JOMBANG - Pengadilan Agama Kabupaten Jombang melaksanakan eksekusi harta waris milik almarhum mantan Bupati Jombang, Nyono Suherli Wihandoko, pada Rabu (23/4/2025). Eksekusi dilakukan setelah adanya sengketa warisan antara dua anak almarhum dengan istri keduanya, Nanik Prastiyaningsih.
Eksekusi harta waris ini berupa tanah seluas 11.000 meter persegi. Salah satu obyek sengketa berada di Desa Sukosari, Kecamatan Jogoroto, Jombang. Eksekusi berjalan alot karena terjadi perbedaan pandangan antara kuasa hukum tergugat yakni anak dari mantan bupati Jombang Devy Mutia Pishesha dan Thalia Virgina Putri Suharl dengan kuasa hukum penggugat yakni istri kedua dari almarhum Nyono, Nanik Prastiyaningsih.
Masalah utama dalam eksekusi ini adalah perbedaan pandangan soal cara pembagian tanah waris. Pihak penggugat, yaitu Nanik Prastiyaningsih, istri kedua almarhum Nyono Suherli dan panitera, berpendapat bahwa tujuh bidang tanah bisa digabung dan dieksekusi sebagai satu kesatuan berdasarkan asas manfaat.
Namun kuasa hukum pihak anak almarhum, Risti Setia Rahmawati, tidak setuju. Ia menilai cara itu tidak sesuai dengan isi putusan pengadilan, karena seharusnya eksekusi dilakukan dengan membagi masing-masing bidang tanah sesuai bagian waris yang ditetapkan.
"Kami tidak setuju karena ketua pengadilan agama Jombang memberikan putusan atas dasar pemberian manfaat saja, tidak melihat putusan yang senyatanya," kata Risti.
Risti menyampaikan bahwa dalam putusan pengadilan tidak ada perintah untuk membagi tanah waris secara keseluruhan atau global. Menurutnya, setiap bidang tanah seharusnya dibagi secara terpisah, bukan digabung. Ia menegaskan bahwa juru sita seharusnya menjalankan eksekusi sesuai putusan, yaitu pemohon mendapat bagian 30/384.
"Putusannya memang mendapatkan hak waris, tetapi tidak seperti itu. Dan intinya tidak sesuai dengan putusan. Kalau sesuai putusan dapatnya kan 30/384, yakni tiap bidang, atau setiap SHM dibagi, sesuai dengan bagiannya. Di sini (Desa Sukosari) ada 7 bidang," jelasnya.
Karena hal itu, pihaknya berencana menempuh langkah hukum lanjutan dengan melapor ke Pengadilan Tinggi Agama di Surabaya. "Upayanya ya kita akan melapor ke PT, bahwa putusan dilakukan tidak sesuai," tegas Risti.
Sementara itu, George Elkel, kuasa hukum Nanik Prastiyaningsih membenarkan bahwa eksekusi tanah waris kali ini memang diwarnai penolakan. Ia menjelaskan bahwa eksekusi dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya atas permohonan kliennya.
"Eksekusi itu kebijakan dari pak panitera, yang menyatakan, daripada membongkar semua SHM, lebih baik 1 dan 2 aja yang dibongkar, untuk diberikan hak pada pemohon eksekusi tapi oleh termohon eksekusi ditolak," ujarnya.
Penolakan muncul karena pihak termohon ingin pembagian dilakukan untuk seluruh bidang tanah yang berjumlah tujuh. "Jadi maunya dibagi semua setiap SHM. Saya bandingkan, kalau ada 7 pieces, prinsipal kami (Nanik) mendapat 1 pieces, kan langsung dibagi aja, 1 dan yang 6 pihak termohon eksekusi, tapi kuasa hukum termohon eksekusi keberatan," jelas George.
Ia menegaskan bahwa eksekusi ini merupakan perintah pengadilan dalam putusan nomor 353/Pdt.G/2024/PTA.Sby, dan menjadi bagian dari upaya hukum yang sah, sehingga nama kliennya ikut dipulihkan dari tuduhan yang tidak benar.
"Makanya klien kami bukan tidak mau melawan karena itu anak-anaknya sendiri, dan itu juga bagian dari keluarganya, sehingga kami diperintahkan untuk melakukan upaya hukum secara baik dan benar," tambahnya. Terkait luas tanah yang dieksekusi, George menyebut ada sekitar 11.000 meter persegi yang terbagi dari 7 sertifikat hak milik (SHM).
"Sesuai dengan putusan 30/385, dari 2 obyek tanah ini, ya sekitar 900 meter persegi dan hari ini kita sepakat apapun itu karena itu perintah pengadilan sesuai putusan kami jalankan," pungkasnya.(*)
Editor : A. Ramadhan