Yandri Susanto, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Indonesia, baru saja diangkat pada 21 Oktober lalu. Namun, hanya dua hari setelah pelantikan, ia sudah memicu kontroversi. Menteri dari Kabinet Merah Putih ini menggunakan kop surat resmi Kemendes untuk undangan acara haul ibunya, yang dinilai sebagai penyalahgunaan fasilitas kementerian untuk keperluan pribadi—tindakan yang melanggar etika kekuasaan.
Langkah ini menuai kecaman tajam dari masyarakat yang menganggap Yandri menyalahgunakan wewenangnya. Tak terkecuali Mahfud MD, yang turut berkomentar melalui Twitter. "Saran hari ke-2 kpd Menteri Desa. Kalau benar surat di bawah ini dari Menteri, maka ini keliru. Acara keluarga spt. haul Ibu dan peringatan hari agama di ponpes mestinya yang mengundang pribadi atau pengasuh ponpes. Tak boleh pakai kop dan stempel kementerian. Utk ke depannya, hati-hati," tulis Mahfud.
Sontak, muncul dugaan bahwa penggunaan kop Kemendes ini mungkin juga untuk mengangkat popularitas istrinya, Ratu Rachmatu Zakiyah, yang tengah mengikuti Pilkada 2024 sebagai calon Bupati Serang. Spekulasi ini ramai diperbincangkan hingga Yandri akhirnya angkat bicara, membantah tudingan tersebut dalam sebuah wawancara. “Memang istri saya maju sebagai calon bupati Serang, tapi prosesnya sudah lama, jauh sebelum saya jadi menteri. Saya tidak mungkin mencederai kekhidmatan Hari Santri Nasional,” ujarnya.
Yandri menjelaskan bahwa penggunaan kop Kemendes terjadi akibat kurangnya kontrol karena kesibukan pasca pelantikan. "Sebenarnya saya sudah WA biasa untuk Hari Santri Nasional. Haul emak saya juga sudah semua tahu. Emak meninggal saat Hari Santri Nasional Oktober 2022 lalu, jadi sudah lama. Tapi, ada diskusi di internal kesekjenan perlu ada surat itu. Saya sedang sibuk, jadi kurang kontrol. Demi Allah, enggak ada satu sen pun uang Kemendes yang digunakan," katanya, seraya berjanji akan lebih hati-hati ke depannya.
Namun, publik mempertanyakan sumber biaya pencetakan undangan berkop tersebut, mengingat penggunaan fasilitas kementerian untuk urusan pribadi dianggap tidak pantas. Sebagai pejabat negara, Yandri diharapkan lebih bijak dan berhati-hati dalam bertindak. Kendati ia telah meminta maaf, masyarakat menilai permintaan maaf dan janji saja belum cukup; diperlukan bukti nyata untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan serupa di masa mendatang. (*)