Menjelang NU memasuki abad ke-2, berbagai fenomena penting perlu dicatat ditempat dimana NU didirikan, kita ketahui bersama Surabaya erat hubungan dengan momen Historis tercetusnya Resolusi Jihad dan sejarah mencatat Surabaya adalah bagian dari tempat yang monumental, menjadi saksi perjalanan jejak sejarah peradaban Gerakan Nasional lahir di kota Pahlawan. Idealnya NU di Surabaya menjadi barometer perkembangan NU yang lahir di wilayah perkotaan.
Ikhtiar lahiriyah dan bathiniyah telah dilakukan oleh PCNU Surabaya periode kepemimpinan Duet KH. Mas Sulaiman Nur (Rois Syuriah) dan DR. KH. Ahmad Muhibbin Zuhri, M. Ag, (Ketua Tanfidziah). Melalui program-program dan karya nyata yang dirasakan hingga grasroot MWCNU Ranting, sebut saja Bhakti Subuh, hidup kembali Lailatul ijtima' yang sudah berjalan Istiqomah.
Sehingga tercipta Harmonisasi organisasi dan komunikasi yang sehat di masing-masing tingkatan.
Musyawarah kerja PCNU Surabaya sudah berjalan sesuai aturan organisasi, karena terselenggara dengan semangat Hidmat berjam'iyah dan memenuhi syarat aturan berorganisasi, hal ini menjadi ukuran apakah program-program tersebut dipastikan benar-benar terselenggara dengan baik.
Wajah baru NU Surabaya bisa dilihat dari jargon NU Urban yang dibranding oleh kepengurusan PCNU Surabaya sejak pelantikan yai ibin dan yai mas Sulaiman Nur, seperti meng-NU-kan (menjadikan amaliyah NU) di masjid dan tempatnya ibadah di pusat perbelanjaan, mall-mall dan kantor kedinasan pemerintah di Surabaya menjadi bukti progres kepemimpinan beliau, disamping itu menggali potensi-potensi dan berkarakter khas arek-arek Surabaya yang lain, menggaaet komunitas Supporter Sepakbola di Surabaya untuk mengenal dan merasakan manfaat NU, itu semua tidak lepas dari proses yang panjang tidak sporadis, hal ini patut disematkan kepada beliau berdua sebagai penggerak NU Surabaya yang sejati, rasanya upaya-upaya itu perlu diapresiasi dan layak diberikan label prestasi berbasis kearifan lokal oleh pimpinan di atasnya.
Nyatanya impian-impian dan gagasan-gagasan brilian yang telah dilahirkan PCNU Surabaya yang defacto ini putus dan buyar dengan hadirnya tim Karateker PCNU ke-2 dengan di ketuai yai Umarsyah yang mana telah diamanahkan oleh beliau secara garis besar untuk menata dan membina organisasi dan menyiapkan untuk menyelenggarakan Konferensi kembali PCNU Surabaya tidak ditindaklanjuti dan menganggap konferensi PCNU Surabaya sebelumnya tidak sah.
Tahapan-tahapan dilakukan oleh MWCNU sesuai arahan tim Karateker dilakukan dengan penuh tanggung jawab, dengan diundang untuk memberikan informasi yang benar sampai dengan membuat pernyataan untuk taat dan patuh terhadap AD/ART NU, Keputusan PBNU dan karateker diterima dengan ridlo dan ikhlas ( tasliman wa ta'dliman ), namun itu tidak ada kelanjutannya, karena alasan energi dan tenaga fokus pada saremoni perhelatan 1 Abad NU di Sidoarjo.
Sementara itu tidak disangka dan diluar pemikiran seluruh warga NU dan pengurus definitif MWCNU se Surabaya, tiba-tiba ada kabar melalui berita telah terselenggara Pelantikan Pengurus NU Surabaya baru dengan masa khidmat terbatas 1 tahun 2023 s.d 2024 sebagai ketua yai Umarsyah, dan itu tanpa sepengetahuan, keterlibatan organisasi dibawahnya, yang biasanya lazim dilakukan organisasi yang sehat dan yang telah memberikan mandat kepengurusan PCNU Surabaya, tanpa melalui proses konferensi tapi penunjukkan langsung, terasa janggal memang, sebagai pengurus MWCNU dan Ranting dibawahnya dibuat bingung.
Sementara selama ini NU Surabaya sudah berjalan wajar-wajar saja, sesuai koridor dan aturan Perkum NU, bahkan PCNU Surabaya diamanahkan kepada yai Muhibbin dan yai Mas Sulaiman Nur bisa dikatakan berhasil, hal ini dibuktikan dengan beberapa hal berikut.
Pertama, tampak keharmonisan ulama dan umara' yang didambakan oleh seluruh warga NU Surabaya, dalam agenda perkotaan, ulama'-ulama' bisa saling berkolaborasi, duduk bersama dengan Pemerintah Kota Surabaya, dan secara personal hadirnya kepengurusan beliau berdua bisa menepis kegamangan para pengurus lain yang berprofesi PNS/ASN untuk masuk dalam kepengurusan PCNU Surabaya, karena PCNU hari ini tidak ada sama sekali terjebak dalam tarikan politik praktis tertentu dan cara ini bisa mereduksi kecenderungan politisasi dalam berorganisasi NU.
Kedua, menggerakkan basis pesantren di Surabaya, NU Surabaya tidak lepas dari Pesantren seperti Pondok Pesantren Sidoresmo sebagai salah satu sentral peradaban siar keagamaan Islam di Surabaya, semua kiyai bisa membangun kekeluargaan, kebersamaan dan kesatuan para ulama' NU Surabaya, sehingga terwujudlah dari NU untuk umat, hal ini dirasakan masyarakat di Surabaya, melalui program-program kreatif dibidang Kesehatan, Pendidikan dan perekonomian.
Simbol NU Surabaya tampak dalam kepemimpinan yang berkarakter khas NU Arek Surabaya, Yai Muhibbin sosok akademisi dan Yai Mas Sulaiman Nur merupakan figur aktivis Pesantren, keduanya adalah asli warga Surabaya yang telah sungguh-sungguh kerja keras untuk keutuhan dan memberikan manfaat bagi masyarakat Surabaya.
Tim Karateker yang hari ini dilantik menjadi pengurus Definitif PCNU Surabaya yang baru pada tanggal 21 April 2023 M menjelang 1 Syawal 1444 H dalam nuansa hari Raya Idul Fitri, belum menunjukkan arah perjuangan sebelumnya dan belum pernah berproses sama sekali, bahkan mengenal, menyapa emosional dengan pengurus MWCNU dan ranting seluruhnya yang ada di bawah.
Sederhana saja tim Karateker yang hari ini dilantik tidak berhasil untuk berkomunikasi dengan baik dan mengkonsolidasikan Pengurus serta warga NU di Surabaya, hal ini menjadi akar masalah, klaim sepihak dan munculah carut marutnya NU Surabaya hari ini.
Fenomena ini menjadi Sejarah buruk bagi NU Surabaya karena dinodai dengan tangan-tangan politik yang tidak bertanggung jawab yang dapat meruntuhkan Marwah jam'iyah NU.
Penulis menggaris bawahi bahwa praktik peralihan organisasi NU Surabaya syarat politis, jauh dari tradisi pesantren dan tidak mencerminkan Akhlaqul Karimah. Sehingga putuslah harapan warga NU, cita-cita kejayaan yang didambakan seluruh warga NU Surabaya, sejarah NU menjadi buram dan kebenaran telah dibiaskan.
Siapa yang bersalah, menurut hikmah saya, sesuai tradisi pesantren, hendaknya berbagai pihak perlu tabayyun dan tanpa menyalahkan satu sama lain, memandang dengan penuh rahmah, menjunjung azas toleransi ( tasamuh) keadilan ( _ta'dilan ) , lebih-lebih di bulan Syawal dimana kita saling memaafkan sesama dan memanusiakan manusia, semoga momen ini akan menjadi hikmah dan Uswatun Hasanah (keteladanan) bagi warga NU di bawahnya.
Wallahu A'lam bishowab.