MOJOKERTO - Pihak keluarga sekaligus pelapor kasus penggelapan CV Mekar Makmur Abadi (MMA) sebesar Rp12 miliar, akhirnya angkat bicara.
Pihak keluarga meminta Majelis Hakim menghukum terdakwa Herman Budiyono seberat-beratnya. Keluarga menilai terdakwa telah berbuat tega dengan saudara-saudara dan orang tuanya.
"Perbuatan adik saya ini sudah keterlaluan. Pertama kasus penganiayaan hingga mendapat hukuman tiga tahun penjara. Kedua menggelapkan uang CV MMA senilai Rp12 miliar yang saat ini masih proses di persidangan," ujar Juliati Sutjahyo, kakak terdakwa kepada wartawan, Rabu (6/11/2024).
Juliati mengaku melaporkan adik kandungnya bukan atas nama pribadi, tapi keluarga.
Baca Juga : Sidang Penggelapan Rp12 Miliar, Keluarga Terdakwa Minta Herman Budiyono Dihukum Berat
"Laporan ini bukan atas nama saya pribadi, tapi atas nama seluruh keluarga. Kita sudah tidak bisa mentolelir lagi tindakan Herman yang serakah ingin menguasai harta keluarga. Kenapa sampai 3 tahun baru dilaporkan, awalnya saya tidak ingin melaporkan tapi kakak saya minta dilaporkan saja karena sudah tega," katanya.
Terdakwa melarang saudara untuk datang menyenguk orang tuanya. Menurutnya, terdakwa sering membohongi sang mama dengan janji-janji tanpa ada realisasi. Hal tersebut membuat sang mama murka dan menyebut terdakwa sebagai anak durhaka sehingga meminta Majelis Hakim untuk menghukum terdakwa seberat-beratnya.
"Kita tidak mengusir, kita malah terkejut dia keluar dari rumah. Kalau diusir, bisa nggak angkut kasur? Barang-barang banyak diangkut, toko digembok. Maksudnya apa? Uang ditransfer, pegawai yang kasih tahu. Saya tidak pernah mem-PHK pegawai, tapi CV MMA dibekukan sementara. Saya siap buka CV baru agar pegawai punya kerjaan," tuturnya.
Baca Juga : Kuasa Hukum: Kami Bisa Buktikan Terdakwa Tak Lakukan Penggelapan Rp12 Miliar
Sebelum masuk ke persidangan, kasus tersebut sudah pernah dimediasi tapi tidak ada hasil. Menurutnya, aliran dana ke para pelapor tersebut merupakan uang dari sang ayah, Bambang bukan uang perusahaan. Sedangkan soal bahwa tersebut kasus perdata, Juliati menyatakan bahwa kasus tersebut murni pidana.
"Dia (terdakwa) sudah mendapatkan pembagian warisan Rp1,8 miliar jauh lebih besar dari saudara-saudaranya yang hanya Rp1,2 miliar. Saya hanya meminta agar Herman mengembalikan uang tersebut, itu saja," tegasnya.
Terkait sidang kemarin dengan agenda keterangan saksi, Juliati Sutjahyo, kakak terdakwa mengaku tidak puas. Pasalnya, pertanyaan yang diajukan kuasa hukum terdakwa terhadap dirinya sangat tidak relevan.
Baca Juga : Eksepsi Ditolak, Pengacara Herman Budiyono Kecewa Majelis Hakim
"Terdakwa terbukti mengambil uang dari rekening CV MMA yang langsung ditransfer ke rekening pribadi terdakwa satu jam setelah papa meninggal. Itu tidak ada izin dan secara hukum itu tidak diperbolehkan. Saat transfer, terdakwa tidak memberitahu mama yang tinggal bersama terdakwa," ungkapnya.
Sementara itu, kuasa hukum pelapor, Dr Cindy I Hutomo, B.Com, S.H, M.Kn mengatakan, pihak keluarga meminta Majelis Hakim untuk menghukum terdakwa seberat-beratnya.
"Karena terdakwa sudah tega dengan saudara-saudaranya. Mama terdakwa sudah tua tapi masih harus menghadapi penyidik dan pengadilan," tambahnya.
Baca Juga : Bacakan Eksepsi, Pengacara Minta Terdakwa Herman Budiyono Dibebaskan dari Tahanan
Terdakwa tidak terima dengan pembagian harta warisan yang separuh untuk sang mama. Sehingga ia berdalih akan merawat orang tuanya dengan tujuan harta warisan sang mama jatuh kepadanya. Untuk membuktikan itu, pada sidang selanjutnya, Kamis (7/11/2024) pihaknya akan menghadirkan saksi ahli.
"Besok sidang dengan agenda keterangan saksi ahli, ada tiga saksi yang akan kami hadirkan. Saksi ahli pidana, saksi ahli perdata dan auditor," pungkasnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum Herman Budiyono (42), Komanditer Pasif CV Mekar Makmur Abadi (MMA) yang didakwa menggelapkan uang perusahaan hingga Rp12 miliar. sehingga sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). (*)
Editor : M Fakhrurrozi