelaku, membuat kedua korban mengalami trauma.
Belum tuntas dengan kasus sodomi, seorang oknum anggota TNI akhirnya diamankan karena diduga memperkosa seorang siswi SMK di Surabaya. Peristiwa itu terjadi di salah satu penginapan di Jalan Pasar Kembang Surabaya.
Aksi bejat pelaku ini diketahui setelah korban kabur dari penginapan dan meminta pertolongan warga. Korban langsung dibawa anggota Satpol PP, sedangkan oknum TNI tersebut langsung diamankan di Polsek Sawahan.
LSA, orang tua korban menjelaskan bahwa anaknya baru mengenal pelaku di kawasan Monumen Kapal Selam (Monkasel) saat tengah menunggu temannya. Korban yang rencananya akan mengambil uang bantuan, tiba - tiba didatangi pelaku.
“Alasannya bisa mengantar anak saya untuk mengambil uang di bank dengan naik motor. Tapi bukannya diantar ke bank, tapi dia (pelaku) ini justru membawa anak saya ke penginapan dan diperkosa,”jelas LSA.
Setelah dilakukan visum, korban yang berinisial AA dan oknum TNI tersebut langsung dibawa ke Polisi Militer Angkatan Laut atau Pomal. Sementara itu, Pomal Lantamal V yang menangani kasus dugaan pemerkosaan terhadap siswi SMK ini, memastikan kasus ini akan terus berjalan.
“Sedang kami periksa, sudah ditetapkan tersangka dan ditahan. Kami juga melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi untuk melengkapi berkas pemeriksaan. Tak ada upaya intimidasi atas kasus ini,” jelas Kadispen lantamal V Surabaya, Letkol laut Agus Setiawan.
Selain ditetapkan sebagai tersangka, oknum TNI pemerkosa siswi SMK ini harus menjalani masa tahanan selama 20 hari sebelum dilakukan sidang di Pengadilan Militer.
Herlina Sebut Surabaya Belum Layak Kota Ramah Anak
Menanggapi kasus pencabulan terhadap anak, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Herlina Harsono Nyoto mengibaratkan kasus ini merupakan fenomena gunung es, yang akan terus muncul seiring waktu.
Kasus ini menunjukkan lemahnya kontrol di kalangan masyarakat, mulai dari lingkungan keluarga, tetangga, hingga sekolah. Herlina menyebut jika Jawa Timur, khususnya Kota Surabaya, belum layak disebut kota ramah anak.
Sesuai data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KP3A), menyebut Kota Surabaya memiliki angka tertinggi kasus kekerasan utamanya seksual terhadap anak, mencapai 160 perkara di tahun 2023, menyusul Gresik, Sidoarjo dan Malang.
“Dibutuhkan pendidikan karakter yang ditanamkan di sekolah. Baik kurikulum pendidikan seksual, yang diajarkan pada anak. Tujuannya agar anak bisa menolak secara asertif dan mendeteksi perilaku mencurigakan, baik di lingkungan keluarga atau orang asing,” jelas herlina Harsono Nyoto.
Bahkan, Herlina juga menyorot kasus pencabulan yang dilakukan seorang honorer di lingkungan Pemkot Surabaya. Dia menilai bahwa pelaku pencabulan khususnya anak di bawah umur harus dihukum seberat beratnya. karena korban akan menanggung luka fisik dan psikis.
Dibutuhkan kerja sama antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di wilayah Pemkot Surabaya untuk menangani secara serius kasus pencabulan yang bertambah, utamanya di lingkungan tinggal korban.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dengan tegas membantah pendapat Herlina Harsono Nyoto tentang Kota Surabaya yang belum layak menyandang kota ramah anak, akibat maraknya kasus kekerasan seksual.
Eri menyebut bahwa anggota dewan juga merupakan bagian dari pemerintahan yang harusnya turut andil dalam upaya mencegah dan mengantisipasi kasus serupa terjadi di Kota Surabaya.
“Harusnya malu jika berkomentar seperti itu. Karena dewan adalah bagian dari pemerintahan yang harus ikut andil dalam upaya pencegahan kasus ini. Semoga mereka bisa cepat sadar,” tegas Eri Cahyadi.
Bahkan Pemkot Surabaya tengah melakukan beberapa program antisipasi kekerasan seksual pada anak, salah satunya dengan memperkuat aqidah dan wawasan masyarakat. Selain itu, upaya gotong royong antar warga bertujuan untuk melindungi anak-anak, sehingga terhindar dari kasus tindak kekerasan asusila.
Data KP3A Catat Tingginya Laporan Kekerasan Pada Anak
Kasus kekerasan, terutama seksual ini, menunjukkan sangat lemahnya kontrol di kalangan masyarakat. Mulai dari lingkungan keluarga, tetangga atau lingkungan rumah, hingga sekolah.
Sesuai data, KP3A mencatat bahwa Kota Surabaya memiliki angka tertinggi kasus kekerasan utamanya seksual terhadap anak mencapai 160 perkara di tahun 2023, menyusul Gresik, Sidoarjo dan Malang.
Bahkan di tahun 2024, kasus kekerasan seksual terhadap anak, secara real pada kamis 8 Februari 2024, tercatat 22 laporan kasus. Menyusul kemudian, Ponorogo dan Blitar dengan angka 16 laporan, Jember 15 laporan, Sidoarjo dengan 12 laporan, Jombang dan Magetan 11 laporan, selanjutnya Bangkalan dengan 10 laporan.
Dibutuhkan pendidikan karakter yang ditanamkan di sekolah, baik kurikulum pendidikan seksual yang diajarkan pada anak dengan tujuan agar anak bisa mendeteksi perilaku mencurigakan, baik di lingkungan keluarga atau orang asing.
Maraknya kasus pencabulan pada anak-anak yang terjadi di sejumlah wilayah di Jawa Timur, menjadi perhatian masyarakat.
Pakar psikologi sosial dari kampus Universitas Surabaya (Ubaya) mengatakan bahwa mayoritas pelaku kekerasan seksual adalah memiliki tekanan yang dihadapi, dan ingin mengeluarkan tekanan tersebut.
“Kemungkinan pelaku akan memilih tindakan kekerasan seksual yang membuat ia merasa kuat dan dapat mengontrol orang lain. Tindakan itu dilakukan pada orang yang lebih lemah dari dirinya. Seperti halnya pada anak-anak yang dianggap lebih lemah dan tidak bisa melakukan pembalasan,” jelas Endah Triwijati, pakar Psikologi Sosial Ubaya.
Selain itu, dosen yang akrab disapa Tiwi ini mengatakan bahwa ada kemungkinan pelaku tersebut dulu juga merupakan korban kekerasan seksual. Dengan kondisi adanya perubahan dalam otaknya yang tak bisa menghadapi tekanan dan keinginan untuk pelampiasan.
Sedangkan, korban kekerasan seksual dalam keluarga, kemungkinan tak ada kesamaan tautan bathin seperti hubungan kasih sayang antara orang tua dan anak. Sedangkan pelaku dalam hubungan saudara, bisa jadi pelaku ingin mencoba karena terpengaruh dari lingkungan sekitar.
Sementara itu, Ketua Bidang Data, Litbang dan Informasi Lembaga Perlindungan Anak(LPA) Jawa Timur, Isa Ansori menjelaskan bahwa jumlah kekerasan pada anak, terutama seksual cukup tinggi.
“Sejak Januari hingga awal Februari 2024, tercatat delapan hingga 10 laporan kekerasan pada anak, termasuk kekerasan seksual,” papar Isa Ansori.
Menyoroti kekerasan seksual pada anak, mayoritas dilakukan oleh orang-orang terdekat korban atau keluarga. Maka butuh perhatian khusus untuk mencari penanganan dan solusi dari semua pihak untuk menekan angka kasus tersebut.
Isa ansori berpendapat, bahwa kasus kekerasan anak ini harus mencari akar permasalahan dari lingkungan keluarga, lingkungan sekitar rumah atau tetangga dan sekolah.
Untuk mencari akar permasalahan kasus kekerasan pada anak, tak cukup mengandalkan upaya pemerintah provinsi maupun daerah atau kota yang selama ini berkerja secara sectoral.
Kekerasan pada anak merupakan perilaku kekerasan, penganiayaan, atau penyiksaan yang menimbulkan kerugian fisik dan psikis pada anak. Kekerasan terhadap anak merupakan kondisi yang sudah lama terjadi di tengah masyarakat, meskipun hal ini tidak sesuai dengan hokum.
Tapi praktik tersebut tetap terjadi bahkan hampir di semua lapisan masyarakat. Hal ini membuat kondisi anak paradoks, yang artinya secara ideal anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa, tapi secara riil justru situasi anak masih terus memburuk.
Dibutuhkan perhatian, pengawasan dan kewaspadaan orang tua terhadap serta anak-anak dan tidak mempercayakan sepenuhnya dalam pengasuhan atau pendidikan anak kepada guru di sekolah serta pengasuh anak.
Hal lain yang akan dilakukan pemerintah adalah merespons cepat dari semua pihak, terutama kalangan pemerintah dan kepolisian, jika terjadi kasus pelecehan atau kekerasan terhadap anak.
Di saat terjadi kekejian kepada anak, maka perlu respon tepat dan penindakan hukum yang transparan terhadap pelaku kejahatan. Pemerintah akan memberikan perhatian pada rehabilitasi anak yang menjadi korban, terutama pendampingan secara psikologis, sehingga segera memulihkan cedera mental maupun trauma yang dialami.
Karena, tak ada argumentasi pembenaran atas kasus kekerasan, terutama cabul terhadap anak.(Tim Sorot)
Editor : A.M Azany