PROBOLINGGO - Sindikat ilegal akses, atau penyalahgunaan nomot induk kependudukan (NIK) untuk registrasi kartu perdana provider, berhasil dibongkar tim buru sergap Satreskrim Polres Probolinggo Kota. Hasil pengembangan enam tersangka ditangkap, beserta barang bukti belasan mesin sim boks dan ribuan kartu perdana. Tidak tanggung-tanggung omset perbulan mencapai ratusan juta rupiah.
Sindikat ini terbongkar, disaat polisi mendapati laporan warga membeli kartu perdana selular tanpa harus melakukan registrasi terlebih dulu.
"Banyak warga mengadukan membeli kartu perdana tanpa registrasi, kartu tersebut langsung on atau bisa dipakai pembelinya,"ujar AKBP Wadi Sa'bani, Kapolres Probolinggo Kota, Rabu (12/3/23).
Tim selanjutnya melakukan penyelidikan dan mendapati sebuah konter HP di Wilayah Kecamatan Wonomerto, Kab. Probolinggo, menjual kartu perdana tanpa registrasi.
"Konter tersebut milik A-A (34), warga Desa Tempuran, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo. Anggota melakukan penggeledahan, hasilnya belasan mesin sim boks dan ribuan kartu perdana berada disalah satu ruangan rumah A-A, "katanya.
Belasan mesin sim boks sedang bekerja untuk mengaktifkan sim card perdana. Setiap mesin sim boks mampu mengaktifkan atau meresgistrasi ilegal 30 sim card perdana.
"Kartu perdana tersebut diaktifkan dari data NIK warga, yang didapat tersangka M (28), seorang Perangkat Desa di Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo. M kita tangkap saat berada di seputar Kota Probolinggo, "tambahnya.
Total ada enam tersangka yang berhasil ditangkap A-A (34), warga Desa Tempuran, Kecamatan Bantaran, Kab. Prob, Y-S (34), warga Perum ASABRI, Kelurahan/ Kecamatan Kanigaran Kota Probolinggo, C-D (24) warga Kecamatan Candi, Sidoarjo, E-S (33) warga Kecamatan Gedangan, Sidoarjo, F-H (38) warga Bogor dan M (28) oknum Perangkat Desa di Kecamatan Bantaran, Kab. Probolinggo.
"Modus operandi tersangka dengan cara mencuri data NIK warga yang didapat dari M. M mendapat data tersebut dari jabatannya menjadi perangkat desa. Secara ilegal kemudian NIK diregister ke setiap kartu perdana, "ulasnya.
Dari jabatannya sebagai perangkat desa, tersangka M dengan mudahnya mendapat data kependudukan. Data NIK dijual ke A-A seharga 300 ribu per desa.
"Untuk sementara data NIK yang dicuri di wilayah Kecamatan Bantaran, tidak menutup kemungkinan data dicuri terjadi di kecamatan lain, "ungkapnya.
Setiap meregistrasi kartu perdana, tersangka mendapat keuntungan ganda, dari penjualan kartu perdana tanpa registrasi hingga hasil penjualan One Time Password (OTP).
"Rata-rata hasil penjualan kartu perdana per bulan kisaran 30 juta, sementara hasil penjualan OTP perbulan mencapai 130 juta. Hasil penyidikan OTP dijual ke Negara Rusia,"Ulasnya.
Kartu perdana yang dijual murah berkuota satu hingga lima giga. Dengan demikian, kartu perdana registrasi ilegal dan penjualan OTP sering disalahgunakan untuk kepentingan kriminal.
"Biasanya, pelaku membeli kartu perdana sekaligus OTP untuk kepentingan pinjol tanpa harus menyicil atau bahkan untuk buzer. Dalam hal ini jika ada tagihan pinjol atau aksi kriminal, pemilik NIK justru nanti yang diusut terlebih dulu. "Pungkasnya.
Sementara itu menurut AKP Jamal, Kasatreskrim Polres Probolinggo Kota, Ilmu tersebut didapat tersangka dari tersangka F-H warga Bogor, dari sana peralatan disuplai.
"Tersangka A-A, mendapat ilmu tersebut dari temannya, hingga saat ini kami masih melakukan pengembangan,"katanya.
Dari tangan tersangka, polisi mengamankan 15 mesin sim boks, lebih 5 ribu kartu perdana, baik yang sudah diregistrasi maupun belum.
"Kita akan terus mengembangkan kasus tersebut, tersangka dijerat pasal 35 junto pasal ayat 1 dan pasal 77 junto pasal 94 tentang adiministrasi kependudukan, ancaman hukuman 12 milyar. "Tandasnya.
Reporter: Farid Fahlevi
Editor: Vita Ningrum