JEMBER - Calon Bupati Jember, Muhammad Fawait, blusukan ke Pasar Tanjung, salah satu pusat perekonomian terbesar di Jember, Kamis (3/10/2024).
Dalam suasana hiruk-pikuk pasar, Cabup yang akrab disapa Gus Fawait ini menyempatkan diri untuk bertemu langsung dengan pedagang. Dalam kesempatan itu, Gus Fawait mendengar keluhan para pedagang.
Kunjungan itu bukan sekadar formalitas, melainkan menjadi momen penting bagi Gus Fawait untuk menguatkan visinya dalam membenahi pasar tradisional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jember.
Politisi Partai Gerindra tersebut menyoroti beberapa isu penting yang menurutnya perlu segera diatasi, terutama terkait manajemen pasar dan kesejahteraan pedagang.
Baca Juga : Blusukan Pasar Tanjung Jember, Cabup Fawait Janjikan Perubahan Nasib Pedagang
Salah satu masalah utama yang diangkat oleh Gus Fawait adalah kurangnya keterlibatan pemerintah daerah dalam mengelola Pasar Tanjung.
Menurutnya, pasar sebesar Pasar Tanjung memiliki potensi ekonomi yang luar biasa. Namun sayangnya, potensi tersebut tidak dikelola dengan baik. Gus Fawait menilai bahwa pemerintah daerah seolah tidak hadir dalam memberikan manajemen yang efektif untuk pasar ini.
"Pasar Tanjung ini seharusnya bisa menjadi pusat ekonomi yang lebih teratur dan bersih. Namun, pemerintah terlihat absen dalam menciptakan manajemen pasar yang baik, sehingga pasar ini terkesan kumuh dan tidak tertata dengan rapi," ungkap Gus Fawait.
Gus Fawait menjelaskan bahwa manajemen pasar yang buruk tidak hanya berdampak pada kenyamanan pedagang dan pembeli, tetapi juga merugikan perekonomian daerah secara keseluruhan.
"Pemerintah harus hadir untuk pedagang. Kita tidak boleh membiarkan mereka berjuang sendiri menghadapi berbagai masalah di pasar. Dengan manajemen yang baik, pasar ini bisa ditata ulang sehingga lebih nyaman dan aman bagi semua orang," jelasnya.
Lebih lanjut, Gus Fawait juga berjanji, jika terpilih menjadi Bupati Jember, ia akan memprioritaskan penataan ulang pasar-pasar tradisional, termasuk Pasar Tanjung, agar lebih modern dan teratur tanpa menghilangkan aspek tradisionalnya.
Selain masalah manajemen, Gus Fawait juga menyoroti lonjakan biaya retribusi pasar yang terus meningkat selama beberapa tahun terakhir. Pedagang Pasar Tanjung mengeluhkan bahwa biaya retribusi yang mereka bayarkan setiap hari semakin tinggi, bahkan mencapai 100-200%.
Menurut Gus Fawait, kondisi ini sangat memberatkan para pedagang, terutama mereka yang bermodal kecil.
"Banyak pedagang yang mengeluh kepada saya karena kenaikan biaya retribusi yang tidak masuk akal. Kenaikan sebesar 100 hingga 200 persen ini jelas terlalu memberatkan, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit," tuturnya.
Gus Fawait menegaskan bahwa kebijakan retribusi pasar harus ditinjau ulang, terutama untuk meringankan beban pedagang kecil.
"Kami berkomitmen untuk menurunkan biaya retribusi pasar ini. Retribusi yang terlalu tinggi justru akan mematikan usaha kecil dan menengah. Kita harus menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pedagang untuk bisa berkembang, bukan malah membebani mereka dengan biaya yang tidak masuk akal," tegasnya.
Tidak hanya soal manajemen dan retribusi, Gus Fawait juga mengkritisi minimnya fasilitas ibadah di Pasar Tanjung. Sebagai kota yang dikenal dengan sebutan "Kota Santri," Jember seharusnya menyediakan fasilitas ibadah yang memadai di berbagai tempat, termasuk di pasar-pasar tradisional. Namun, di Pasar Tanjung, fasilitas ibadah yang layak hampir tidak tersedia.
"Jember ini adalah kota santri, tapi di pasar ini tidak ada fasilitas ibadah yang layak untuk para pedagang dan pembeli. Padahal, kebutuhan akan tempat ibadah di pasar sangat penting, terutama bagi para pedagang yang harus bekerja sepanjang hari," terangnya.
"Sebagai kota dengan mayoritas penduduk muslim, kita harus memastikan bahwa ada fasilitas ibadah yang memadai di pasar-pasar tradisional. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga soal identitas Jember sebagai kota santri," imbuhnya.
Selain masalah-masalah tersebut, Gus Fawait juga melihat potensi besar yang belum dimanfaatkan di Pasar Tanjung, yakni keberadaan tandon raksasa yang menjadi salah satu ikon sejarah di pasar tersebut.
Tandon air raksasa ini merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia dan memiliki nilai sejarah yang tinggi. Namun, hingga saat ini, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk menarik wisatawan.
"Pasar Tanjung ini memiliki daya tarik sejarah yang luar biasa, salah satunya adalah tandon raksasa ini. Sayangnya, potensi ini belum dimaksimalkan sebagai destinasi wisata," paparnya.
Ia menjelaskan bahwa tandon raksasa tersebut bisa menjadi magnet bagi wisatawan jika dikelola dengan baik.
"Dengan penataan yang tepat, Pasar Tanjung bisa menjadi destinasi wisata yang menarik bagi wisatawan, baik dari dalam maupun luar daerah. Kita tidak hanya berbicara soal ekonomi, tapi juga tentang sejarah dan budaya yang bisa dijadikan daya tarik wisata," pungkasnya. (*)
Editor : M Fakhrurrozi