Indonesia menghadapi tantangan serius dalam mengatasi pengangguran, khususnya di kalangan lulusan vokasi. Di sisi lain, sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai tulang punggung ekonomi nasional sangat membutuhkan tenaga kerja terampil untuk meningkatkan daya saing. Ironisnya, masih ada paradoks di mana jumlah pengangguran vokasi tinggi, sementara sektor-sektor yang padat karya seperti UMKM kekurangan tenaga terampil.
Data dari Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan bahwa 99,62% dari keseluruhan UMKM di Indonesia merupakan usaha skala mikro yang sangat padat karya. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada tahun 2024 terdapat sekitar 7,2 juta pengangguran, dengan 1,8 juta di antaranya adalah lulusan vokasi (SMK, Politeknik, Diploma) dari gen Z. Menariknya, jumlah pengangguran gen Z dengan pendidikan terakhir hanya SD hingga SMP justru lebih rendah, yakni sekitar 800 ribu jiwa.
Sebagai solusi, pemerintah bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) mendukung penerapan program pemagangan vokasi terstruktur di dunia usaha dan industri. Program ini terinspirasi dari sistem pendidikan vokasi sistem ganda (dual vocational education and training/dVET) yang sukses diterapkan di beberapa negara Eropa seperti Swiss, Jerman, dan Austria. Model dVET ini mengombinasikan teori di sekolah dengan praktik langsung di industri, yang bertujuan membekali siswa dengan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja.
Komitmen pemerintah untuk mendorong pemagangan vokasi semakin jelas dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 128 Tahun 2019 tentang insentif Super Tax Deduction bagi perusahaan penyelenggara program magang vokasi. Insentif ini memungkinkan perusahaan mengurangi penghasilan bruto hingga 200% dari biaya magang yang dikeluarkan, termasuk biaya penyediaan fasilitas, bahan, dan honorarium instruktur.
“Saat ini sudah ada 76 perusahaan yang menerima insentif dengan total nilai lebih dari Rp1 triliun,” ungkap Candra Bachtiyar, dari Kementerian Perindustrian, yang menyebut bahwa insentif ini juga dirancang agar UMKM mendapatkan prioritas.
Dalam pelaksanaan program ini, kolaborasi internasional menjadi elemen penting. KADIN Jawa Tengah dan Jawa Timur bekerja sama dengan Pemerintah Swiss melalui Swisscontact untuk memperkuat kapasitas KADIN sebagai fasilitator resmi yang mendukung pelaksanaan pemagangan terstruktur di berbagai sektor industri.
Kolaborasi ini mendorong berbagai inovasi, termasuk pemindahan waktu magang dari tahun kedua ke semester akhir di politeknik, sehingga lulusan lebih mudah terserap oleh industri. Tidak hanya perusahaan besar seperti PT. Marimas Putera Kencana dan VIVERE Group yang terlibat, UMKM seperti Numansa Batik dan Cendera Mata Keramik Dinoyo pun mulai menerapkan program magang ini.
Beberapa pelaku industri memberikan respons positif terhadap program dVET. VIVERE Group, perusahaan furnitur interior, mengaplikasikan tools dan metodologi yang diperkenalkan oleh KADIN serta SS4C untuk mencapai “link and match” antara pendidikan vokasi dan dunia usaha. Head of VIVERE Learning Center, Rosita Kusumasari, menyatakan program magang yang dilaksanakan dengan metodologi yang tepat, menjadi sarana penting untuk tercapainya ‘link and match’ antara Pendidikan Vokasi maupun DU/DI (Dunia Usaha/Dunia Industri).
"Program magang akan mendatangkan manfaat bagi perusahaan untuk mendapatkan lulusan/calon karyawan yang siap kerja, kompetitif, sesuai dengan kebutuhan dan tantangan industri,” ucapnya.
PT. Marimas Putera Kencana juga telah mengimplementasikan dua tools dVET, yakni Pelatih Tempat Kerja (In-Company Trainer) dan Analisis Biaya dan Manfaat (Cost Benefit Analysis), yang membantu membimbing peserta magang menjadi lebih siap kerja.
“Kami diajari metodologi untuk menyampaikan materi, sehingga setiap pembimbing bisa menyampaikan materi dengan optimal ke setiap siswa,” tutur Yohanes Paijanto, master trainer PT. Marimas Putera Kencana.
Josef Tschoep, Technical Advisor Swisscontact, menegaskan bahwa model dVET di Indonesia telah disesuaikan dengan kondisi lokal agar berfungsi optimal sebagai penghubung antara industri dan siswa vokasi. Di samping itu, KADIN juga mengembangkan sistem database yang mencatat data hard skill dan soft skill siswa magang sehingga memudahkan perusahaan untuk langsung menyeleksi calon peserta yang sesuai dengan kebutuhan.
Lia Sidik, seorang ahli branding, mendorong UMKM memanfaatkan program ini sebagai jalur rekrutmen yang efektif. “Jadikanlah magang vokasi sebagai salah satu jalur rekrutmen SDM perusahaan,” ujarnya.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah dan kolaborasi internasional, program magang vokasi terstruktur diharapkan mampu menjadi solusi bagi pengangguran vokasi dan sekaligus membantu UMKM mengakses tenaga kerja terampil yang siap pakai. (*)
Editor : Iwan Iwe