SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus memperkuat langkah pencegahan dan penanggulangan Tuberkulosis (TBC) dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Upaya ini ditandai dengan penyuluhan bertajuk Merdeka TBC yang digelar serentak di 1.361 RW se-Kota Surabaya pada Kamis (28/8/2025).
Acara utama yang berlangsung di Balai RW 3 Kelurahan Jambangan, Kecamatan Jambangan, diikuti ribuan kader kesehatan, relawan, dan warga. Kegiatan ini menjadi bagian dari strategi besar Surabaya untuk mewujudkan target eliminasi TBC pada 2030.
Wali Kota Surabaya , Eri Cahyadi, menegaskan bahwa penanganan TBC tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Peran aktif masyarakat, terutama kader kesehatan dan pengurus RT/RW, menjadi kunci utama.
"Surabaya ini dibangun oleh cinta warganya, bukan oleh walikotanya," kata Eri.
Baca Juga : Cegah Stunting, PT PAL Cek Kesehatan Balita dan Beri Bantuan Makanan Bergizi
Ia menjelaskan, Pemkot menerjunkan 27.000 Kader Surabaya Hebat (KSH) yang bertugas menyosialisasikan pencegahan TBC dengan pola satu kader mendampingi 20 rumah. Selain itu, ada Satgas TBC yang bertugas melakukan pemeriksaan, pendampingan minum obat, hingga memastikan pasien tidak menghentikan pengobatan.
"Selain ada kader juga ada Satgas TBC. Jadi masifnya dari KSH kalau ternyata pemeriksaannya positif TBC satgas yang akan turun. Bahkan, ada pula satgas yang bertugas melakukan pendampingan minum obat untuk memastikan obat tersebut benar-benar dikonsumsi, tidak dibuang," jelas Eri.
Wali kota berharap masyarakat tidak takut memeriksakan diri dan berani menjalani pengobatan apabila dinyatakan positif. Ia mengingatkan bahwa TBC bisa disembuhkan dengan rutin minum obat selama enam bulan.
"Jangan menghakimi, tapi ingatkan dan kuatkan. Jika ada yang batuk, sarankan untuk pakai masker dan periksa ke Puskesmas," pesannya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Nanik Sukristina, menambahkan bahwa program ini melibatkan pemerintah, swasta, 13 universitas, hingga media. “Kami melakukan skrining masif, pengobatan gratis, dan pendampingan minum obat untuk pasien,” ujarnya.
Menurut Nanik, tantangan terbesar adalah tingginya mobilitas penduduk yang membuat kasus dari luar kota tercatat di Surabaya, serta stigma negatif yang membuat penderita enggan berobat. Untuk itu, 27.000 kader dibekali 25 kompetensi kesehatan, termasuk penanganan TBC.
Ia menjelaskan, Pemkot juga menggunakan Mobile X-ray berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk skrining, memberikan pengobatan gratis, bantuan gizi bagi pasien miskin, serta pendampingan minum obat. Selain pendekatan persuasif, Pemkot menerapkan sanksi bagi warga yang menolak pengobatan, mulai dari pemasangan stiker di rumah penderita hingga penonaktifan KTP dan BPJS Kesehatan.
“Melalui pendekatan yang humanis namun tetap tegas, kami berupaya menciptakan kesadaran kolektif bahwa TBC adalah penyakit yang bisa disembuhkan,” pungkas Nanik. (*)
Editor : A. Ramadhan