Menu
Pencarian

Menyoal Rekrutmen Guru PPPK

Arief Hanafi - Senin, 25 Maret 2024 13:12
Menyoal Rekrutmen Guru PPPK
Foto: Jawapos.com

Kementerian Pendidikan dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali membuka rekrutmen guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pada tahun ini dibutuhkan sebanyak 419.146 formasi guru PPPK (Jawa Pos, 15/3). Mendikbudristek Nadiem Makarim menyebutkan, pelaksanaan seleksi guru PPPK merupakan wujud komitmen lembaganya dalam menjalankan arahan Presiden Joko Widodo dalam mengalokasikan 2,3 juta formasi ASN secara nasional. Dari kebijakan tersebut nampaknya Kemendikbud terus menggenjot pemenuhan kebutuhan guru PPPK di sekolah negeri.

Namun dibalik euforia perekrutan guru PPPK tetap saja ada pihak yang harus gigit jari. Yaitu nasib sekolah swasta. Bagaimana tidak, dengan membuka besar-besaran lowongan guru PPPK banyak sekolah swasta yang mengeluh kekurangan guru karena banyak tenaga pendidiknya yang diterima dan mengajar di sekolah negeri. Hal tersebut berdampak pada kegiatan belajar mengajar menjadi terhambat. Salah satu SMA Swasta di Sidoarjo misalnya harus kehilangan 16 gurunya dalam waktu bersamaan karena diterima sebagai guru PPPK.

Meski demikian, proses kegiatan belajar mengajar harus berjalan normal. Sekolah dalam waktu singkat dituntut untuk mencari guru pengganti. Memang ada yang langsung mendapatkan guru pengganti namun tidak sedikit yang mengalami kesulitan mencari guru pengganti. Jika ada, tidak sedikit dari mereka masih fresh graduate. Namun sebenarnya baik fresh graduate atau tidak, tetap saja hal itu berdampak pada suasana pembelajaran di kelas. Siswa dan guru harus kembali beradaptasi di tengah-tengah pembelajaran.

Tidak hanya itu, pemerintah dalam hal ini tidak memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Bagaimana jika guru yang diterima PPPK adalah guru terbaik di sebuah sekolah swasta? Padahal Guru tersebut sudah dididik dan ditingkatkan kompetensinya dengan harapan mampu membesarkan sekolah dan mampu memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat luas. Lalu bagaimana nasib sekolah tersebut? Tentu ini perlu direnungkan kembali bagi pemangku kebijakan.

Baca Juga :   Tok! MK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres Anies – Muhaimin, 3 Hakim Dissenting Opinion

Evaluasi Mekanisme Rekrutmen

Sebenarnya secara prinsip penulis tidak mempermasalahkan program pengangkatan guru melalui PPPK ini. Penulis menyadari bahwa program tersebut merupakan usaha pemerintah untuk menyejahterakan guru. Namun tidak serta merta tanpa evaluasi. Masalah-masalah di atas harus terus dikaji dan disikapi lebih serius oleh pemerintah agar dunia Pendidikan kita lebih baik.

Seolah menjadi masalah tiap tahun, setelah pengumuman tes PPPK, sekolah swasta selalu was-was, siapa guru yang akan mengundurkan diri. Hal ini seakan-akan tidak ada evaluasi serius dari pemerintah. Sudah saatnya pemerintah peka dan segara membuka mata terhadap persoalan sekolah swasta yang ditinggal oleh guru-gurunya karena rekrutmen PPPK. Maka perlu ada solusi agar rekrutmen PPPK tidak timbul masalah dikemudian hari.

Baca Juga :   MK Nyatakan Tak Ada Bukti Cawe-Cawe Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024

Pertama, solusi jangka pendek dan mendesak, karena rekrutmen ini terkesan “diam-diam”, maka dibutuhkan transparansi di dalam syarat administrasi. Misalnya saja, guru yang akan mendaftar harus melampirkan surat izin dari Kepala Sekolah. Meski terlihat remeh, namun ini vital bagi keberlangsungan sekolah yang akan ditinggal. Dengan demikian sekolah bisa memperkirakan atau menyiapkan jika nantinya akan ditinggal oleh guru yang bersangkutan. Selain urusan administrasi formal, secara etis hal tersebut menjadi tradisi santun dalam bermasyarakat. Bukankah yang kita harapkan adalah “masuk baik-baik, keluar juga baik-baik”.

Kedua, perlunya regulasi bahwa guru yang mengambil PPPK akan kembali ke sekolah asal. Hal tersebut menjadi alternatif agar sekolah swasta tidak akan kehilangan guru-gurunya. Seperti yang tertera pada Surat Edaran Mendikbud Nomor 10 Tahun 2019, tentang guru PNS boleh ditugaskan pada sekolah swasta. Jadi guru yang diterima PPPK tidak perlu pindah, hanya status kepegawaianya yang berbeda. Dari kedua belah pihak, kebijakan tersebut lebih rasional, daripada mutasi ke sekolah negeri namun harus menunggu beberapa bulan sebelum Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Guru PPPK turun.

Ketiga, mengembalikan tujuan rekrutmen PPPK untuk guru honorer yang telah mengabdi lama dan sudah melewati masa pendaftaran CPNS. Hal ini sangat penting karena diadakannya guru PPPK sesungguhnya untuk mengangkat jutaan guru yang masih berstatus honorer. Namun fakta berkata lain, semua kalangan baik dari fresh graduate, guru swasta dengan status tetap dan tidak tetap dan guru negeri masih honorer berhak untuk daftar menjadi guru PPPK. Tentu kebijakan ini tidak sesuai dengan tujuan awalnya. Jika tidak ada batasan maka semua guru swasta akan terserap untuk mengikuti rekrutmen PPPK.

Baca Juga :   Menyoal Rekrutmen Guru PPPK

Refleksi Sejarah

Tidak ada salahnya dalam pembahasan carut marutnya penerimaan guru PPPK ini kita sedikit melakukan refleksi Sejarah. Bagaimana peran sekolah swasta dalam mendidik para pemikir dan pejuang saat negara ini belum lahir kala itu. Kita tentu masih ingat bagaimana peran Taman Siswa, Muhamamdiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dalam mendirikan sekolah dan pesantren kala itu. Di saat ada diskriminasi Pendidikan oleh sistem kolonialisme, organisasi-organisasi ini terdepan dalam mendidik putra-putri calon penerus bangsa.

Namun ironisnya ketika negara sudah merdeka dan sudah mempunyai kemampuan untuk mengelola pendidikan, seakan semua itu hanya sebuah catatan sejarah tanpa makna. Negara mendirikan banyak sekolah negeri, tanpa mempertimbangkan eksistensi sekolah swasta. Mungkin tidak banyak permintaan dari kebijakan rekrutmen guru PPPK. Hanya saja perlu ada evaluasi secara holistik, tidak hanya mengejar target pemerintah dan tidak mengindahkan persoalan yang ada. Penulis yakin, pemerintah masih bijak. Sudah saatnya rekrutmen PPPK ini lebih baik dari sebelumnya. Semoga! (*)

Baca Juga :   Jadi Jenderal Kehormatan, Berikut Pasang Surut Karir Militer Prabowo Subianto

*) Arief Hanafi, Guru SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo

Editor : Iwan Iwe





Berita Lain