BLITAR - Kasus perundungan terhadap seorang siswa baru dalam kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMP Negeri 3 Doko, Kabupaten Blitar, yang sempat viral di media sosial, kini telah menemui titik akhir melalui proses diversi atau penyelesaian di luar jalur hukum pidana.
Kepolisian Resor (Polres) Blitar telah melakukan penyidikan dan gelar perkara secara menyeluruh terhadap kasus tersebut. Kapolres Blitar, AKBP Arif Fazlurahman, menjelaskan bahwa penanganan perkara dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sebanyak 20 orang telah diperiksa sebagai saksi, dan dari penyidikan itu, 14 anak ditetapkan statusnya sebagai anak yang berhadapan dengan hukum.
"Pendekatan hukum yang kami lakukan tetap mengedepankan prinsip keadilan restoratif. Karena pelaku dan korban sama-sama anak, maka proses diversi menjadi solusi yang paling bijak," terang AKBP Arif.
Dalam proses diversi yang difasilitasi pihak kepolisian bersama Balai Pemasyarakatan (Bapas), kedua belah pihak sepakat terhadap tujuh poin berikut:
1.Pihak pelapor telah memberikan maaf secara tulus, tanpa menuntut ganti rugi ataupun kompensasi materiil.
2.Pelaku telah menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada korban.
3.Pelaku wajib mengikuti program rehabilitasi selama satu bulan penuh yang didampingi oleh Bapas dan Polres Blitar.
4.Korban akan mendapatkan pendampingan psikologis dan trauma healing.
5.Korban meminta agar pihak sekolah memasang CCTV sebagai upaya pencegahan kejadian serupa.
6.Proses perpindahan sekolah korban akan difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar.
7.Kesepakatan dituangkan dalam bentuk tertulis yang menyatakan apabila pelaku mengulangi perbuatannya, maka proses hukum akan dijalankan secara tegas.
Kapolres Blitar berharap, dengan pembinaan yang dilakukan, para pelaku dapat menyadari kesalahan mereka dan tidak mengulangi perbuatannya.
“Rehabilitasi ini bukan hanya untuk memberi efek jera, tapi juga sebagai bentuk pembinaan karakter agar tidak ada lagi kekerasan di lingkungan sekolah,” pungkas AKBP Arif Fazlurahman.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan serta sistem perlindungan anak yang lebih baik di lingkungan pendidikan.(Qithfirul Aziz)
Editor : JTV Kediri