PONOROGO - Di tengah semakin langkanya produksi sandal kayu atau bakiak, seorang seniman asal Ponorogo, Jawa Timur, mencoba menghidupkan kembali eksistensi sandal tradisional ini dengan sentuhan seni.
Melalui rumah produksi "Pesona Ukir" milik Dedy Syaufiq Riza (44), warga Dusun Ngembang, Desa Kepatihan Kidul, Kecamatan Siman, Ponorogo, limbah kayu di sekitar berhasil menghasilkan bakiak dengan sentuhan artistik baru.
Dedy menggunakan limbah kayu trembesi yang biasanya terabaikan untuk diubah menjadi bakiak bernilai seni tinggi.
Bakiak buatannya memiliki ciri khas tanpa tali jepit di bagian atas dan dihiasi ukiran di bagian telapak, menawarkan estetika yang berbeda dan menarik.
Proses pembuatan bakiak dimulai dari pemotongan kayu limbah yang membentuk pola awal. Setelah itu, Dedy mengukir bagian atas bakiak dengan desain unik sebelum melakukan proses finishing.
Usaha ini mulai dirintis sejak tiga tahun lalu saat pandemi COVID-19, dari satu pasang bakiak sebagai percobaan, kini sandal kayu Dedy telah diminati hingga ke kota-kota besar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan bahkan sampai ke Jepang.
Menurut Dedy, meskipun memanfaatkan limbah kayu, produksi bakiak membutuhkan ketelatenan dan keterampilan tinggi, karena setiap pasang dibuat secara manual dengan harga Rp 60 ribu per pasang.
"Memanfaatkan limbah kayu di sekitar, karena menumpuk akhirnya saya coba kreasikan menjadi sandal kayu dan saya tambahkan ukiran agar memiliki nilai seni yang lebih tinggi," ungkap Dedy.
Pembeli dapat datang langsung ke workshop atau melakukan pemesanan secara online melalui marketplace.
Fredi Ginting, seorang pembeli, mengungkapkan bahwa di jaman sekarang sandal seperti ini sudah jarang dijumpai, tak hanya karya ukirannya yang unik sandal ini juga bermanfaat untuk kesehatan.
"Enak dipakai untuk beraktivitas di rumah, bermanfaat juga untuk kesehatan, ukirannya juga unik, tidak seperti bakiak pada umumnya," ujar Fredi.
Dengan kreativitas dan inovasinya, Dedy Syaufiq Riza berhasil mengangkat bakiak sebagai karya seni tradisional yang bernilai ekonomis sekaligus memperkenalkan warisan budaya Indonesia kepada dunia.(Ega Patria/Selvina Apriyanti)
Editor : Iwan Iwe