Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang sangat dinantikan oleh umat muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Selain sebagai momen beribadah dan silaturahmi dengan keluarga, Idul Fitri juga menjadi momen di mana konsumen cenderung meningkatkan pengeluaran mereka dalam berbagai aspek, mulai dari baju baru hingga makanan khas lebaran. Namun, apakah kita tahu bagaimana perilaku konsumen pada Hari Raya Idul Fitri di Indonesia?
Menurut survei dari Nielsen Indonesia pada tahun 2021, sekitar 79% responden Indonesia merencanakan untuk mengeluarkan uang lebih banyak pada bulan Ramadan dan Idul Fitri. Dari angka tersebut, 51% dari responden merencanakan untuk membeli baju baru dan 39% merencanakan untuk membeli makanan khas lebaran. Hal ini menunjukkan bahwa pasar baju dan makanan khas lebaran sangatlah besar selama musim ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, pada kuartal IV tahun 2021, sektor yang paling tinggi di konsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah sektor makanan dan minuman nonalkohol dengan kontribusi sebesar 28,01%. Sektor ini diikuti oleh sektor transportasi dengan kontribusi sebesar 17,32% dan sektor perumahan, air, listrik, gas, dan konsumsi bahan bakar dengan kontribusi sebesar 16,92%. Selain itu, sektor sandang (pakaian) juga memiliki kontribusi yang cukup besar yaitu sebesar 7,81%. Namun, perlu diingat bahwa data ini dapat berubah dari waktu ke waktu tergantung pada faktor-faktor ekonomi dan sosial yang mempengaruhi perilaku konsumen di Indonesia.
Tidak hanya itu, perilaku konsumen selama musim lebaran juga terlihat dari peningkatan kunjungan ke pusat perbelanjaan. Data dari PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk (JSI), pengelola pusat perbelanjaan Setiabudi One, menunjukkan peningkatan kunjungan sebesar 30% selama bulan Ramadan dan puncaknya pada satu minggu menjelang Hari Raya Idul Fitri. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen Indonesia cenderung meningkatkan pengeluaran mereka pada saat mendekati Hari Raya Idul Fitri.
Namun, tidak semua konsumen berperilaku sama selama musim lebaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen pada saat ini, seperti faktor ekonomi, preferensi produk, serta tradisi dan kebiasaan masyarakat setempat. Hal ini dibenarkan oleh Dr. Wawan Dhewanto, seorang ahli perilaku konsumen dari Universitas Indonesia, yang mengatakan bahwa "Setiap tahunnya, perilaku konsumen selama musim lebaran akan berbeda-beda tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia."
Meskipun demikian, fenomena peningkatan pengeluaran konsumen selama musim lebaran telah menjadi tradisi yang tetap ada di masyarakat Indonesia. Tidak hanya sebagai momen untuk memenuhi kebutuhan konsumen, namun juga sebagai ajang bagi pelaku bisnis untuk meningkatkan penjualan mereka. Oleh karena itu, sebagai konsumen, kita harus tetap bijak dalam membelanjakan uang pada saat musim lebaran agar tidak terjerumus pada pola konsumtif yang tidak sehat.
Teori perilaku konsumen menyatakan bahwa keputusan konsumen dalam membeli suatu produk dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor psikologis, sosial, budaya, dan lingkungan. Berdasarkan data sektor konsumsi yang paling tinggi di Indonesia, terlihat bahwa makanan dan minuman nonalkohol merupakan sektor yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Hal ini dapat dianalisis dari beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen di Indonesia, seperti faktor budaya dan sosial. Di Indonesia, makanan dan minuman memiliki nilai yang sangat penting dalam budaya dan tradisi masyarakat. Pada setiap momen penting, seperti pernikahan, kelahiran, atau Hari Raya Idul Fitri, makanan dan minuman selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari acara tersebut. Oleh karena itu, tidak heran bahwa sektor makanan dan minuman menjadi sektor yang paling tinggi di konsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Selain faktor budaya, faktor sosial juga mempengaruhi perilaku konsumen di Indonesia. Dalam budaya Indonesia, kelompok sosial memiliki pengaruh yang besar dalam keputusan konsumen. Sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung mengikuti tren dan gaya hidup yang sedang populer di kalangan kelompok sosial mereka. Sebagai contoh, jika di kalangan teman atau keluarga sedang menjadi vegan, maka kemungkinan besar seseorang akan lebih cenderung untuk mencoba menjadi vegan juga. Hal ini juga berlaku untuk konsumsi makanan dan minuman, di mana banyak orang cenderung mengikuti apa yang sedang populer atau disukai oleh kelompok sosial mereka.
Dari analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor budaya dan sosial sangat mempengaruhi perilaku konsumen di Indonesia, terutama dalam hal konsumsi makanan dan minuman. Oleh karena itu, pengusaha dan pemasar harus memperhatikan faktor-faktor ini dalam merencanakan strategi pemasaran dan produk agar sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen di Indonesia.
Dalam kesimpulannya, Hari Raya Idul Fitri merupakan momen penting bagi masyarakat Indonesia yang juga berpengaruh pada perilaku konsumen. Meskipun setiap tahunnya perilaku konsumen dapat berbeda-beda, namun peningkatan pengeluaran konsumen selama musim lebaran telah menjadi tradisi yang tetap ada. Oleh karena itu, sebagai konsumen kita perlu tetap bijak. (*)
*) Dedy Iswanto, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Manajemen FEB Unair