JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) memberikan aturan baru terkait skema penentuan Penghargaan Adipura bagi daerah-daerah di Indonesia.
KLH/BPLH memperkenalkan konsep dengan memberikan predikat kota kotor sebagai salah satu aspek penilaian. Ini berdasarkan pengelolaan tempat pemrosesan akhir (TPA) dan daur ulang sampah.
Menteri KLH/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, menuturkan predikat Kota Kotor tersebut ditujukan bagi daerah dengan kinerja terendah. Ini membuat penilaian Adipura tak hanya keindahan dan kebersihan kota.
"Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20 persen dari total sampah nasional merupakan plastik. Namun, tingkat daur ulang nasional baru mencapai 22 persen, jauh dari harapan," ujar Hanif di Jakarta.
"Jawa menjadi wilayah dengan tingkat daur ulaang tertinggi 31 persen, diikuti Bali-Nusra 22,5 persen dan Sumatra 12 persen. Sementara, Indonesia Timur masih menghadapi tantangan besar," imbuhnya.
Lebih lanjut, KLH/BPLH juga akan melihat kapasitas kelembagaan, sistem pemilihan dari sumber, dan kepatuhan terhadap pelarangan TPA open dumping atau pembuangan terbuka sebagai penilaian.
Nantinya, kota-kota yang masih menerapkan skema tersebut tidak lagi memenuhi syarat Adipura. Dengan adanya predikat baru ini, Adipura kini dikategorikan menjadi empat predikat penilain.
Pertama, Adipura Kencana untuk kinerja terbaik. Kemudian Adiputar untuk capaian tinggi, Sertifikat Adipura bagi pemenuhan kriteria dasar, dan Predikat Kota Kotor sebagai peringatan bagi daerah.
Dengan adanya konsep baru ini, pemberian Adipura kini mempunyai tiga aspek utama penilaian. Sistem pengelolaan sampah dan kebersihan akan mendapatkan porsi penilai sebanyak 50 persen.
Soal pengelolaan sampah ini, terdapat evaluasi yang mencakup operasional TPA, tingkat layanan pengangkutan, dan rasio pengelolaan terhadap kapasitas daerah.
Sementara, anggaran dan kebijakan daerah dinilai sebesar 20 persen. Adapun, kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) dan fasilitas mendapatkan penilaian dengan jumlah sebanyak 30 persen.
Editor : Khasan Rochmad